Foto: BPPSDMP
Peserta pelatihan PSPP mendapat bantuan sarana prasarana pembelajaran
Hilirisasi pertanian merupakan kunci untuk meningkatkan pendapat petani.
Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian (Kementan) menyelenggarakan Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh (PSPP) Vol. 8 dengan tema “Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Pertanian Mengantisipasi El Nino.” Dua target yang ingin dicapai dari pelatihan yang berlangsung pada 19 - 21 September 2023 ini adalah target jangka pendek dan jangka panjang.
Jangka Pendek dan Panjang
Target jangka pendek PSPP Vol. 8 yang diadakan di Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara, Bogor, Jawa Barat dan secara online serentak di UPT Pelatihan Pertanian ataupun lokasi lainnya tersebut berupapeningkatkan kapasitas petani dalam meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Sementara itu, target jangka panjang yang akan disasar ialah petani bisa berwirausaha dari hasil produknya yang telah diolah (hilirisasi).
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) mengatakan, Kementan selalu berupaya untuk melakukan hilirisasi karena berdampak positif pada peningkatan pendapatan dan minat berusaha tani.
Peningkatan nilai tambah pada proses panen dan pascapanen dapat diperoleh dari sortasi dan grading, pengemasan, hingga pengolahan hasil untuk mendapatkan masa simpan yang lebih lama atau tekstur, penampilan, dan rasa yang lebih dapat diterima pasar yang lebih luas.
Dia pun berharap, hilirisasi di sektor pertanian ke depan tidak hanya terbatas pada komoditas perkebunan, seperti sawit. Melainkan juga pada komoditas lain, baik tanaman pangan, hortikultura, maupun peternakan.
Program ini dimulai dari hulu sampai hilir, serta dari penyediaan input sampai pascapanen melalui berbagai prosedur seperti GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing Practices), dan standar lainnya. "Hilirisasi menjadi kunci dalam meningkatkan nilai tambah dan daya saing berbagai komoditas pertanian," tegas SYL.
Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi menuturkan, hilirisasi pertanian merupakan kunci untuk meningkatkan pendapat petani. Semakin hilir suatu produk pertanian, kata dia, tingkat pendapatan petani juga akan semakin tinggi.
"Jadi, target jangka pendek esensinya adalah bagaimana petani itu mengerti bahwa sesungguhnya keuntungan terbesar itu ada di hilir. Inilah yang harus betul-betul dipahami dan disadari oleh para petani," tuturnya saat memberikan keterangan pers pada Kamis (14/9).
Apalagi, lanjut Dedi, tingkat kesulitan dan risiko di sektor hulu jauh lebih besar dibandingkan hilir. Risikonya antara lain kekeringan, kebanjiran, serangan organime pengganggu tumbuhan (OPT), dan waktu yang diperlukan jauh lebih panjang.
"Misalnya, padi perlu empat bulan, ubi kurang lebih tiga-empat bulan, jagung juga kurang lebih segitu. Apalagi kalau komoditasnya tanaman keras, misalkan tanaman perkebunan atau tanaman horti yang buah-buahan, itu lebih panjang lagi," terangnya.
Oleh karena itu, Dedi berharap, melalui pelatihan ini keterampilan petani bisa meningkat dalam rangka mengangkat nilai tambah produknya sehinga mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Lebih lanjut, Dedi menjelaskan, alasan target jangka PSPP adalah lahirnya petani yang berwirausaha. "Kenapa? karena sebetulnya pertanian itu harus menghasilkan duit sebanyak-banyak," katanya.
Dengan berwirausaha, ulas Dedi, petani mendapatkan keuntungan yang banyak, dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, dan menabung. Bahkan, petani dapat meningkatkan kapasitas produksinya. "Kalau dia (petani) tingkatkan kapasitas produksinya, berarti pendapatannya juga akan semakin meningkat. Jangka panjangnya itu," imbuhnya.
Sukses Meningkatkan Akses KUR
Di samping itu, Dedi mengungkap, PSPP yang dijalankan oleh BPPSDMP memberikan dampak luar biasa bagi petani. Hal ini ditandai dengan meningkatnya serapan Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh petani yang mengikuti pelatihan.
Dari 16 juta petani yang Kementan garap, saat ini ada 4 juta petani yang sudah mengakses KUR dengan nilai total Rp80 triliun. "Kalau kita mengambil satu contoh bagaimana hasil dari PSPP terhadap akses KUR. KUR itu adalah indikasi bahwa pembangunan pertanian berjalan dengan lancar," urainya di Cinagara, Selasa (19/8).
Dedi juga mencontohkan, saat pandemi COVID-19 anggaran Kementan dipangkas secara signifikan, dari Rp26 triliun menjadi Rp13 triliun. Meski demikian, Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian tetap konsisten naik.
"Di saat sektor lain terpuruk, bahkan ada yang minus 20%, ternyata sektor pertanian bisa tumbuh positif 16%. Di tahun berikutnya masih tetap tumbuh, sampai dengan COVID-19 selesai, pertanian tetap mengalami pertumbuhan," ucapnya.
Bahkan pada tahun 2020, ekspor pertanian naik lebih dari 15%. Tahun berikutnya, ekspor ini meningkat lebih dari 38% dan tahun 2022 masih naik 6%. Artinya meskipun Indonesia dibantai COVID-19, ternyata petani tetap semangat sehingga PDB dan ekspornya melejit.
Peningkatan ini, lanjut Dedi, ternyata dibarengi dengan peningkatan KUR. Pada tahun 2020 KUR terserap sebesar Rp55 triliun dari target Rp50 triliun, tahun 2021 terserap Rp82 triliun dari target Rp70 triliun, dan tahun 2022 KUR terserap sebesar Rp120 triliun dari target Rp100 triliun.
"Itu artinya sektor pertanian tetap menggeliat. Pertanian tetap tumbuh meskipun kita dihadang COVID-19, dibantai climate change, dan kita juga dibantai perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan sarana produksi, utamanya pupuk dan pestisida melejit harganya. KUR inilah yang menggerakkan agribisnis sehingga sektor pertanian masih tetap tumbuh menggeliat," papar Dedi.
Di beberapa kesempatan, Mentan SYL menuturkan, KUR adalah solusi untuk masalah permodalan yang selama ini menjadi kendala petani menjalankan usaha taninya. "Salah satu kendala dalam usaha tani adalah modal. Namun, pemerintah telah memberikan kemudahan bagi petani untuk mendapat akses permodalan melalui fasilitas KUR," tandasnya.
Cacha (Humas BPPSDMP)