Sabtu, 4 Juni 2022

Vaksinasi PMK, Impor Dulu, Baru Lokal

Vaksinasi PMK, Impor Dulu, Baru Lokal

Foto: Dok. Kementerian Pertanian
Menunggu vaksin siap, terapkan selalu biosekuriti dan disinfeksi

Sembari menunggu vaksin lokal tersedia Agustus mendatang, Kementan akan impor 3 juta dosis vaksin PMK dari Perancis yang akan masuk Juni ini.
 
 
Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan upaya-upaya pencegahan menyebarnya penyakit mulut dan kuku (PMK). Yang utama adalah pendirian posko koordinasi, pengaturan lalu lintas, pendistribusian obat, penyediaan vaksin, pelatihan, dan penderasan informasi.
 
Nuryani Zainuddin, Direktur Kesehatan Hewan,Ditjen PKH Kementan mengatakan, pemerintah telah melakukan distribusi obat untukmengobati ternak yang terserangPMK. Hal ini berbeda dengan kasus PMK di negara-negara maju. Pemerintah mereka mengambil kebijakan stamping out(pemusnahan) ternak yang terserang PMK dengan memberikan kompensasi bagi para peternak terdampak.
 
“Namun Indonesia belum menyediakan anggaran serta regulasi saat ini tidak memungkinkan terkait kompensasi atau penggantian ternak yang diafkir,” ujarnya, Sabtu (4/6).
 
Dari sisi penyediaan vaksin, rekomendasi komisi obat hewan adalah sesuai serotipe. Tantangannya, vaksin impor diproduksi atau dibuat berdasarkan pesanan (made by order) sehingga tetap memerlukan waktu. Diharapkan, pada minggu kedua Juni vaksindarurat sudah siap dari Perancis. Sementara vaksinasi massal berikutnya akan menggunakan vaksin produksi Pusat Veteriner Farma (Pusvetma), Surabaya,yang diperkirakan minggu keempat Agustus sudah tersedia.
 
 
Vaksin PMK dari Perancis
 
Dalam rapat bersama Komisi IV DPR (2/6), Nasrullah, Dirjen PKH Kementan menjelaskan, pihaknya bakal mengimpor 3 juta dosis vaksin PMK dari Perancis. Namun dana Kementan hanya cukup untuk mendatangkan 1 juta dosis.Selain Perancis, beberapa negara seperti Australia, Thailand, Malaysia, dan Vietnam telah menawarkan pasokan vaksin.
 
Ia juga menyampaikan, Kementan telah mengunjungi beberapa negara seperti Brasil, Filipina, dan Australia terkait penanganan PMK. Dari ketiga negara ini, hanya Brasil yang belum dinyatakan bebas PMK sejak 50 tahun lalu.
 
Kunjungan pemerintah ke Brasil, bahas Nasrullah, untuk mempelajari keberhasilan Negeri Samba dalam penerapan zonasi. Dengan zonasi ini Brasil bisa mendeklarasikan beberapa zona daerahnya telah bebas dari PMK tanpa vaksinasi.“Akhir 2023 mereka akan menjadi negara bebas PMK dan sudah ada enam daerah yang bebas PMK,” lanjutnya.
 
Saat naskah ini diturunkan (8/6), Kementan mencatat penyebaran PMK sudah menjangkau 17 provinsi hanya dalam waktu sebulan dan menyerang sekitar 40 ribu ekor ternak.
 
 
Proses Produksi Vaksin
 
Indonesia pernah memproduksi vaksin PMK sejak 1952 dan melakukan vaksinasi massal sejak 1964. Berkaca pada keberhasilan tersebut, Edy Budi Susila, Kepala Pusvetma dalam keterangan resminya (27/5) menjelaskan, proses pengembangan produksi vaksin di Pusvetma tengah memasuki tahap purifikasi isolat dan fase keenam.
 
“Proses pembuatan vaksin PMK ini dengan menggunakan teknologi tissue culture dengan sel fibroblas BKH (Baby Hamster Kidney) 21. Vaksin bersifat inaktif dan diformulasikan dengan adjuvant,” jelasnya.
Edymenegaskan, pengembangan vaksin PMK perlu proses. Pasalnya, Pusvetma sudah tidak memproduksi vaksin itu sejak Indonesia dinyatakan bebas PMK tanpa vaksinasi oleh OIE pada 1990.
 
Pada kesempatan lain, Tri Satya Putri Naipospos, Ketua II Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) menuturkan, dalam rencana produksi vaksin lokal dibutuhkan pertumbuhan virus dalam jumlah besar menggunakan fasilitas high containment biosecurity level 3 (BSL 3) dan harus diadaptasi secara konstan. Hal ini, ulas Tata, sapaan akrabnya, bertujuan untuk mempertahankan strain vaksin yang ada tetap dalam sirkulasi.
 
 
Target Vaksinasi Awal
 
Nuryani mengungkapkan, pengadaan vaksin PMK sesuai Peraturan Pemerintah No.47/2014. Strain vaksin telah melalui proses pengkajian komisi obat hewan (KOH),yakni protektif terhadap virus lapang dan direkomendasikan kepada pemerintah.
 
Jumlah yang akan tersedia pada fase pertama tigajuta dosis vaksin impor. Untuk kekebalan penuh, jelasnya, diperlukan duakali vaksinasi dasar dan satukali penguat (booster). Sehingga tigajuta dosis dapat digunakan untuk satujuta ekor hewan dengan estimasi durasi kekebalan 12 bulan atau pada tahun pertama. Pada tahun kedua, vaksinasi dilakukan setiap 6 bulan.
 
“Target vaksinasi pada fase pertama adalah ternak bibit (UPT), sapi perah dan hewan terancam di wilayah wabah,” bebernya.
 
 
Tantangan Pengadaan Vaksin
 
Tata menyebut, vaksinasi merupakan elemen penting rencana darurat bukan hanya untuk PMK. Keputusan pengambilan vaksin harus mempertimbangkan aspek epidemiologi, ekonomi, dan sosial.
 
Regional Consultant OIE 2007-2008 tersebut juga mengingatkan, vaksin jarang tersedia di negarabebas PMK untuk kedaruratan penyakit hewan kecuali strain berpatogenisitas rendah atau terlokalisasi pada hospes pembawa. Selain itu, seleksi strain vaksin PMK menghadapisejumlah tantangan.Mulai dari kurangnya perlindungan silang (cross protection) antara serotipe virus serta perlindungan antara beberapa subtipe virus memengaruhi penerapan vaksin di lapangan.
 
Kemunculan virus PMK varian baru secara periodik membuat vaksin yang ada tidak efisien. Konsekuensinya, seleksi pemilihan strain secara berkala penting dilakukan untuk memungkinkan penggunaan vaksin yang tepat dan efisien.
 
Ia mewanti-wanti, kecocokan vaksin (vaccine matching) menjadi sangat penting. Belajarlahdari wabah penyakit hewan yang telah divaksinasi dengan benar. Jangan sampai keliru seperti kasus strain SA Iran O5 pada sapi yang divaksinasi dengan A Iran 96 di Timur Tengah. Kemudian wabah AT2 di Botswana meskipun telah menggunakan vaksin trivalen, O PanAsia 2 di Turki dan Iran.
 
Ia melanjutkan, strain vaksin yang digunakan di wilayah geografis tertentu sangat bergantung pada serotipe dan genotipe yang bersirkulasi. Sebab, tidak ada vaksin universal untuk pengendalian PMK, mengingat strain vaksin yang berbeda digunakan di wilayah geografis berbeda pula.
 
Perlu diingat, kendati vaksin PMK secara global telah tersedia selama lebih dari 70 tahun, pencegahan penyakit hanya berhasil di wilayah terbatas di dunia. Utamanya, keberhasilan penanggulangan wabah PMK di Indonesia akan bergantung pada Sistem Kesehatan Hewan Nasional yang efisien (sesuai OIE PVS) dan pengawasan (surveillance) penyakit.
 
Meskipun vaksin efektif dalam menginduksi kekebalan protektif pada spesies ternak, respons umurnya pendek dengan perlindungan silang terbatas dan tidak dapat menghilangkan virus dari hewan yg terinfeksi secara persisten, mencegah viraemia atau ekskresi virus (shedding). “Vaksin hanya menyediakan proteksi yang pendek, jangka waktu 4-6 bulan dan membutuhkan pengiriman dengan rantai dingin. Secara logistik menjadi problematik dan mahal di wilayah endemik,” tandasDirektur Kesehatan Hewan 2003-2005 itu.
 
 
Biosekuriti dan Pemilihan Disinfektan
 
Sambilmenunggu vaksin tersedia, peternak dan penjual hewan ternak sangat dianjurkan untuk menerapkan biosekuriti dan disinfeksi. Okti Nadia Poetri, Dosen Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner SKHB IPB University menjelaskan, penerapan biosekuriti salah satunya dengan sanitasi. Caranya dengan menjaga kebersihan dan melakukan disinfeki kandang, peralatan, serta tempat pakan secara berkala.
 
Penerapan biosekuriti praktis juga bisa melalui isolasi dan kontrol lalu lintas hewan dan personil dipeternakan. “Biosekuriti ditujukan bagi karyawan peternakan, tamu, kendaraan, dan barang yang masuk ke peternakan. Hal ini sangat penting dalam memastikan biosekuriti di lingkungan peternakan,” lanjutnya.
 
Sementara untuk pemilihan disinfektan, Andriyanto, Dosen Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi SKHB IPB University memaparkan, asam sitrat 0,2-2%, sodium hipoklorit 3%, glutaraldehid 1-2%, sodium karbonat 4%, formaldehid 8%, serta hidrogen peroksida 5% merupakan beberapa disinfektan yang efektif.
 
Alternatif lain dalam penanganan PMK adalah memanfaatkan acidic electrolyzed water (EW)  dengan pH 2.6-5.8. EW ini, jelasnya, memiliki beberapa kelebihan keamanan, tidak toksik, biokompatibilitas, korosif tingkat rendah pada logam, dan aman terhadap lingkungan.
 
Terkait penggunaan herbal sebagai terapi penunjang, Aulia Andi Mustika, Dosen Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi SKHB IPB University mengungkapkan, bentuk simplisia herbal dapat langsung diberikan tanpa proses pengolahan. Sedangkan, infusa atau bentuk herbal terproses dengan perebusan pada suhu 90OC dalam waktu 15 menit yang bisa dimanfaatkan untuk PMK yaitu dari daun kelor, spirulina, ruku-ruku,dan kunyit.
 
”Ekstrak buah mengkudu, temu kunci, jeruk keprok merupakan beberapa bahan alami lain yang mudah ditemukan dan dapat digunakan sebagai terapi penunjang PMK,” tambahnya.
 
Ia pun menyebutkan, herbal dekok dapat dibuat dengan proses perebusan lebih lama atau 90OC selama 30 menit. Dekok herbal yang dapat digunakan untuk PMK diantaranya akar manis dan kombucha. Sementara herbal dalam bentuk topikal, dioleskan pada lesio atau luka pada hewan.
 
“Madu, milet, dan soda abu dicampur laludioles secara merata pada luka. Salep dan spray yang berasal dari infusan daun sirih merah, daun binahong, dan biji bengkuang juga dilaporkan efektif untuk menyembuhkan luka pada hewan. Tentu ini bisa diaplikasikan pada luka akibat PMK,” saran dia.
 
 
 
 
Try Surya Anditya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain