Foto: Sabrina Yuniawati
Pembangunan pertanian dan pedesaan di Indonesia
BOGOR (AGRINA-ONLINE.COM) Pembangunan pertanian dan pedesaan di Indonesia saat ini dihadapkan pada tantangan mewujudkan daya saing pertanian di tengah kompetisi global yang makin tajam. Pada saat yang bersamaan, pembangunan pertanian dan pedesaan di Indonesia dituntut untuk mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup sumber daya manusia, khususnya di wilayah pedesaan. Tantangan ini semakin berat karena bergulat dengan perubahan iklim dan berbagai dampak yang ditimbulkan, salah satunya berupa ancaman keamanan pangan dunia.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan adalah pusat studi IPB University yang dirintis oleh Prof. Sajogyo pada 1973 dengan nama Lembaga Penelitian Sosiologi Pedesaan (LPSP). Selanjutnya, pada 1983 lembaga ini berkembang menjadi Pusat Studi Pembangunan (PSP) dan saat ini menjadi Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3). Sebagai pusat studi tertua di lingkungan IPB University, PSP3 memiliki tanggung jawab besar untuk berperan dalam menjawab berbagai tantangan di atas dan turut berkontribusi pada pembangunan pertanian dan pedesaan di Indonesia yang lebih baik di masa depan.
Dalam sejarah awal perjalanannya (masa kepemimpinan Prof. Sajogyo), pusat studi ini telah menghasilkan berbagai capaian penting (milestone) di berbagai bidang, antara lain adalah penelitian dan advokasi kebijakan di seputar: (1) penguasaan tanah dan perubahan kelembagaan di pedesaan; (2) pengembangan sistem kewaspadaan pangan dan gizi nasional; (3) pemerataan pembangunan khususnya di kalangan masyarakat lapisan bawah; (4) pengembangan indikator sosial kesejahteraan rakyat;
(5) pengembangan konsep-konsep pengukuran kemiskinan dan kebijakan penanggulangannya; (6) pengembangan peluang usaha dan peluang kerja di sektor non-pertanian di pedesaan; dan (7) otonomi daerah dan desentralisasi. Di bawah kepemimpinan Prof. Bungaran Saragih, dan kemudian dilanjutkan oleh Dr. Bayu Krisnamurthi dan Dr. Harianto, visi agribisnis dalam rangka peningkatan daya saing pertanian mendapatkan penekanan kuat dan melengkapi capaian kelembagaan PSP3 sebelumnya.
Selanjutnya, estafet kepemimpinan PSP3 dari waktu ke waktu terus menjaga tradisi kelembagaan ini dengan fokus dan pendekatan masing-masing. Salah satu tema penting yang menjadi benang merah dari perjalanan PSP3 dari waktu ke waktu adalah “industrialisasi pedesaan”, yaitu upaya transformasi sosial-ekonomi pedesaan khususnya melalui peningkatan produktivitas dan penciptaan nilai tambah dari berbagai produk pertanian dan pedesaan pada umumnya, yang diupayakan tetap berada di dalam lingkup ekonomi pedesaan dan sebagian besar manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat pedesaan itu sendiri.
Industrialisasi pedesaan berfungsi untuk meningkatkan produktivitas ekonomi pedesaan dan sekaligus kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat pedesaan. Hal ini dapat diukur antara lain melalui pemerataan akses atas sumber produksi pedesaan, penciptaan modal di pedesaan, perluasan peluang usaha dan peluang kerja di bidang pertanian dan non-pertanian di pedesaan, dan peningkatan pendapatan rumah tangga pedesaan. Kesemuanya ini diupayakan melalui pengembangan ekosistem usaha yang terintegrasi hulu-hilir di wilayah pedesaan.
Berbeda dari proses industrialisasi di daerah kota, visi industrialisasi pedesaan memiliki sejumlah keunggulan, antara lain (Sumardjo, 2006): (1) tidak memerlukan adanya perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota dengan segala konsekuensi permasalahan yang ditimbulkannya; (2) tidak memerlukan prasarana modern yang berskala besar, padat modal, dan berbiaya mahal;
(3) memberikan waktu dan peluang bagi masyarakat pedesaan untuk menyesuaikan diri secara bertahap terhadap tuntutan kegiatan di luar pertanian; (4) menghasilkan produk dengan “muatan lokal” yang relatif tinggi dan sesuai dengan pola kebutuhan dan selera dari masyarakat lapisan bawah; (5) memberikan peluang kepada lembaga usaha pedesaan yang bersifat kekeluargaan untuk berkembang menjadi badan usaha yang lebih komersial; dan (6) memberikan harga diri kepada masyarakat pedesaan.
