Sabtu, 4 Juni 2022

Cegah “Kiamat” Ruminansia, Tangani PMK dengan Cepat dan Tepat

Cegah “Kiamat” Ruminansia, Tangani PMK dengan Cepat dan Tepat

Foto: Dok. Kementerian Pertanian
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meninjau peternakan di Jawa Timur (11/5)

PMK tidak cuma merugikan sektor peternakan, tapi berimbaslebih luas. Harus ditangani secara serius, cepat, dan tepat.
 
Euforia menyambut Idul Fitri tahun ini langsung meredup bagi peternak ruminansia berkukubelah di dalam negeri. Sebab, setelah 30 tahun lebih dinyatakan bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) atau foot and mouth disease (FMD) oleh organisasi kesehatan hewan dunia (Office International des Epizooties – OIE), Indonesia kembali kejebolan virus PMK.
 
Kasus penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) belum selesai, tiba-tiba muncul PMK menambah ancaman terhadap ternak ruminansia nasional. Indonesia memang pernah berjibaku dan menang melawan PMK, tetapi prosesnya butuhwaktu satu abad.
 
Diawali pada 5 Mei 2022, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengumumkan kejadian PMK telah menyerang 1.247 ekor ternak di Kab. Gresik, Sidoarjo, Lamongan, dan Mojokerto. Tanpa menunggu lama, kabar PMK juga menyusul dari Kab. Aceh Tamiang dan Aceh Timur, Provinsi Aceh. Hingga 2 Juni 2022, data Kementerian Pertanian mencatat sebanyak 57.732 hewan ternak tengah menunjukkan gejala PMK di 127 kabupaten dan kota di 18 provinsi.
 
 
Serotipe O/ME-SA/Ind-2001e
 
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Senin (23/5) mengumumkan serotipe wabah PMK yang melanda Indonesia telah ditemukan, yakni O/ME-SA/Ind-2001e. Serotipe ini ditemukan banyak menyerangnegara-negara di Asia Tenggara.
 
Hingga saat ini, penyebab merebaknya kembali PMK masih belum bisa dipastikan. Beberapa isu beredar, salah satunya karena Indonesia berani mengimpor daging kerbau beku dari India, negara yang belum bebas dari PMK. Namun juga muncul dugaan, impor hewan ternak berkuku belah secara ilegal yang menjadi pemicunya.
 
Tri Satya Putri Naipospos, Pengamat Kesehatan Hewan Internasional menduga, masuknya PMK memiliki keterkaitan dengan beberapa negara di Asia Tenggara yang melaporkan terjadi peningkatan kasus. Alasannya, serotipe O/ME-SA/Ind-2001e ini merupakan strain yang dominan dalam beberapa tahun terakhir.
 
Regional Consultant OIE 2007-2008 ini menjelaskan, distribusi serotipe O topotipe ME-SA adalah yang paling umum sebagai penyebab wabah PMK di India. Lebih lanjut ia mengutarakan, tiga dari enam lineage yang dinyatakan paling sering dideteksi adalah Ind-2001, PanAsia, dan PanAsia-2.
 
Lineage O/ME-SA/Ind-2001 khusus dilaporkan di India pada 2001. Sejak itu muncul di seluruh dunia, dengan sublineage O/ME-SA/Ind-2001d dan O/ME-SA/Ind-2001e yang menyebar di Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Tenggara,dan Asian Timur,” urainya.
 
Wanita yang akrab disapa Tata ini menjabarkan, OIE melakukan studi di wilayah Asia Tenggara pada 2017. Kesimpulannya, secara keseluruhan risiko masuknya PMK sangat tinggi.
 
Serangan lebih lanjut virus PMK bukan lagi masalah “jika terjadi” melainkan “kapan terjadi” atau hanya soal waktu saja. Realitas ini dipicu oleh deteksi virus PMK serotipe O dari Asia Selatan ke Laos, Vietnam, dan Myanmar pada 2012 dan Asia-1 ke Myanmar pada 2017.  
 
 
Tak Zoonosis, Namun Destruktif
 
Produk ternak berupa daging dan susu aman untuk dikonsumsi pada keadaan wabah PMK. Tata berujar, kendati tidak menular ke manusia (zoonosis), namun PMK dianggap sebagai isu one heatlh. Hal ini lantaran dampaknya terhadapkesejahteraan hewan (animal welfare) yaitu penyembelihan massal stok ternak sehat serta kesejahteraan manusia (human welfare) yakni hilangnya mata pencaharian peternak.
 
Dampak ekonomi, sosial,dan lingkungan akibat PMK benar-benar menghancurkan (destruktif). Sebab, selama endemik akan terjadi penurunan produktivitas ternak yang parah. Efek dominonya membuat kegiatan pertanian, peternakan, industri dan sosial terganggu. Bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga perdagangan internasional.
 
Mentan SYL berujar, penularan PMK cukup cepat melalui udara, bahkan bisa mencapai radius 100 km. Jadi, akan timbul permasalahanbaru apabila tidak ditangani dengan tepat dan cepat.
 
Kerugian PMK di Indonesia ditaksir mencapai Rp9,9 triliun per tahun. Ini dihitung dari penurunan produksi, kematian, dan pelarangan atau pembatasan ekspor produk ternak dan turunannya.
 
 
Rugi Tak Bisa Dielakkan
 
Rochadi Tawaf, Dewan Pakar Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) pada kesempatan berbeda menuturkan, sebagai saksi hidup dan saksi ahli saat dulu PMK di Indonesia, kerugian dari stamping out (pemusnahan ternak) begitu besar. Pada 2012, Tata menghitung kerugian sebesar Rp9,6 triliun.
 
Sementara Sofyan Sudrajat, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewanperiode 1999-2004, menaksir kerugian Rp15,5 triliun.“Saya menilai tidak kurang dari Rp20 triliun saat ini. Itu baru dari sisi peternakan,” bebernya.
 
Sofyan Sudrajat, yang juga ditunjuk sebagai Ketua Tim Nasional Pemberantasan PMK pada 1983, saat ditemui AGRINA di Jakarta, Rabu (8/6) menegaskan, permasalahan PMK tidak bisa hanya diselesaikan Kementerian Pertanian. Berkaca pada masa itu, Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri juga dilibatkan untuk mengambil keputusan.
 
“Dulu pemerintah menyiapkan Rp55 miliar.Ini biayastamping out dari pemerintahuntuk ternak yang berdekatan,bukan yang sakit. Kita juga berkomunikasi dengan Australia,” ceritanya.
 
Bahkan, ulas dia, dulu pemerintah berani menolak impor apapun dari negara yang belum bebas dari PMK. Kalau tidak ditangani secara tepat, tinggal menunggu nasib saja karena PMK sulit untuk dimusnahkan.
 
Nanang P. Subendro, Ketua Umum PPSKI mengutarakan, saat ini kondisi peternak dalam posisi darurat (emergency) dan sudah waktunya dianggap serius oleh pemerintah pusat. Menurut pantauannya, menjelang Idul Adhaharga sapi di daerah wabah anjlok. Normalnya Rp55 ribu/kg bobot hidup, sekarang tinggalRp20 ribu-Rp25 ribu/kg. Sedangkan di daerah hijau atau bebas, harganya naik menjadi Rp60 ribu– Rp85 ribu/kg karena permintaan meningkat.
 
Sembari menunggu vaksin siap, peternak sekaligus dokter hewan ini meminta pemerintah untuk menyetop impor daging dari India. Justru Bulog, pintanya, diarahkan untuk menyerap daging-daging sapi peternak lokal yang terpaksa dipotong.
 
“Sapi yang dinyatakan telah sembuh dari PMK tetap harus langsung di-culling(dipotong) karena tetap bisa berperan sebagai carrier(pembawa) virus selama duatahun. Virusnyabertahan di bagian nasofaring meskipun sudah sembuh,” tandas Nanang.
 
Agus Warsito, Ketua Umum Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) mengatakan, produksi susu koperasi-koperasi peternak di Jawa Timur sudah turun hingga 40%. Produksi susu di Pujon, Malang tadinya 120 ton saat ini menjadi 80 ton. Bila tidak tertangani, akan terjadi depopulasi 30-40% sapi perah dalam 4 bulan ke depan.
 
Sapi-sapi yang terinfeksi PMK, sulit makan, ambruk, dan putingnyaterluka. Dampaknya, produksi susu yang semula 15 liter/hari bisa drop menjadi 3 liter/hari. “Implikasi lain, peternak menjual sapi perah produktif hanya Rp2 juta/ekor. Padahal normalnya di harga Rp25 juta/ekor,” imbuhnya.
 
Dedi Setiadi, Ketua Umum Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) mengatakan, tingkat kematian akibat PMK memang rendah, 1-5%. Namun produksi susu turun rata-rata 80%. Dilaporkan pula oleh anggotanya, sejumlah sapi muda mati.Hal ini tentunya tidak bisa dibiarkan karena memengaruhi keberlanjutan populasi. Padahal, saat ini produksi susu nasional baru mencukupi 21% dari total kebutuhan nasional.
 
 
Mitigasi Lalu Lintas Ternak Harus Jelas
 
Sementara itu, Yudi Guntara Noor, Ketua Umum Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) menuturkan, secara perdagangan internasional, ekspor domba-domba asal Indonesia sudah ditangguhkan. Meskipun peternak diminta untuk tidak panik, lalu lintas hewan ternak yang disiapkan untuk kurban Idul Adha 2022 praktis telah terganggu.
 
Yang terbaru, terdapat rumah potong hewan (RPH) di DKI Jakarta yang terpaksa dikunci (lockdown) lantaran ditemukan sapi ber-PMK. “Padahal RPH itu ujung akhir semua produk. Mau sapi itu sehat atau sakit, RPH merupakan penyelesaiannya,” bahasYudi.
 
Ketua Komite Tetap Industri Peternakan Kadin Indonesia tersebut meyakini, lalu lintas ternak perlu mitigasi secepatnya dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Penutupan antarwilayah akan menyulitkan penyaluran hewan yang disiapkan untuk kurban. Jika mitigasi tidak serius, dampak pasti utamanya adalah pasokan daging dan ternak. Kurban yang disiapkan peternak untuk dijual akan sia-sia karena tidak bisa didistribusikan.
 
Selain itu, peternak yang menyiapkan ternaknya untuk kurban, harus merogoh koceknya lebih dalam untuk biaya surat-surat dan ongkos angkut akibat pelarangan masuk atau transit dari daerah bebas ke daerah terinfeksi. Di daerah tertentu, ada yang menerapkan syarat pemeriksaan uji klinis bebas PMK dari setiap ternak yang dikirim dengan fasilitas uji klinis dengan biaya Rp500 ribu/ekor. Hasil uji keluar dalam 3-4 hari.
 
Melihat semua dampak negatif tersebut, PMK perlu segera ditangani lebih cepat dan masif, baik secara teknis maupun penyediaan dananya, agar ekonomi ruminansia nasional tidak “kiamat”.
 
 
 
Try Surya Anditya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain