“Sawit memberikan banyak kontribusi bagi pembangunan Indonesia. Agar kontribusinya yang besar itu tidak merusak lingkungan, maka kita harus mengelolanya semakin berkelanjutan. Kita harus menjadikan industri sawit menghasilkan ‘kue’ sustainability sosial, ekonomi,dan ekologi bagi negeri serta bermanfaat bagi masyarakat dunia,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000-2004, saat diwawancara AGRINA.
Bagaimana peran sawit dalam pembangunan Indonesia dan ke depannya?
Kontribusi sawit bagi Indonesia mencakupkontribusi dalam PDB, penyerapan tenaga kerja, pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi daerah, penyediaan bahan pangan, energi, biomaterial dan devisa. Kontribusi sawit pada devisa 2021 mencapai sekitar US$36 miliar atau sekitar Rp522 triliun. Ini tertinggi dalam sejarah dan terbesar dalam ekonomi Indonesia.
Program pembangunan industri sawit,seperti peremajaan sawit rakyat, hilirisasi sawit domestik, dan pengembangan biodiesel sawit dimaksudkan untuk memperbesar “kue ekonomi”. Demikian juga perdagangan internasional, kerjasama internasional dan diplomasi sawit internasional ditujukan sebagai bagian dari peningkatan industri sawit. Kita juga harus menyadari pentingnya diplomasi sawit yang berbasis bukti ilmiah dan melibatkan peran pentahelix.
Tentu saja “kue” industri sawit yang ingin kita nikmati haruslah makin berkualitas dan makin ramah lingkungan dari waktu ke waktu. Industri sawit Indonesia memang belum sustainable, tapi sudah lebih sustainable dibandingkan masa sebelumnya bahkan dibandingkan minyak nabati lain yang tidak memiliki kebijakan dan sertifikasi sustainability.
Perbaikan tatakelola sawit yang lebih berkelanjutan, penerapan prinsip-prinsip Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang lebih baik ke depan, merupakan bagian dari upaya meningkatkan kualitas industri sawit tersebut.
Bicara sawit, banyak yang mempertentangkan antara developmentalistvs environmentalist, bagaimana sebaiknya?
Dalam mendiskusikan isu-isu yang terkait dengan sawit, kita tidak perlu menghabiskan energi untuk membangun dan mempertahankan kebenaran masing-masing developmentalist vs environmentalist.
Yang kita perlukan adalah berpikir kreatif untuk mencari solusi jalan tengah yang win-win yakni sustainable development. Ketika kita mengadopsi konsep sustainable development, kita akan melihat industri sawit secara komprehensif. Dengan demikian bukan pertentangan dan konflik yang kita lihat,tapi terbitnya berbagai kemungkinan sinergi.
Isu deforestasi dan biodiversity yang sering ditudingkan padaindustri sawit tidak tepat jika dihadapkan atau diperbandingkan antara kebun sawit dengan hutan karena memang fungsinya berbeda.
Dalam konteks ini supaya appleto appleseharusnya yang kita bandingkan adalah deforestasi dan biodiversity antara sawit dengan jenis minyak nabati lain. Hasil penelitian Beyer et al (2021) mengungkapkan,biodiversity loss (species richness loss) per ton minyak nabati,ternyata minyak sawit lebih rendah dibanding dengan species richness loss rapeseed, soybean, sunflower,dan groundnut.
Hutan dan sawit tidak perlu dipertentangkan dan diposisikan untuk memilih salah satunya hutan atau sawit. Hutan dan sawit sama-sama kita perlukan. Dalam tata kelola ekosistem Indonesia, hutan dan kebun sawit hidup berdampingan secara harmoni pada ruang masing-masing dengan fungsinya masing-masing.
Sawit menghasilkan “kue sosial-ekonomi” bagi negeri, sedangkan hutan menghasilkan “kue ekologis” bagi negeri. Sinergi keduanya menghasilkan “kue”sustainability sosial, ekonomi dan ekologi bagi negeri.
Industri sawit kita bukan hanya untuk masyarakat Indonesia, tetapi juga masyarakat dunia melalui perdagangan internasional. Sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia, Indonesia membagi manfaat minyak sawit yang lebih murah ke masyarakat dunia. Tidak hanya lebih murah, tetapi juga minyak nabati yang makin sustainable ke masyarakat dunia. Sawit adalah anugrah Tuhan kepada masyarakat dunia melalui Indonesia.
Untung Jaya