PSP3 saat ini dipimpin Jaenal Effendy (2024-2029). Ia mengatakan, pembangunan pertanian dan pedesaan dengan visi. “Industrialisasi kawasan agromaritim untuk mewujudkan daya saing pertanian dan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang inklusif dan berkelanjutan”. Visi ini, selain merupakan penyempurnaan berkelanjutan atas benang merah kelembagaan yang telah ditradisikan sebelumnya, sekaligus juga merupakan respons atas berbagai tantangan global maupun nasional. Pada saat yang sama, visi itu juga merupakan turunan dan pengejawentahan dari gagasan Agromaritim 4.0 yang diusung oleh Rektor IPB University, Prof. Arif Satria,” katanya.
Lanjutnya, setiap diksi dalam visi PSP3 tersebut merepresentasikan harapan dan cita-cita besar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya di kawasan pedesaan, dalam bingkai pembangunan pedesaan yang inklusif dan berkelanjutan. Hal ini akan dapat dicapai apabila pendekatan pembangunan tidak parsial, melainkan berbasis kawasan dan memanfaatkan keunggulan serta potensi sumber daya lokal.
“Secara sederhana, kata kunci “industrialisasi kawasan agromaritim” mencerminkan ide untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah (value chain) dari produk-produk unggulan lokal di sektor pertanian (agriculture) dan kelautan (mariculture), yang didukung oleh kesatuan lansekap daratan (landscape) dan bentang laut (seascape) sebagai negara kepulauan, di mana masyarakat Indonesia sebagian besar menggantungkan dan menggabungkan matapencaharian ganda di daratan dan perairan,” ungkapnya.
Rektor IPB University, Prof. Arif Satria mengatakan, PSP3 merupakan bagian dari inspirasi untuk pertanian nasional. Indonesia akan memperingati 100 tahun kemerdekaan. Pada 21 tahun ke depan tersebut, Indonesia mendapatakan bonus demografi. Sehingga perlu adanya upaya untuk menjaga stabilitas 7% sektor rill berkualitas. Caranya dengan industrialisasi kawasan agromaritim atau industrialisasi bermaritim.
“Industrialisasi perlu didorong melibatkan masyarakat, proses edukasi pada masyarakat untuk maju. Transformasi sosial dan ekonomi harus beriringan, sektor masih terbuka yang masih dalam proses perkembangan. Banyak cara-cara dan peluang yang bisa kita tangkap. Caranya dengan meningkatkan bagian yang paling rendah, lakukan dengan maksimal agar meningkat hasilnya. Sehingga manfaatkanlah bonus demografi supaya menjadi bangsa besar, seperti negara lain yang memanfaatkan bonus demografi yaitu Jepang, Korea Selatan dan sebagainya,” katanya.
Sementara itu, Rachmat Pambudy, Guru Besar IPB University ini mengatakan, agroindutrialisasi untuk apa dan siapa, sehingga akan menemukan caranya. Industrialisasi bukan barang baru, rantai pangan global juga bukan barang baru, tujuan dua hal tersebut untuk kejayaan negara Indonesia dan kemakmuran rakyat. Namun Indonesia belum bisa sampai sana, walaupun memiliki kekayaan alam luar biasa. Padahal Indonesia merupakan negara yang memiliki laut terbesar, tapi tidak bisa dimanfaatkan secara utuh.
“Tropis terbesar, kita belum bisa memanfaatkan itu. Kita bisa memanfaatkan dari negara yang terjajah dan membangun kembali pertanian. Presiden Sukarno mengawali itu karena ia tahu, rakyat kekurangan pangan dan saat itu impor beras 700 ribu ton, hal pertama swasembada. Bukan bangun irigasi, tidak impor pupuk, bukan bangun benih tapi yang dibangun yaitu sumber krusial. Bangunan ini (IPB) berdiri 1963, tantangannya tidak lagi bergantung pada pangan asing dan pangan adalah hidup matinya bangsa,” terangnya.
Tujuan industrialisasi kawasan agromaritim ini adalah untuk mewujudkan daya saing pertanian dan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang bersifat inklusif dan sekaligus berkelanjutan. PSP3 sebagai pusat studi berambisi mewujudkan visi industrialisasi kawasan agromaritim ini dengan cara mengembangkan hexagonal missions (6 misi) untuk mencapainya. Keenam misi PSP3 yaitu pertama, pembangunan pedesaan yang inklusif dan berkelanjutan.
Kedua, pengembangan kapasitas sumber daya manusia, kelembagaan dan pemerintahan desa. Ketiga, pembangunan kawasan usaha ekonomi dan kewirausahaan agromaritim. Keempat, pengembangan industrialisasi pedesaan adaptif. Kelima, pengembangan inovasi dan teknologi terapan pertanian berkelanjutan. Keenam, pengembangan rantai nilai dan produktivitas hijau kawasan agromaritim.
Produktivitas hijau berarti mengadopsi praktik-praktik yang meningkatkan output tanpa merusak lingkungan, khususnya, mencegah terjadinya degradasi lingkungan dan kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity loss). Dengan memperkuat rantai nilai dan mengimplementasikan praktik hijau, kawasan agromaritim dapat meningkatkan daya saing produk mereka, mempromosikan keberlanjutan, dan memastikan bahwa manfaat ekonomi dari sektor ini dapat dinikmati oleh masyarakat lokal dalam jangka panjang. Untuk itu, misi pengembangan kapasitas sumber daya manusia, kelembagaan, dan pemerintahan desa adalah kunci untuk meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan pembangunan pedesaan.
Penting menekankan industrialisasi kawasan agromaritim sebagai solusi untuk tantangan pembangunan pedesaan dan pertanian di Indonesia. Hal ini menjadi penting karena mampu meningkatkan nilai tambah produk agromaritim, yang meliputi sektor pertanian dan perikanan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional mencapai sekitar 13,28% pada tahun 2023, dengan nilai tambah sektor pertanian meningkat sebesar 2,48% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sedangkan sektor perikanan, produksi perikanan tangkap mencapai 6,58 juta ton pada tahun 2023, sementara produksi perikanan budidaya mencapai 17,31 juta ton. Nilai tambah dari sektor perikanan ini berpotensi meningkat dengan penerapan industrialisasi yang terintegrasi. Di sisi lain, adanya tantangan ketahanan pangan yang meliputi dampak perubahan iklim di Indonesia menjadi masalah yang perlu diperhatikan.
Perubahan iklim diperkirakan dapat mengurangi hasil pertanian hingga 10% di Indonesia pada tahun 2050, jika tidak ada intervensi kebijakan dan teknologi yang signifikan. Penurunan ini dapat diatasi melalui industrialisasi kawasan agromaritim yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penting dilakukan pengembangan Kawasan agromaritim, karena akan meningkatkan ekspor produk agromaritim dan membuka peluang kerja baru di sektor agromaritim.
Ekspor produk agromaritim, seperti udang dan ikan tuna, terus mengalami peningkatan, dengan pertumbuhan rata-rata 7% per tahun dalam lima tahun terakhir. Ini menunjukkan potensi besar bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing global melalui industrialisasi yang lebih efisien. Pada tahun 2023, sektor agromaritim menyerap sekitar 29,75 juta tenaga kerja, atau sekitar 22% dari total tenaga kerja di Indonesia. Program industrialisasi ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan.
Pengembangan kawasan agromaritim akan memberikan multiplier effect yang signifikan dalam pembangunan desa yang insklusif dan berkelanjutan. Menurut data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, indeks pembangunan desa mengalami peningkatan dari 60,34 pada tahun 2022 menjadi 61,72 pada tahun 2023. Program industrialisasi ini diharapkan dapat mempercepat peningkatan indeks tersebut, dengan fokus pada keberlanjutan dan inklusivitas.
Tujuan akhir dari visi dan misi PSP3 tidak lain adalah terwujudnya pembangunan pedesaan yang inklusif dan berkelanjutan fondasi vital dalam menciptakan kesejahteraan yang merata dan mengurangi kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Inklusif berarti bahwa setiap individu, tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi, harus memiliki akses yang sama terhadap manfaat pembangunan.
Pendekatan ini melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal dan kolaborasi dengan stakeholder terkait dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan di kawasan agromaritim. Dengan melibatkan masyarakat, pembangunan tidak hanya memenuhi kebutuhan infrastruktur, tetapi juga menghargai nilai-nilai budaya dan sosial yang ada. Berkelanjutan, di sisi lain, berfokus pada pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan agar tidak habis atau rusak, sehingga generasi mendatang tetap dapat menikmati manfaat yang sama.
Industrialiasai kawasan agromaritim sarat dengan pemenuhan tujuan pembangunan yang berkelanjutan, yang mengintegrasikan praktik-praktik ramah lingkungan, pengelolaan sumber daya yang efisien, serta upaya konservasi yang proaktif. Dengan menggabungkan kedua prinsip ini, pembangunan pedesaan dapat menciptakan komunitas yang lebih adil dan tangguh, yang mampu beradaptasi dengan perubahan dan menghadapi tantangan di masa depan.
Secara keseluruhan, integrasi misi dan stratregi ini dalam pembangunan pedesaan dan sektor agromaritim dapat menciptakan model yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan adaptif. Pendekatan ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi jangka panjang tetapi juga melindungi lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan paralel dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang lebih luas.
Sabrina Yuniawati