Foto: - DOK. Edufarmers
Amri Ilmma (kanan), ketahanan pangan menjadi perhatian seluruh stakeholder pertanian.
Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Problematika ketersediaan pangan seperti kelangkaan bahan pokok pangan semakin sering diperbincangkan di ranah nasional maupun global.
Pasalnya, ungkap Amri Ilmma, Chief Operating Officer Edufarmers, dunia tengah menghadapi krisis 3C. Yaitu, pandemi Covid-19, conflict (konflik) perang Rusia-Ukraina, dan climate change (perubahan iklim).
Menurut data Global Food Security Index (GFSI), ketahanan pangan Indonesia pada 2021 melemah dibanding tahun sebelumnya. GFSI mencatat skor indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2020 mencapai level 61,4. Namun, pada 2021 indeksnya turun menjadi 59,2.
Indeks tersebut menjadikan ketahanan pangan Indonesia tahun 2021 berada di peringkat ke-69 dari 113 negara. Pemerintah terus melakukan upaya penurunan angka kerentanan pangan dengan strategi pembangunan pangan dan pertanian untuk mendukung ketahanan pangan, peningkatan daya saing dan pertumbuhan ekonomi.
Edufarmers sebagai yayasan yang bergerak di sektor pertanian dan teknologi, mengadakan Talkshow yang bertujuan untuk mengupayakan peningkatan ketahanan pangan dan memperkenalkan inisiatif dalam mengimplementasikan berbagai program untuk memberdayakan petani lokal dan memotivasi pemuda agar tetap bersemangat memajukan pertanian Indonesia.
Talkshow sekaligus Media Gathering ini juga dalam rangka merayakan Hari Tani Nasional yang diperingati setiap 24 September 2022. “Kami juga ingin menekankan pentingnya memperkuat ketahanan pangan di Indonesia. Kami harap dari diskusi ini semakin banyak yang terinsiprasi dan banyak inisiatif-inisiatif yang tercipta agar tercapainya ketahanan pangan dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan petani Indonesia,” ujar Amri di Jakarta, Rabu (28/9).
Edufarmers, ulas Amri, fokus pada sisi hulu dengan cara meningkatkan produktivitas petani sehingga pendapatannya naik dan kesejahteraannya terangkat. “Harga sering kali nggak bisa kita kontrol. Untuk bisa meningkatkan kesejahteraan atau income jangan melulu soal harga karena itu nggak bisa dikontrol, maka tingkatkan produktivitas,” urainya.
Anang Noegroho Setyo Moeljono, Direktur Pangan dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) menjelaskan, tugas pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui pendekatan keberlanjutan (sustainability), Kesehatan (health), dan inklusivitas (inclusivity) bersama Badan Pangan Nasional (BAPANAS), Kementerian Pertanian, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengakomodir ketahanan pangan.
“Ke depannya pemerintah sangat mendorong masyarakat untuk menerapkan pertanian konservasi, yaitu pertanian yang tidak memberikan gangguan pada lahan,” ujar Anang.
Peran yang sama juga dilakukan oleh startup Segari dalam menjaga kualitas produksi pertanian. Menurut Michelle Arsjad, Vice President of Growth and Marketing Segari, Segari berkomitmen mengambil hasil pertanian petani lokal. Namun, tidak semua hasil pertanian tersebut masuk dalam kategori grade A.
“Grade A, grade B hanya sampai 50% kalau lagi musim hujan, kemarau 70%. Selalu ada 10% yang nggak masuk grade, dibuang,” katanya. Segari pun berinisiatif mengedukasi petani agar dapat meningkatkan kualitas hasil pertaniannya.
Amri menambahkan, tantangan di industri pertanian masih banyak sekali. “Saat ini fokus kami adalah produksi. Kami memikirkan langkah-langkah inisiatif yang bisa menyelesaikan permasalahan produksi ke petani dan peternak melalui pendampingan dan pelatihan sehingga bisa meningkatkan produktivitas lahan dan kendang,” ucapnya.
Fokus kedua yaitu meningkatkan kualitas produk pertanian. “Namun, hal ini perlu kerja sama dari multistakeholder untuk mengapresiasi hasil produk tani yang lebih baik. Seperti memberikan nilai beli yang berbeda untuk produk dengan kualitas grade A,” pungkasnya.
Windi Listianingsih