Foto: Dok. Humas DJPB KKP
Pakan ikan berbahan baku lokal menjamin stabilitas harga
JAKARTA (AGRINA-ONLINE.COM). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong optimalisasi bahan baku pakan ikan lokal untuk menekan biaya produksi yang berdampak pada kestabilan harga pakan ikan dan udang.
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu, 80 hingga 85 persen komponen biaya produksi pakan berasal dari bahan baku. Sehingga, ketersediaan dan harga bahan baku menjadi elemen krusial dalam penentuan harga pakan.
“Ketersediaan bahan baku bagi industri pakan, terutama sumber protein harus tersedia secara kontinu dalam kualitas dan kuantitas yang pasti. Bahkan kami mendapat laporan bahwa untuk pabrik pakan komersil, stok bahan baku harus tersedia paling tidak empat hingga enam bulan ke depan, sehingga kestabilan stok bahan baku menjadi penting,” ujar Dirjen yang kerap disapa Tebe tersebut.
Dirjen menjelaskan, untuk mengatasi hal tersebut, ketersediaan bahan baku lokal sebagai sumber protein dalam pembuatan pakan ikan menjadi salah satu tantangan yang coba dipecahkan oleh KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. ”Selain mengurangi ketergantungan akan bahan baku pakan impor, ketersediaan bahan baku lokal juga mendukung program gerakan pakan ikan mandiri yang telah digaungkan oleh KKP sejak tahun 2015.”
Tebe juga mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan identifikasi dan pemetaan sumber bahan baku lokal dan pakan alami yang potensial, dan juga melakukan pengembangan percontohan di masyarakat yang bekerjasama dengan stakeholder di bidang pakan, baik dari kementerian, pemerintah daerah, asosiasi, akademisi, pihak swasta hingga pembudidaya dan penggiat pakan mandiri di masyarakat.
Menyambung apa yang dijelaskan oleh Tebe, Direktur Pakan dan Obat Ikan, Ujang Komarudin menyatakan bahwa salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meminimalisir impor bahan baku pakan ialah dengan mencari substitusi bahan baku yang diimpor melalui penyediaan dalam negeri. Menurutnya banyak sumber bahan baku lokal yang diproduksi dalam negeri dan mampu menggantikan bahan baku impor, namun masih membutuhkan peningkatan kuantitas hingga mencapai skala industri, karena kebutuhan yang tinggi dari industri pakan.
“Bahan baku yang telah dikembangkan oleh KKP seperti indigofera dan spirulina perlu ditingkatkan kapasitasnya sebagai substitusi sumber protein nabati untuk menjamin ketersediaan bahan baku di dalam negeri. Selain itu, sebagai sumber bahan baku protein hewani juga sudah diinisiasi KKP melalui percontohan budidaya maggot di beberapa lokasi,” kata Ujang.
Ujang menerangkan, untuk menumbuhkan skala usaha, KKP juga mendorong penggiat budidaya maggot untuk melakukan inisiasi kerjasama dengan pihak lain penghasil sampah organik seperti pemukiman, perhotelan, supermarket, industri pengolahan pangan untuk dapat menampung sampah organik tersebut, agar usaha produksi maggot dapat berkembang dan berkelanjutan. “Diperlukan keseriusan dan dukungan dari berbagai pihak seperti pemda, swasta hingga masyarakat untuk dapat memaksimalkan potensi industri bahan baku pakan di dalam negeri,” seru Ujang.
Sementara itu, Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Deny Mulyono menyatakan bahwa tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam industri pakan ialah ketersediaan bahan baku pakan terutama sumber protein seperti minyak kedelai yang masih harus diimpor. Ia menekankan pentingnya pasokan bahan baku pakan lokal alternatif yang stabil dalam hal kualitas serta kontinuitas untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku pakan impor.
“Perusahaan pakan telah melakukan usaha untuk mencari substitusi bahan baku yang mengacu prinsip ketercernaan, kontinuitas stok dan kualitas bahan baku sesuai dengan riset yang telah dilakukan. Penggunaan bahan baku alternatif seperti bungkil kepala sawit dan bungkil kopra masih terbatas penggunaannya hanya sebagai substitusi, sedangkan tepung ikan lokal sudah cukup banyak digunakan namun masih membutuhkan sertifikasi untuk keberlanjutannya,” terang Deny.
Selain itu, Deny juga menyoroti potensi bahan baku lokal seperti tepung larva BSF dan spirulina yang dapat menjadi substitusi sumber protein apabila ditingkatkan dari segi skala produksi dengan mengintegrasikan pemanfaatan limbah industri maupun limbah budidaya, sehingga bisa menekan cost produksi dan harganya bisa lebih terjangkau.
“Membutuhkan dukungan lintas sektor untuk mendorong kemajuan industri bahan baku pakan lokal, namun bukan tidak mungkin dilakukan dan dapat dimulai dengan melakukan upscale kepada produsen skala kecil yang telah memulai, sehingga perusahaan pakan dapat lebih banyak menggunakan bahan baku lokal, bahkan ke depan juga tidak menutup kemungkinan bisa menjadi salah satu komoditas ekspor,” tutupnya.
Windi Listianingsih