Sabtu, 4 Juni 2022

Tata Laksana Kurban di Tengah Wabah PMK

Tata Laksana Kurban di Tengah Wabah PMK

Foto: Dok. Kementerian Pertanian
Pemerintah ketatkan pelaksanaan kurban di masa mewabahnya PMK melalui SE 03/SE/PK.300M/5/2022

Pelaksanaan kurban dan pemotongan hewan kurban selama wabah PMK tidak bisa sembarangan!
 
 
Kementerian Pertanian menyiapkan prosedur penyediaan hewan kurban 14 hari sebelum Idul Adha. Hal ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kesehatan hewan dari penyakit mulut dan kuku (PMK) yang sekarang tengah mewabah.
 
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjamin, sesuai masa inkubasi 14 hari, seluruh hewan kurban yang akan dipotong diharapkan sudah teregistrasi dan mendapatkan perlakuan kesehatan hewan sesuai prosedur.
 
Lebih lanjut Mentan SYL berujar, pemerintah melalui Kementerian Pertanian tetap memproyeksikan pemotongan hewan kurban sebanyak 1.722.982 ekor untuk memenuhi kebutuhan Idul Adha 2022. Jumlah ini lebih banyak 5-6% ketimbang jumlah kurban tahun lalu sebanyak 1.640.935 ekor.
 
Berdasarkan angka tersebut, Mentan meyakini, potensi ketersediaan hewan kurban pada 2022 cukup, bukan berasal dari daerah yang masuk dalam zona merah atau terkonfirmasi PMK dari hasil laboratorium, sebanyak 1.731.594 ekor. “Kita sudah buat mapping (pemetaan) dimana daerah yang bisa diambil dan tentunya yang berwarna hijau,” ulas dia.
 
Saat ini, pihaknya terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada pedagang hewan kurban dan peternak. Ia mengimbau agar peternak, pedagang, dan masyarakat tidak panik berlebihan.
 
Di samping itu, Mentan meyakini pelaksanaan dan pemeriksaan hewan kurban untuk Idul Adha akan lebih ketat, akan tetapi tidak menyulitkan. Semua hewan yang masuk ke Pulau Jawa, imbuhnya, harus melalui pemeriksaan. Mobil-mobil pengangkut harus lebih dulu dilakukan disinfeksi.
 
 
Surat Edaran 03/SE/PK.300M/5/2022
 
Menyikapi kebingungan peternak dan pedagang kurban, Kementerian Pertanian mengeluarkan Surat Edaran No.03/SE/PK.300/M/5/2022 tentang Pelaksanaan Kurban dan Pemotongan Hewan dalam Situasi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku.
 
SE tersebut mengimbau kepada gubernur, bupati, dan walikota di Indonesia dalam pelaksanaan kurban dan pemotongan hewan dalam situasi wabah PMK, mengikuti panduan dalam surat edaran dengan menyesuaikan situasi dan kondisi di wilayah masing-masing.
 
Untuk administrasi lainnya, hewan kurban wajib memiliki Sertifikat Veteriner (SV) atau Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang diterbitkan oleh otoritas veteriner setempat. Hewan kurban harus dinyatakan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan hewan yang dilakukan oleh dokter hewan atau paramedik veteriner di bawah pengawasan dokter hewan berwenang.
 
Selain itu, di dalam SE ini juga dijabarkan kriteria tempat penjualan hewan kurban untuk mencegah meluasnya wabah PMK. Penjualan hewan kurban dilakukan di tempat yang telah mendapatkan persetujuan dari otoritas veteriner.
 
Tempat penjualan tersebut memenuhi persyaratan memiliki lahan yang cukup sesuai dengan jumlah hewan, dilengkapi pagar atau pembatas agar hewan tidak berkeliaran dan tidak memungkinkan hewan peka lain masuk ke tempat penjualan. Tersedia pula fasilitas untuk menampung limbah yang tidak boleh dikeluarkan sebelum dilakukan disinfeksi atau pemusnahan.
 
Di samping itu, tersedia fasilitas dan bahan untuk tindakan pembersihan dan disinfeksi terhadap orang, kendaraan, peralatan, hewan, serta limbah. Tersedia tempat isolasi untuk hewan yang ditemukan terduga terjangkit PMK atau sakit. Terakhir, tersedia tempat pemotongan bersyarat untuk hewan yang tidak dapat diobati atau hewan dalam kondisi ambruk.
 
Sementara terkait pemotongan bisa dilakukan di rumah potong hewan ruminansia (RPH-R) yang ditunjuk oleh pemerintah dan memenuhi persayaratan teknis RPH-R sesuai dengan pedoman pemotongan hewan di RPH-R dalam rangka kesiagaan darurat PMK.
 
Untuk pemotongan di luar RPH-R, tempat tersebut telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah daerah, tersedia fasilitas dan bahan untuk pembersihan dan disinfeksi kendaraan, peralatanm hewan, limbah, dan orang. Tersedia juga fasilitas air besih dan fasilitas perebusan.
 
 
Aspek Syariah dan Aspek Teknis
 
Pada kesempatan lain, Supratikno, asesor juru sembelih halal (Juleha) menerangkan, prinsip utama dalam berkurban meliputi dua aspek, yakni syariah dan teknis. Untuk aspek syariah, imbuhnya, merupakan kewenangan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sementara untuk aspek teknis, penjual dan pembeli harus adaptif sesuai anjuran pemerintah melalui SE 03/SE/PK.300M/5/2022, mirip seperti saat berkurban di masa pandemi.
 
Untuk pembeli hewan kurban, peneliti halal science center (HSC) IPB ini menyarankan alternatif lain yang tersedia. Skenario pertama, pembeli bisa memanfaatkan penjualan secara daring (online) atau sistem tebar kurban, sehingga hewan tidak harus datang ke pembeli. Nantinya juga memungkinkan daging itu diproses menjadi kurban kaleng yang sudah diperbolehkan sesuai Fatwa MUI.“Misalkan beli kurban di Jawa Timur, itu juga membantu peternak yang resah karena sapinya tidak bisa keluar atau kesulitan dalam menjual,” bahasnya.
 
Dosen Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University ini menerangkan, daging kurban yang sudah menjadi produk sudah aman untuk diedarkan. Sebab, yang dibatasi hanya persyaratan, jenis hewan, dan waktu penyembelihannya, tetapi tidak waktu pembagian atau distribusinya selain di hari tasyrik.
 
Skenario berikutnya, pemberi kurban tidak harus hadir ke lokasi pembelian. Ia bisa diwakilidewan kemakmuran masjid (DKM). Anggota DKM pun tetap harus memberlakukan protokol kesehatan sebab juga berpotensi menularkan virus.
 
 
Fatwa MUI: Sah, Tidak Sah, dan Sedekah
 
Dari sisi keabsahan hewan kurban, MUI melalui KH Asrorun Niam, Ketua Bidang Fatwa MUI mengeluarkan Fatwa MUI No.32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah PMK.
 
Dengan ketentuan hukum yang ditafsir atau dirinci ini, pertimbangan hukum tersebut untuk memastikan perlindungan masyarakat dari dampak yang ditimbulkan. Di sisi lain, jangan sampai mengakibatkan kepanikan di tengah masyarakat. Kategori hukumnya terbagi menjadi tiga, yakni sah, tidak sah, dan sedekah.
 
Kategori sah dijadikan hewan kurban berlaku untuk hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan. Seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya.
 
Kategori tidak sah, untuk hewan kurban yang terkena PMK dengan gejala klinis berat. Seperti lepuh kuku hingga terlepas, pincang, tidak bisa berjalan, dan sangat kurus. Namun begitu, hewan sembuh yang terjangkit PMK dengan segala gejala klinis berat dalam rentang waktu kurban (10-13 Zulhijjah) masih sah dijadikan hewan kurban.
 
Terakhir kategori sedekah. Ia menjelaskan, ini berlaku bagi ternak yang sembuh dari PMK dengan gejala klinis berat tapi pada rentang waktu setelah melewati batas waktu berkurban.
Ia menambahkan, hewan yang ditandai dengan pelubangan di telinga menggunakan eartagatau cap pada tubuh tetap sah untuk dikurbankan.
 
 
Mitigasi Lalu Lintas Ternak
 
Bambang, Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) mengatakan, pihaknya melarang pemasukan dan pengeluaran media pembawa berisiko dari daerah yang terbukti secara klinis terdapat kasus PMK. Larangan pemasukan dikecualikan terhadap media pembawa berupa produk hewan yang berasal dari daerah bebas PMK. Dengan syarat, melengkapi surat keterangan kesehatan hewan atau sertifikat veteriner sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
Ia memastikan, pengawasan lalu lintas media pembawa PMKdilakukan bersama aparat penegak hukum dan instansi terkait. Sedangkan pengiriman ternak dari daerah wabah agar mengoptimalkan tol laut dan transportasi lain tanpa melawati Provinsi Jawa Timur dan daerah lain yang terbukti secara klinis terdapat kasus PMK.
 
Sebagai lokasi awal ditemukannya virus PMK, Indyah Artani, Kepala Dinas Peternakan ProvinsiJawa Timur pada kesempatan lain mengutarakan, pihaknya saat ini menerapkan lalu lintas ternak pada kondisi wabah PMK mengacu kepada SE Mentan 02/2022 dan SE Mentan 03/2022 ditambahkan SOP lalu lintas hewan peka PMK yang dikeluarkan Pemprov Jawa Timur.
 
Untuk ternak dari daerah bebas ke daerah terduga dan daerah tertular, urainya, tetap bisa berjalan sesuai SOP lalu lintas yang selama ini ada. Namun begitu, harus dilakukan biosekuriti terhadap kendaraan pengangkut dan orang yang menyertainya. Kemudian dari daerah bebas ke daerah wabah, hanya untuk keperluan dipotong di RPH bukan untuk budidaya dengan syarat seperti lalu lintas menuju daerah tertular.
 
Selanjutnya, ternak dari daerah terduga tidak boleh dilalulintaskan ke daerah bebas. Namun untuk ternak dari daerah terduga, bisa melalulintaskan hewan peka PMK sesuai SOP ke daerah terduga dan tertular. Sementara ternak dari daerah wabah, tidak boleh sama sekali melalulintaskan ternaknya ke daerah bebas, terduga, tertular, dan wabah.
 
 
 
Try Surya Anditya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain