Jumat, 23 September 2022

Perlukah Ekspor Jagung?

 Perlukah Ekspor Jagung?

Foto: Windi Listianingsih
Ekspor jagung harus berkelanjutan

Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Kementerian Pertanian meyakini produksi jagung pada Januari-November 2022 relatif aman. Menurut Direktur Serealia, Ditjen Tanaman Pangan Kementan, Moh. Ismail Wahab, kebutuhan jagung terbesar ada pada pakan ternak, sebanyak 800 ribu ton per bulan. Sementara produksi jagung pada Agustus-November di tahun yang sama, rata-rata di atas sejuta ton dengan kadar air 27%.

 

Ismail menyatakan, pada 2023 Kementan menargetkan produksi jagung akan lebih baik dengan program Survey Cadangan Jagung Nasional (SCJN). Dengan demikian, pemerintah bisa mengetahui stok jagung nasional. “Sehingga kami meminta kepada perusahaan jagung dan asosiasi industri pakan ternak untuk melaporkan berapa stok yang ada, agar dapat mengetahui rencana Cadangan Jagung Pemerintah. Berdasarkan data Badan Pangan Nasional kondisi jagung saat ini surplus. Jika ingin melakukan ekspor harus memperhatikan ketersediaan di dalam negeri sehingga tidak terjadi kekurangan di dalam negeri,” ujarnya dalam Forum Diskusi Publik “Pro Kontra Ekspor jagung”, Kamis (22/9). 

 

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Syeilendra mengatakan, pihaknya akan mendukung ekspor jagung jika produksi dalam negeri surplus. Pasalanya, ekspor jagung akan mendatangkan devisa negara. “Saat ini perkembangan harga jagung dunia cenderung turun. Periode bulan Juli 2022 di angka Rp5.284 per kilogram. Biaya produksi jagung di angka berapa apakah masih bisa kompetitif jika kita ekspor?” ia mempertanyakan. 

 

Apalagi, melihat kebutuhan peternak pada akhir 2021 sangat kekurangan pasokan jagung. Syailendra menambahkan, pemerintah pun kemudian memberikan subsidi harga jagung supaya harga tetap terjaga di tingkat peternak. “Kami mendukung (ekspor) tetapi harus ditinjau lagi datanya,” ulasnya sambil mengoreksi kevalidan data produksi. 

 

Badan Pangan Nasional (National Food Agency – NFA) memiliki tugas stabilisasi pasokan dan harga pangan, salah satunya jagung. Budi Waryanto, Direktur Ketersediaan NFA menjelaskan, produksi jagung biasanya meninggi di Maret-April dan masuk ke musim paceklik pada Oktober. Tahun ini produksi jagung diperkirakan surplus 2.8 juta ton. Sementara, harga jagung sepanjang 2022 mengalami kenaikan karena harga input produksi seperti pupuk naik, adanya perang Rusia-Ukraina, dan kenaikan harga BBM. 

 

Asisten Ombudsman, M. Ilham Setiawan Ilham Bahri mengatakan, tata kelola pangan pemerintah selalu menhadapi persoalan data produksi yang berbeda-beda. Data jagung misalnya, tidak sinkron antarkementerian dan lembaga. Tidak ada data rujukan bagi pemangku kebijakan untuk merumuskan kebijakan. jika data tidak valid, kritiknya, pasti tindakan pelayanan ke publik akan bermasalah. Karena itu, BPS perlu melakukan penghitungan angka produksi jagung. 

 

Sementara jika ingin Indonesia menjadi pemain jagung di tingkat ASEAN, kata Dean Novel, penggiat jagung, harus diambil momentumnya. Ekspor jagung haruslah menjadi peluang strategis dan berkelanjutan.

 

“Kalau kita ekspor jagung ke negara ASEAN, harus jadi bisnis jangka panjang dan bukan sementara (hit and run). Jadi, betul-betul bikin kontraknya dan dideklarasi sehingga menjadi pemain jagung di kawasan. Karena, kuota ekspor kebutuhan jagung di negara tetangga sangat besar seperti Malaysia butuh 2,5 juta ton, Filipina 3 juta ton, Brunai sekitar 1,5 juta ton, dan Timor Leste sebesar 500 ribu ton. Dan ini harus ditangkap peluang besar bagi pemerintah Indonesia,” tegasnya. 

 

 

 

Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain