Minggu, 4 September 2022

Sukses Swasembada Beras Ditopang Diversifikasi Pangan

“Bulan lalu kita bergembira membaca berita tentang penghargaan dari IRRI kepada Indonesia atas capaian swasembada beras di Indonesia. Swasembada beras ini makin meyakinkan kita bahwa apa yang kita usahakan sejak awal masa reformasi untuk diversifikasi pangan sudah memberikan buahnya namun perlu terus diperbaiki,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancara AGRINA.
 
 
Bagaimana ceritanya swasembada beras yang kita capai?
 
Kita pernah juga swasembada beras beberapa kali, tetapipada saat itu berbeda dengan yang sekarang. Dahulu kita capai swasembada dengan peningkatan produksi dan produktivitas. Namun swasembada sekarang dicapai bukan karena peningkatan produksi dan produktivitas.
 
Produksi beras kita selama 10 tahun terakhir stagnan bahkan cenderung menurun menurut dataBPS. Produksi beras pada 2011 sebesar 38,22 juta ton menurun menjadi 31,30 juta ton pada 2021.
 
Impor beras kita juga menurun sangat besar selama 10 tahun terakhir, sebanyak 2,34 juta ton pada 2011 menjadi 0,41 juta ton pada 2021. Dengan demikian konsumsi per kapita beras kita selama 10tahun telah berkurang secara signifikan sehingga gonjang-ganjing sosial bahkan politik mengenai isu perberasan juga bisa dikurangi.
 
Prestasi swasembada ini sangat dimungkinkan dengan adanya diversifikasi pangan di dalam negeri. Penurunan konsumsi per kapita beras diikuti substitusi komoditas pangan lainnya.
 
Substitusi beras sebagai sumber kalori bisa berasal dari ketela pohon, ubi jalar, sagu,dan lainnya tapi konsumsi per kapitanya stagnan.
 
Realitanya,substitusi beras ke sumber kalori lainnya sebagian besar disumbang oleh peningkatan konsumsi per kapita gandum. Impor gandum kita selama 10 tahun terakhir meningkat lebih dari 100%. Pada 2011 kita mengimpor gandum sebanyak 5,48 juta ton meningkat menjadi 11,48 juta ton pada 2021.
 
Substitusi beras ke gandum tidak hanya membuat kita mengalami swasembada beras tapi juga meningkatkan ketahanan pangan. Kendatipun ketahanan pangan itu ditopang oleh impor pangan yang luar biasa besar.
 
Memang importasi gandum lebih stabil daripada importasi beras karena volume perdagangan internasional gandum jauh besar dibandingkan beras. Dengan demikian jaminan suplai gandum lebih baik daripada beras.
 
Namun importasi gandum yang semakin membengkak harus bisa direm agar tidak menimbulkan masalah ketahanan pangan pada masa mendatang.
 
 
Bagaimana mengurangi importasi gandum?
 
Kita kaya sumber kalori yang bervariasi dan dapat dikembangkan lebih besar lagi di dalam negeri. Singkong dan jagung sudah menunjukkan peningkatan signifikan selama 10tahun terakhir dan bisa menjadi penggantiberas dan gandum.
 
Potensi lain yang sangat signifikan adalah sagu, ubi jalar, kentang, dan sorgum yang digalakkan pemerintah belakangan ini. Sebenarnya kita tidak perlu takut mengenai ketahanan pangan karena kita merupakan negara kepulauan yang mempunyai biodiversitas sangat tinggi di bidang tanaman, hewan, serangga, perikanan, dan biota laut sebagai sumber kalori, mineral, vitamin, dan protein.
 
Sayangnya,komoditas potensi sumber kalori lokal masih memiliki keterbatasan,seperti teknologi pangannya masih sangat terbelakang, rantai pasoknya berasal dari petani-petani kecil, dan pendistribusian dalam jumlah besar membutuhkan upaya yang sangat besar.
 
Jadi pengelolaannya dari hulu ke hilir sangat terkotak-kotak dan belum dikembangkan rantai pasok dalam sistem dan usaha agribisnis yang terintegrasi.
 
Ini menjadi pekerjaan rumah kita pada masa yang akan datang untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional berbasis dari produksi dalam negeri. Selain itu, juga bisa memberikan kesempatan yang lebih besar bagi para petani untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.  
 
Perlu dikaji juga untuk pemenuhan suplai kalori nongandum dilakukan dengan pendekatan regional yang berbasis pada menu daerah. Untuk itu pemerintah daerah perlu dimampukan tentang konsep ketahanan pangan berbasis lokal dengan budaya makan daerah. Inilah makna otonomi daerah di bidang pertanian dan pangan.
 
 
 
Untung Jaya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain