Foto: Try Surya Anditya
Adi Prima dan Maxim Bratchikov (kiri ke kanan), pupuk KCl meningkatkan hasil tanaman
Aplikasi pemupukan berimbang kerap didengungkan agar tanaman tumbuh optimal. Namun, bagaimanakah penerapan pemupukan berimbang yang sebenarnya?
Menanam padi dan jagung tak hanya sekadar menanam lalu panen. Untuk menghasilkan produktivitas yang diinginkan, petani harus memberikan nutrisi tanaman yang cukup dengan pemupukan. Namun, petani menghadapi kendala terbatasnya pupuk bersubisidi dan mahalnya harga pupuk komersial. Maraknya peredaran pupuk yang diduga aspal alias asli palsu dengan harga murah, membuat petani tergiur memilihnya untuk menekan biaya produksi.
Berlatar kendala tersebut dan pentingnya pemahaman aplikasi pemupukan yang baik, PT Lautan Luas, Tbk. menggandeng AGRINA mengadakan webinar bertajuk “Menjawab Tantangan Peningkatan Produksi Padi dan Jagung Nasional dengan Pemupukan Berimbang: Peran Pupuk KCl Mendongrak Produksi”.
Webinar yang diselenggarakan secara daring pada Rabu, 25 Mei 2022 itu menghadirkan para pembicara yaitu Budi Hanafi, Kordinator Pupuk dan Pembenah Tanah, Direktorat Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian; Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas Chaniago, MSc, Ahli Pupuk dan Biologi Tanah; Maxim Bratchikov, Head of Product Promotion URALKALI, produsen dan eksportir pupuk kalium asal Rusia;Adi Prima Saragih dari PT Lautan Luas, Tbk., dan Zulharman Djusman, Wasekjen Kelompok KTNA Nasional.
SNI Pupuk
Mewakili Direktur Pupuk dan Pestisida, Budi menjelaskan, pupuk merupakan sarana produksi pertanian yang berperan penting meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman. Oleh karena itu, peredaran dan penggunaan pupuk harus mendapat pengawasan ketat sehingga terjamin mutu dan efektivitasnya. Untuk menjamin mutunya maka pupuk yang diproduksi atau diimpor, dikemas, dan diedarkan di Indonesia untuk sektor pertanian harus terdaftar serta memiliki standar mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Apabila belum ditetapkan SNI-nya maka menggunakan Persyaratan Teknis Minimal (PTM).
Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian No. 16 Tahun 2012 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pupuk Anorganik Tunggal SecaraWajib. Pasal 2 ayat (1) aturan itu menyebutkan pemberlakukan SNIpupuk anorganik tunggal secara wajibterhadap jenis produk meliputi pupuk urea, ZA, tripel super fosfat, SP-36, fosfat alam untuk pertanian, dan KCl. “Pupuk KCl yang telah terdaftar dan beredar, wajib mengikuti SNI 02-2805-2005,” terang Budi. Dalam SNI 02-2805-2005, syarat mutu pupuk kalium klorida (KCl) yaitu mengandung K2O minimal 60% dengan kadar air maksimal 1%.
Dasar hukum lainnya adalah Peraturan Menteri Pertanian No. 36 Tahun 2017 Tentang Pupuk Anorganik. Aturan ini menjamin mutu dan efektivitas pupuk anorganik serta memberikan kepastian formulasi pupuk anorganik yang beredar di Indonesia sesuai dengan komposisi yang didaftarkan. “Sebagaimana kita ketahui apabila kita lihat di karung-karung, di situ diwajibkan untuk mencantumkan komposisi pupuk yang didaftarkan. Ini harus sesuai dengan yang didaftarkan,” tegasnya.
Menurut Budi, pupuk KCl yang terdaftar sepanjang 2017-2021 mengalami tren penurunan dan tidak sebanyak pupuk NPK. Tahun 2017 ada 5 produsen yang mendaftarkan pupuk KCl. Di tahun 2018 naik menjadi 12 produsen pupuk KCl, lalu berturut-turut menurut pada 2019 dan 2020 menjadi 8 dan 7 produsen, sedangkan tahun 2021 ada 8 produsen. “Catatannya adalah nomor pendaftaran pupuk berlaku untuk 5 tahun. Nah kalau kita lihat, pupuk KCl yang terdaftar itu dalam bentuk butiran, cair, tepung, tablet, prill, batang, pelet dan bentuk lainnya,” jelasnya.
