Menjadi pengusaha bisa melakukan kegiatan sosial, menciptakan lapangan kerja untuk sekitar, dan membantu perekonomian lokal.
Memegang amanah baru sebagai pimpinan tertinggi di perusahaan tentu bukan tantangan ringan. Apalagi, bagi seorang pemudi yang masih ‘bau kencur’.
Di usia yang belum genap 30 tahun, Octadella Bilytha Permatasari, menempati posisi sebagai Maganing Director PT Phalosari Unggul Jaya, perusahaan perunggasan berbasis di Jawa Timur.
Tidak dipungkiri, banyak yang memandang sebelah mata. Tapi, Della, sapaannya, membuktikan, perempuan itu bisa berperan, tidak sekadar baperan.
Usaha Bebek
Tahun 2020 merupakan tahun pembuktian bagi Della. Saat dunia dikejutkan dengan kehadiran pandemi Covid-19, kehidupan perempuan kelahiran 1994 ini juga ‘dikejutkan’ dengan tantangan karir sebagai pimpinan, meneruskan usaha sang ayah, H. Warsubi. Phalosari saat itu baru membuat peternakan bebek di tahun 2018 dan mulai memasarkan bebek hidup pada 2019 dengan serapan yang cukup bagus.
”Tahun 2020 karena Covid, akhirnya (bebek) tidak terjual. Dan kondisi keuangan karena pasar lagi turun karena Covid, sampai kita kasih pakan itu bukan pakan yang pabrikan. Kita racik pakan sendiri untuk meminimalkan biaya,” ungkapnya.
Karena bebek hidup tidak bisa dipelihara lama, akhirnya tercetuslah pembuatan rumah potong hewan unggas (RPHU) bebek sebagai buffer stock untuk menghadapi kondisi pasar yang tidak menentu.
Waktu itu Della harus terjun dari bawah. ”Ketika diamanahi jadi direktur, saat bangun RPHU pun saya ikut terjun ke proyeknya. Meskipun secara hitung-hitungan ada tim tersendiri untuk pengembangan tapi saya ikut ngawasin progresnya seperti apa. Ketika diinstal pun nanti kita juga menata orangnya seperti apa, itu belajar dari nol. Karena ini cukup di awal, ketika saya terjun RPHU bebek ini start-nya dari nol maka sebenarnya lebih gampang untuk saya belajar dibanding sudah disetel, saya baru terjun,” ulasnya.
Peraih gelar Master of Business Administration dari Deakin University, Australia ini menjelaskan, salah satu tantangan dalam karir adalah berurusan dengan orang-orang yang lebih senior dari sisi usia dan pengalaman.
”Mungkin karena kita masih muda jadi ya harus bisa melandailah dengan senior-senior itu. Tetapi, kuncinya kita bangun komunikasi sih. Pertama, mungkin (senior) resisten dengan keberadaan yang masih muda, dipikirnya belum ngerti apa-apa sementara mereka sudah berpengalaman,” katanya.
Awal-awal komunikasi sangat susah. Tetapi seiring berjalannya waktu, sambung Della, ”Yang dibutuhkan itu duduk bersama, diskusi bersama. Masalah apa harus kita selesaikan dalam forum meeting. Kita bangun komunikasi yang baik di internal tim kita dululah paling nggak.”
Berperan
Della tidak memungkiri, perempuan dipandang mudah baper (terbawa perasaan) karena memiliki perasaan yang halus. ”Tapi yang saya buktikan bahwa kalau perempuan itu bukan baperan tapi berperan. Jadi, kita kasih kontribusi yang nyata ke mereka,” sahutnya.
Kontribusi nyata itu mewujud saat sulung dari empat bersaudara ini berhasil mengangkat penjualan karkas bebek dari pemotongan awal 1-2 rit menjadi stabil di kisaran 5-6 rit. Yaitu dari pemotongan harian 1.800-2.000 ekor bebek hidup bobot 1,5-2 kg, kini menjadi 3.000-4.000 ekor/hari.
”Itu sebuah kepuasan tersendiri bagi saya dengan perjalanan yang tidak enak kita lewati ketika pandemi. Itu benar-benar ngasih pelajaran, motivasi terus bahwa dulu kita dari nol, dari keadaan yang minus waktu pandemi itu, dengan ketidaktahuan, nggak ngerti apa-apa, dengan modal nekat, tapi kita bisa jalan sejauh ini. Maka, ke depan kita juga pasti bisa lebih jauh lagi,” paparnya semringah.
Walau begitu, ia kadang bertanya-tanya apakah bisa membawa perubahan yang lebih baik ke perusahaan. ”Sampai sekarang pun kadang masih ragu juga, bisa nggak ya,” bukanya. Namun, Della meyakini, dengan membangun komunikasi dan kerja sama tim yang bagus, target-target yang diinginkan bakal tercapai.
”Dan apapun itu, kita harus mau mendengarkan dan memecahkan masalah bersama-sama. Karena meski kita punya jabatan atau power, kita harus tahu bahwa kita itu banyak kurangnya juga,” ungkap Della yang mendorong perempuan mengambil posisi penting dalam karir sesuai minatnya.
Sosial dan Kuat
Penyuka makanan manis ini menuturkan, orang tua sangat berperan membentuk karakternya menjadi pribadi yang berjiwa sosial dan memiliki mental kuat. Dari sang ayah, Della belajar berjiwa sosial tinggi dan bermanfaat bagi sekitar.
”Kalau yang selalu bapak ajarin, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Di mana kita berada, kita harus bisa memberi manfaat untuk sekitar. Selama hidup, saya itu didik dengan cara yang harus sosial. Itu yang menginspirasi saya bahwa saya hari ini jadi entepreneur itu juga karena dari bapak. Bahwa kita jadi entepreneur (pengusaha) itu kita bisa berbuat sosial ke masyarakat, bisa menciptakan lapangan kerja untuk sekitar kita, bisa bantu perekonomian lokal,” ucapnya bersemangat.
Kemudian dari sang bunda, ia meresapi kesetiaan dan kekuatan perempuan mendampingi suami mengarungi kehidupan yang tidak selalu berjalan mulus.
”Karena seorang ibu rumah tangga, saya melihat ibu itu seorang yang sangat kuat. Bahwa perjalanan bapak itu tidak pernah mudah, dari muda tidak pernah mudah. Tapi, ibu selalu ada untuk saling menguatkan bapak. Jadi, bagaimana seorang perempuan itu tumbuh dengan mimpi-mimpinya tapi dia harus bisa menguatkan sekitarnya,” urainya. Sebab itulah, Della percaya bahwa perempuan hebat akan menghasilkan anak-anak yang hebat.
Sejak kecil Della juga dididik secara diplomatis. Sehingga, ia terbiasa menyampaikan pendapat dan mendisukusikan berbagai hal dengan orang tua. ”Saya mau apa, pasti saya bilang ke bapak. Bapak punya pendapat seperti apa, kita diskusi. Jadi, itu jadi standar saya dalam mencari pasangan yang bukan otoriter atau diktator tapi pasangan yang benar-benar bisa jadi partner,” tukasnya.
Ibu muda beranak satu ini pun merasa bersyukur didampingi suami yang saling mendukung. ”Alhamdulillah, saya punya suami yang support saya untuk mewujudkan mimpi-mimpi saya. Dan saya pun juga demikian, suami saya punya apa, kita harus support satu sama lain. Jadi kalau ada kegiatan, kadang saya yang ngalah untuk suami, kadang suami yang ngalah ikut saya, tapi selalu kita komunikasikan kegiatan-kegiatan kita,” tukasnya.
Di samping itu, Della mengaku mendapat banyak pengalaman dari hobi traveling. ”Sebenarnya traveling itu buat saya men-challenge (menantang) diri keluar dari zona nyaman,” cetusnya. Sarjana Teknik Industri lulusan ITS ini lebih senang mengatur sendiri perjalanannya sehingga mengajarkan disiplin dan tepat waktu dengan rencana perjalanan yang dibuat.
”Ketika saya jalan-jalan, kita ketemu banyak orang baru dengan latar belakang yang baru. Jadi, saya belajar hal-hal yang baru dan poin-poin penting dari mereka. Jadi, men-challange diri sendiri untuk keluar dari zona nyaman, ketemu orang baru, mingel (bergaul) dengan orang baru, belajar hal baru, itu poin utamanya. Kemudian juga, refreshing dari rutinitas sehari-hari,” tandasnya sambil tertawa.
Windi Listianingsih dan Brenda Andriana