Foto: Humas NFA
Langkah Pemerintah Jaga Keseimbangan Harga Telur
JAKARTA (AGRINA-ONLINE.COM) Pemerintah jalankan langkah konkrit menjaga stabilitas dan keseimbangan harga telur di tingkat peternak, pedagang, dan konsumen. Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, melalui program strategis seperti pelaksanaan bantuan pangan telur dan daging ayam, pemantauan pergerakan harga di seluruh provinsi dan kabupaten/kota, serta fasilitasi distribusi jagung ke daerah sentra peternakan untuk menjaga harga pakan.
Menurut Arief, tidakan tersebut dilakukan agar terwujud keseimbangan harga dari hulu hingga hilir sehingga menjaga keberlanjutan tumbuhnya ekosistem telur nasional. "Beberapa bulan terakhir usaha pemerintah memang untuk menyiapkan harga yang wajar. Hal ini sesuai dengan arahan Bapak Presiden yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan harga di tingkat peternak, pedagang dan konsumen," ungkapnya melalui keterangannya, Selasa, (16/05).
Ia memastikan, untuk mewujudkan keseimbangan tersebut pemerintah secara bertahap menjalankan berbagai program strategis. Seperti penyaluran bantuan telur dan daging ayam untuk Keluarga Risiko Stunting (KRS), di mana program ini secara efektif menyerap telur dan daging ayam yang dihasilkan peternak mandiri dengan harga yang baik untuk disalurkan guna menurunkan angka stunting.
"Saat ini pemerintah sedang menjalankan program bantuan untuk 1,4 juta KRS di 7 provinsi dengan memberikan telur ayam 1 pack dan 1 ekor daging ayam karkas bersama ID FOOD, Holding BUMN Pangan. Program ini akan berjalan selama 3 bulan. Mulai April sampai Juni 2023," ujarnya.
Program pemerintah ini, menjadi semacam closed loop yang terintegrasi dari hulu, tengah, hingga hilir. Di hulu melibatkan peternak mandiri sebagai pemasok produk, di tengah menyiapkan ID FOOD sebagai stan by buyer dengan harga yang baik untuk jaga stabilitas harga di peternak, lalu di hilir didistribusikan kepada masyarakat yang berisiko stunting sesuai data by name dan by address dari BKKBN.
Lebih lanjut Arief mengatakan, untuk memastikan dilakukannya langkah mitigasi yang cepat, NFA melalui aplikasi Panel Harga Pangan dengan enumerator yang tersebar di 514 kabupaten/kota, terus melakukan monitoring dan pemantauan pergerakan harga telur di seluruh provinsi dan kabupaten/kota setiap hari.
“Kita pantau terus pergerakan harganya setiap hari. Apabila ada indikasi kenaikan harga baik di tingkat produsen dan konsumen kita lakukan intervensi. Seperti saat harga di tingkat produsen jatuh kita langsung minta BUMN Pangan serap dengan harga yang baik untuk kebutuhan bantuan pangan atau Cadangan Pangan Pemerintah (CPP),” terangnya.
“Apabila kondisi harga di produsen naik, kita cek jika masalahnya di harga pakan yang tinggi, kita upayakan untuk fasilitasi pendistribusian pangan komoditas jagung dari sentra produksi ke titik yang membutuhkan pasokan jagung untuk stabilkan harga pakan,” lanjutnya.
Menurutnya, saat ini NFA secara konsisten melakukan fasilitasi distribusi jagung dari Gapoktan di sentra produksi seperti NTB dan Sulawesi Selatan ke peternak pulau Jawa, seperti Blitar, Kendal, Solo Raya, dan Lampung. Sampai dengan saat ini telah dilakukan fasilitasi distribusi jagung sebanyak 4,4 juta kg.
“Untuk menjaga keseimbangan harga telur maka upaya yang dilakukan harus menyeluruh, dari mulai memastikan stabilitas pasokan harga komoditas pakan di hulu hingga biaya logistik di hilir. Tentunya itu memerlukan sinergi dan kerja bersama,” ungkap Arief.
Adapun saat ini berdasarkan data Panel Harga Pangan per 14 Mei 2023, rata-rata harga telur di tingkat produsen berada di Rp 25.840 per Kg, sedangkan di tingkat konsumen Rp 29.737 per Kg.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Blitar Rofi Yasifun mengatakan, kenaikan harga telur disebabkan permintaan yang naik. “Harga telur naik ini karena demand naik, orang hajatan ramai, hidup kembali normal setelah libur Panjang. Pasca Idulfitri selalu kami data, pada tahun-tahun sebelumnya puncak kenaikan harga biasanya di H+21 sampai H+27 lebaran, dan tahun ini juga sama ada kenaikan, dan puncak harga saat ini sudah berlalu dan akan turun landai mulai Sabtu kemarin. Hari ini on farm (di tingkat peternak) telur di harga Rp 26.000/kg,” ujarnya
Ia berpendapat, harga telur di tingkat konsumen Rp 26.000 per Kg tersebut merupakan harga yang wajar. Hal ini tidak terlepas dari biaya produksi saat ini yang juga lebih tinggi dari sebelumnya. “Sekarang biaya produksi juga sudah berbeda menjadi tinggi, sehingga harga telur di konsumen sekitar Rp 29.000 sampai dengan Rp 30.000 per Kg adalah wajar,” ujarnya.
Rofi mengakui, pemerintah telah melakukan upaya yang tepat dalam menjaga keseimbangan harga telur. Seperti program bantuan telur dan daging ayam yang tengah berjalan, menurutnya, program yang dijalankan NFA tersebut secara efektif bisa menjaga harga telur tetap stabil.
“Program bantuan telur dan daging ayam sangat bagus untuk mengurangi angka stunting, dan melibatkan peternak rakyat mandiri sebagai penyedia dengan kategori telur premium. Ini bisa membantu meningkatkan demand telur dan daging ayam, sehingga harga akan ada margin dan peternak bisa berproduksi dengan baik, karena harga sering di bawah HPP di kandang/on farm selama ini, apalagi saat pandemi, kami banyak yang gulung tikar,” ungkapnya.
Peternak Kendal Suwardi, mengaku turut merasakan manfaat program bantuan telur dan daging ayam. Pasalnya program tersebut langsung menyentuh peternak. “Kami peternak kecil UMKM sangat berterima kasih atas program bantuan pangan telur dan daging ayam untuk KRS yang langsung disuplai dari peternak kecil UMKM khususnya koperasi Kendal. Program ini benar-benar membantu peternak. Pemerintah hadir untuk menjaga keseimbangan stabilisasi dan harga. Kita sama-sama agar semua terlindungi, agar peternak petani nyaman konsumen tenang negara aman,” ujarnya.
Sabrina Yuniawati