Pengawasan
Menanggapi masalah pengawasan kualitas pupuk, terutama KCl dan SP-36, Budi menerangkan, Kementan memiliki Subdit Pengawas Pupuk dan Pestisida. Salah satu kegiatannya yaitu mengambil sampel pupuk dan pestisida sebanyak 50 sampel per tahun. Selain itu, ada Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. “Saat ini ada MoU antara Pak Menteri dan Kapolri Bareskrim terkait pengawasan pupuk di lapangan. Itu tetap ada pengawasan baik di tingkat daerah maupun pusat,” tukasnya.
Zulharman menerangkan, pada periode 1994-2001 unsur tokoh masyarakat, organisasi/kelembagaan petani, serta akademisi dilibatkan dalam KP3 baik di tingkat nasional maupun kecamatan. Namun, sejak 2001 ada aturan baru yang menghilangkan unsur kelembagaan petani, tokoh masyarakat, ataupun akademisi dalam KP3. Sehingga, Zul, sapaan akrabnya menilai, saat ini KP3 tidak maksimal dalam pengawasan dan monitoring di lapangan.
Iswandi menambahkan, pengawasan pupuk yang beredar sangat penting dan harus diperhatikan. Sebab berdasarkan pengalaman saat mengecek kualitas pupuk di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Dewan Pakar Ina-SRI itu kerap menemukan pupuk palsu yang dijual di kios-kios pertanian. “Banyak sekali kasus-kasus yang bisa dibawa ke pengadilan karena pemalsuan pupuk secara besar-besaran,” ungkapnya.
Apalagi, petani sangat dirugikan dengan keberadaan pupuk palsu tersebut. Iswandi menuturkan, pupuk yang kerap dipalsukan di antaranya KCl dan SP-36. Pupuk palsu itu dijual dengan harga yang murah sekali sehingga menarik minat petani untuk membelinya. Padahal jika dihitung, kandungan hara pupuk tersebut sangatlah rendah, sekitar 1%. Dengan begitu, sangat tidak imbang harga yang dibayarkan petani meskipun murah. “Jadi, kasihan petani kita ini dibohongin terus,” tandasnya.
Membedakan antara pupuk kalium yang asli dan palsu, Adi Prima menambahkan, menggunakan tes lab, dilihat dari segi fisik dan segi harga. “Jika ada yang menawarkan harga turun padahal saat ini harga sedang tinggi, pasti ada indikasi pupuk palsu. Itu pasti terjadi di lapangan. Karena kami cek ada beberapa kandungan formula yang sama tapi dengan harga yang lebih murah dan harga lainnya tinggi. Ilmu lapangannya dari segi harga, kita bisa membedakan,” terangnya.
Berimbang dan Berkelanjutan
Menjawab tantangan produksi padi dan jagung nasional serta komoditas pangan lainnya, Iswandi mengatakan, harus dilakukan pemupukan berimbang dan berkelanjutan. Pemupukan berimbang bukan berarti sama banyak tapi sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kandungan hara tanah. “Berapa banyak yang ada di tanah, berapa keperluan tanaman, yang kurang kita tambahkan dalam bentuk pupuk,” tukasnya. Sedangkan, berkelanjutan artinya ramah lingkungan. Karena itu, pemberian pupuk harus memperhatikan kesehatan lingkungan.
Menurut Iswandi, pupuk organik merupakan pupuk utama dan pupuk NPK sebagai pupuk tambahan. Karena, pupuk organik memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. “Di dalam pupuk organik, kita mendapatkan 13 unsur hara esensial dari 16 yang ada. Jadi, dalam pupuk organik ada semuanya. Yang kurang Itu biasanya N, P, K, harus kita tambahkan sebagai pupuk tambahan. Jadi sebenarnya, pupuk kimia dengan pupuk organik bukan untuk dipertentangkan tapi untuk digunakan bersama-sama. Pupuk organiknya dilengkapi dengan pupuk kimia,” urainya.
Lebih jauh Iswandi membahas, 72% kondisi tanah di Indonesia sedang sakit karena kurangnya bahan organik. Hal ini akibat aplikasi pemupukan yang tidak seimbang, yaitu minimnya penggunaan pupuk organik. Kandungan bahan organik di dalam tanah yang sakit itu kurang dari 1%. Sehingga, efisiensi pengambilan nutrisi pupuk kimia oleh tanaman pun menjadi sangat rendah dan hanya akan tertinggal di dalam tanah.
Agar efisiensi pemupukan meningkat, pensiunan Guru Besar IPB University ini menekankan, perlu ditambahkan pupuk organik untuk menyehatkan tanah. “Jadi yang perlu kita perhatikan sekarang ini adalah bahwa tanah kita sakit. Kita harus sehatkan tanah kita ya dengan penggunaan pupuk organik bersama dengan pupuk kimia. Kombinasi antara pupuk organik dengan pupuk kimia inilah yang paling bagus sebetulnya,” tegasnya sekali lagi.
Bisa juga ditambahkan pupuk hayati yang dikenal dengan pupuk organik hayati. “Pupuk organik hayati ini diperkaya dengan mikroba-mikroba yang berguna, apakah penambahan P, pelarut P, pelarut K, kemudian juga yang lain-lain kita memasukkan ke situ,” lanjutnya. Ia juga mengulas berbagai bahan yang bisa diolah menjadi pupuk organik, seperti Jerami padi dan jagung, limbah kelapa sawit, hingga kotoran dan urin sapi.
Jerami padi dan jagung sangat melimpah di lahan. Dalam 1-5 ton padi, kata Iswandi, jeraminya bisa mencapai 1,5 kali lipatnya bahkan lebih. “Artinya, ada sebanyak 7,5 ton bahan organik yang kita tambahkan setiap musim kalau jerami tadi kita kembalikan ke dalam tanah. tapi kenyataannya tidak demikian,” ia menyampaikan fakta di lapang. Padahal, setiap ton gabah kering mengandung sekitar 9 Kg N, 2 kg P, dan 25 kg K kalium. “Kalau itu kita angkut ke tempat lain berarti sama dengan pengurassan hara-hara dari tanah kita. Tapi kalau kita kembalikan, sama kita dengan memperkaya atau menyuburkan tanah,” tambahnya.
Aplikasi KCl
Maxim menerangkan mengenai peran KCl terhadap pertumbuhan tanaman, terutama padi dan jagung.KCl merupakan mineral alamiah yang tersedia sebanyak 380 miliar ton di bumi. “Produksi KCl dunia 70,6 juta ton pada 2020. Hanya ada 14 negara di dunia yang memproduksi KCl. Rusia nomor 2 dengan produksi 13,6 juta ton 2021,” ujarnya.
Menurut Maxim, aplikasi pupuk KCl yang tepat sesuai kebutuhan tanaman akan membuat tanaman lebih sehat dan meningkatkan hasil. K adalah salah satu unsur hara makro yang diperlukan dalam jumlah banyak selain N dan P. Semua tanaman membutuhkan 13 unsur hara. Konsumsi K pada tanaman di seluruh dunia meliputi jagung sebanyak 14%, padi 11%, gandum 7%, dan kedelai 12%.
Fungsi utama K adalah membuat tanaman lebih tahan terhadap tekanan lingkungan seperti kekeringan dan suhu dingin, tahan penyakit, berperan dalam proses fotosintesis, dan aktivasi enzim. Pada kondisi yang kering, K membantu tanam melakukan penyerapan nutrisi lebih baik sedangkan di kondisi dingin dapat mencegah pembekuan air. K mengurangi faktor-faktor negatif seperti hama penyakit, kekeringan dan kebanjiran sehingga tanaman menjadi sehat. Aplikasi pupuk KCl sebanyak 60 kg/ha tanaman padi di Myanmar bisa menaikkan produksi 19%, dari 4.475 kg/ha menjadi 5.319 kg/ha. Petani di Zambia yang menggunakan pupuk KCl pada jagung secara tepat dosis, memperoleh tanaman yang lebih tinggi, lebih produktif, dan produktivitasnya meningkat.
Rawan Pangan?
Zul menyoroti produksi padi di Indonesia dan dampaknya dalam penyediaan pangan masa depan. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, ia menghitung, produksi beras per kapita sebesar 121,33 kg dan konsumsi per kapitanya sebesar 111,58 kg. Dari situ ada sisa konsumsi per kapita sebanyak 9,75 kg. “Dengan sisa konsumsi per kapita per tahun yang sangat sedikit di Indonesia, ini rentan terhadap kekurangan pangan untuk masa depan bilamana terjadi gangguan anomali iklim. Nah, termasuk tadi jika terjadi gangguan terhadap hasil panen dari para petani sedangkan kita tahu bahwa hasil panen Indonesia ini berpengaruh sekali terhadap penggunaan pupuk,” urainya.
Apalagi, tren pertumbuhan produktivitas padi sejak tahun 1975 hingga 2012 juga menurun. Produktivitas padi pada 1975-1995 sebesar 2,45 ton/ha menjadi 0,92 ton/ha di tahun 2007-2012. Bahkan, produktivitasnya turun hingga -0,23 ton/ha pada 1997-2000 karena terjadi krisis ekonomi di Indonesia dan melonjaknya harga sarana produksi, terutama pupuk. Sementara itu, jumlah penduduk kita trennya naik 1,36% per tahun.
“Pada 2050 perubahan iklim diperkirakan berdampak nyata terhadap produksi tanaman pangan strategis, seperti padi sawah, padi ladang, jagung, kedelai, dan tebu. Dampaknya berupa penurunan produksi pada padi sawah 20,3%, padi ladang 27,1%, jagung 13,6%, kedelai 12,4%, dan tebu 7,6%,” terang Zul.
Menghadapi berbagai tantangan tersebut, ulasnya, Kelompok KTNA Nasional menggiatkan aplikasi pemupukan berimbang. “Pemupukan berimbang hanya menambahkan unsur hara makro yang berkurang,tidak perlu bagi yang unsur haranya sudah cukup,” katanya. Tujuannya, meningkatkan produktivitasdan mutu hasil tanaman, efesiensi pemupukan, meningkatkan kesuburan dan kelestarian tanah, serta menghindari pencemaran lingkungandan keracunan tanaman.
Ia menerapkan konsep pemupukan berimbangdengan menambahkan sejumlah pupuk untuk membuat keseimbangan hara di dalam tanah kondusif bagi pertumbuhan tanaman. Pemupukan berimbang memperhatikan beberapa hal, yaitu memberikan pupuk dalam jumlah secukupnya dan tidak berlebih, tanah diberikan pembenah tanah sebelum pemupukanagar keseimbangan hara optimal, dan unsur hara yang ada di dalam tanah hanya di tambahkan sesuai kekurangannya saja.
Terakhir, Zul membeberkan, pada 1985 petani Indonesia memberikan sumbangan pangan ke negara-negara di Afrika yang dilanda kelaparan, khususnya Ethiopia dan 22 negara Afrika lainnya. Hasil pengumpulan gabah dari kelompok tani terkumpul 100.150 ton yang disebut IFF (Indonesia Fund Farmer) oleh Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO).
“Sekarang menurut Organisasi Food Sustainability Index, secara mengejutkan menempatkan Ethiopia menjadi negara adidaya pertanian dan ketahanan pangan peringkat 12 terbaik dunia yang banyak mengalahkan Indonesia yang ada dalam urutan 21. Afrika Selatan urutan 16 dan Nigeria di urutan 17. Kenapa Indonesia tertinggal?” katanya. Pertanyaan ini harus dijawab bersama oleh seluruh stakeholder pertanian,” pungkasnya.
Windi Listianingsih, Brenda A, Peni SP