Foto: pertanian.go.id
Pengaruh perubahan iklim semakin tampak nyata di tataran global
Pengaruh perubahan iklim semakin tampak nyata di tataran global. Bencana banjir dan kekeringan silih berganti melanda berbagai negara. Di Italia misalnya, the guardian melansir, Juli tahun lalu mengalami kekeringan yang terburuk dalam 70 tahun terakhir.
Pemerintah setempat bahkan menyatakan keadaan darurat kekeringan di sekitar Po, sungai terpanjang di negeri itu. Tahun ini sungai tersebut mengalirkan air 61% lebih sedikit. Padahal kawasan sekitar sungai yang mengalir dari Pegunungan Alpen ke Laut Adriatik tersebut menyumbang sepertiga produk pertanian nasional Italia.
India yang termasuk produsen pangan dunia juga mengalami dampak perubahan musim. Negara berpenduduk 1,417 miliar jiwa yang 15% produk domestik brutonya dari sektor pertanian tersebut diterpa suhu udara lebih tinggi. Hal ini mempengaruhi produksi pertaniannya. Indonesia juga mengimpor produk pertanian dari India berupa gula tebu, gula bit, kacang tanah, bungkil kedelai untuk pakan ternak, juga daging kerbau.
Pun di negara kita tercinta. Setelah tiga tahun berturut-turut kita mengalami fenomena La Nina yang berdampak melimpahnya curah hujan, tahun ini fenomena kebalikannya, yakni El Nino, hadir. Dampaknya yang nyata adalah berkurangnya curah hujan alias kekeringan. Dodo Gunawan dari Badan Meteorologi, Klimatalogi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan, wilayah Indonesia terbagi dalam 699 zona musim (ZOM). Sebanyak 289 ZOM mengalami permulaan musim kemarau yang maju, 200 ZM normal, dan 95 ZOM mundur.
Musim kemarau akan mencapai puncak Agustus mendatang dengan cakupan 46% zona musim. Karena itu ia mengimbau para pemangku kepentingan dalam produksi pangan mewaspadai 327 ZOM yang mengalami musim kemarau di bawah normal artinya jumlah curah hujan lebih rendah dari biasanya. Pada Oktober yang biasanya sudah memasuki musim penghujan, sebagian Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Babel, Lampung, Pulau Jawa hingga NTT, Kalimantan Selatan, Kaimantan Timur, sebagian Besar Sulawesi, Maluku Utara, Maluku, dan Papua bagian selatan berpeluang mendapat curah hujan kurang dari 100 mm/bulan.
Karena itu, pemerintah sudah tentu menyiapkan langkah-langkah mitigasi dan antisipasi untuk meminimalkan risiko, terutama pada produksi pangan pokok sehingga tetap pemerintah menyediakan kebutuhan pangan nasional. Secara nasional, pemerintahan Presiden Jokowi gencar membangun infrastruktur, termasuk bendungan untuk menyokong produksi tanaman pangan melalui pasokan air irigasi. Sampai 2024, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ditugasi membangun 61 bendungan. Hingga akhir 2022, sudah 30 unit bendungan di berbagai daerah yang diresmikan.
Langkah berikutnya kewajiban Kementerian Pertanian menjamin pasokan air irigasi di jaringan lebih kecil yang mengarah ke lahan pertanian. Dengan air yang melimpah, diharapkan produksi pangan akan bertambah dengan meningkatnya indeks pertanaman. Petani yang biasanya hanya bertanam padi sekali bisa menjadi dua kali. Yang dua kali menjadi tiga kali, bahkan empat kali dengan mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem.
Benih yang cocok juga menjadi catatan penting dalam berproduksi di tengah kondisi alam terdampak kekeringan. Petani harus didukung untuk memilih dan mudah mendapatkan benih varietas yang toleran terhadap kondisi kekeringan dan tahan hama penyakit. Mereka juga dipacumenerapkan praktik budidaya terbaik dan lebih efisien melibatkan mekanisasi agar mampu berproduksi dengan baik. Pascapanen yang baik tentu diperlukan untuk menekan kehilangan panen dan menghasilkan produk akhir berkualitas dan menyejahterakan karena dibeli dengan harga memadai.
Mengantisipasi makin memburuknya kondisi lingkungan pertanian global, para ahli lintas bidang di dunia, termasuk Indonesia, terpacu untuk terus berupaya menciptakan teknologi yang menunjang peningkatan produksi pertanian tetapi efisien secara ekologi. Kemudian, mereka bersama para pemangku kepentingan lainnya membawa teknologi itu ke petani pengguna secara masif agar produksi pangan meningkat secara berkelanjutan memenuhi kebutuhan 9 miliar jiwa pada 2050 kelak.
Peni Sari Palupi