Jakarta, Agrina-online.com. Anomali iklim dan benih berkualitas merupakan hal penting untuk mencapai swasembada pangan. Pasalnya Presiden Prabowo Subianto mempercepat swasembada pangan khususnya beras, terjadi pada akhir 2025. Sebelumnya pada saat dilantik Prabowo Subianto menargetkan swasembada pangan pada 2029.
Upaya percepatan swasembada pangan ini tentu tidak main-main perlu kerja keras untuk mencapai terget tersebut. Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki tantangan untuk mencapai target swasembada yaitu alih fungsi lahan, perubahan iklim, dan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).
Menjawab tantangan dan mendukung percepatan swasembada ini, Agrina bersama Growtech mengadakan webinar mengusung tema ‘Percepatan Swasembada Pangan 2025: Mengatasi Anomali Iklim dengan Benih Berkualitas.
Pembicara pertama, Peneliti Ahli Utama, Bidang Ilmu Tanah, Agroklimat dan Hidrologi, Pusat Riset Iklim dan Atmosfir, Organisasi Pusat Kebumian dan Maritim, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan, saat ini prediksi curah hujan tinggi di April-Juni 2025 hingga Juli- September 2025. Curah hujan tinggi petani perlu waspada terhadap serangan OPT seperti wereng batang coklat. Kewaspadaan tersebut agar petani lebih teliti dalam menjaga tanaman agar hasil tetap optimal.
Sedangkan, pada periode yang sama April-Juni dan Juli-September adanya kekeringan dibeberapa wilayah seperti Jawa, Lampung, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Salah satu yang bisa diantisipasi dalam menghadapi kemarau adalah mengatur pola tanam.
Contoh pengaturan pola tanam lokasi Kota Malang, Jawa Timur yang hanya bisa ditanami padi dua kali. Ia merinci, pada musim kedua adanya risiko curah hujan tidak banyak, karena di akhir musim hujan atau di awal kemarau. Sehingga biasanya musim pertama ditanami padi, lalu musim kedua tanaman palawija, jagung, kacang-kacangan, atau palawija lainnya.
“Bisa diatur jenis komoditinya, menjelang musim hujan datang atau di awal musim hujan jagung, lalu dipuncak musim hujan padi, kemudian di akhir musim hujan atau di awal kemarau bisa menerapkan jagung atau kacang-kacangan, sehingga indeks tanam atau indeks padi juga bisa bertambah,” katanya saat webinar Growtech, Jakarta (24/04/25) .
Glenn Pardede, Direktur Utama, PT East West Seed Indonesia (Ewindo) menjelaskan, target Presiden Prabowo dalam mencapai swasembada pangan 2025 merupakan hal menarik karena tahun lalu Indonesia melakukan impor beras 4 juta ton.
Cara untuk mencapai swasembada pangan ada dua yaitu pertama, saat ini total produksi 30,41 juta ton menjadi 34-35 juta ton beras, terlalu sulit. Namun masyarakat dapat mengurangi konsumsi nasi kurang lebih 4 juta ton. “Contoh makan nasi pagi, siang, dan malam hari, diubah makan nasi hanya pagi dan siang saja atau dua kali sehari. Selebihnya diganti konsumsi sayuran, masyarakat juga akan lebih sehat, swasembada akan tercapai,” jelasnya.
Slamet Sulistyono, President Director, PT Benih Citra Asia mengungkapkan, varietas unggul benih bermutu sangat berpetan penting dalam mengatasi tantangan anomali iklim dan swasembada pangan. Benih unggul merupakan awal dari kehidupan budidaya serta benih unggul dapat tercapai swasembada pangan. Anomali iklim dapat diatasi dengan perakitan varietas tanaman yang tahan terhadap cekaman lingkungan seperti kekeringan, tahan rendaman, dan lainnya.
Langkah percepatan swasembada pangan yaitu menggunakan varietas unggul, benih bermutu karena dapat mempengaruhi peningkatan produksi pertanian. Sedangkan penghambat swasembada pangan yaitu anomali iklim, cuaca ekstrim, banjir, kekeringan dapat merusak tanaman.
“Dampak ancaman anomali iklim akan menurunkan produksi pertanian, serta adanya gangguan pada ekosistem dan sumber daya air. Selain itu adanya penyebaran hama dan penyakit lebih tinggi. sehingga akan berdampak pada kegagalan hasil panen,” jelasnya.
Sabrina Yuniawati