"Peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit menjadi solusi bagi Indonesia untuk tetap mempertahankan eksistensi, dominasi,dan keunggulannya sehingga dapat memaksimalkan peluang pasar di masa depan dengan memproduksi minyak sawit yang semakin berkelanjutan," ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancara AGRINA.
Bagaimana peluang pasar sawit pada masa yang akan datang?
Posisi Indonesia sebagai produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia diharapkan tetap terjaga di masa depan. Bahkan pada 2045, ulangtahun kemerdekaan ke-100 Republik Indonesiaatau Indonesia Emas, diharapkan juga menjadi masakeemasan bagi industri sawit nasional.
Seiring meningkatnya tingkat GDP dan populasi dunia yang diperkirakan mencapai 9,5 miliar jiwa pada 2045 berimplikasi pada peningkatan konsumsi minyak nabati dunia termasuk minyak sawit. Konsumsi minyak nabati utama dunia diperkirakan meningkat hampir dua kali lipat dari kondisi saat ini, menjadi 324 juta ton. Struktur konsumsi masih didominasi minyak sawit sebesar 141 juta ton (44%).
Prospek minyak sawit juga diperkirakan semakin cemerlang menuju 2045, mengingat banyaknya penelitian penggunaan minyak sawit untuk produk hilir,baik produk pangan maupun produk nonpangan, termasuk biofuel yang rendah emisi.
Indonesia sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia saat ini harus memanfaatkan peluang dan tren permintaan pasar dunia yang diperkirakan akan terus meningkat menuju 2045. Karena itu, penting untuk menjaga eksistensi dan keberlanjutan produksi minyak kelapa sawit Indonesia.
Bagaimana sebaiknya langkah Indonesia?
Peningkatan produksi dapat kita lakukan dengan caraekstensifikasi dan intensifikasi. Namun ekstensifikasi atau ekspansi lahan sulit dilakukan mengingat keterbatasan lahan dan masih berlakunya Inpres Moratorium Nomor 8 Tahun 2018.
Karena itu, arah pengembangan industri sawit nasional menuju 2045, khususnya pada sektor hulu dilakukan melalui peningkatan produktivitas. Apalagi data Statistik Kelapa Sawit (Kementerian Pertanian, 2020) menunjukkan produktivitas rata-rata perkebunan sawit kita 2018 sebesar 3,6 ton minyak/ha. Sedangkan rataan produktivitas varietas rakitan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) sebesar 7,8 ton minyak/ha.
Untuk meningkatkan produktivitas minyak sawit bisa melalui dua strategi,yakni peningkatan produktivitas parsial dengan perbaikan kultur teknis/manajerial pada kebun eksisting; dan peningkatan produktivitas total dengan perubahan varietas dan kultur teknis-manajerial atau replanting.
Strategi peningkatan produktivitas parsial ditujukan meningkatkan produktivitas kebun sawit eksisting (TBM dan TM) yang luasnya sekitar 86% atau sekitar 13 juta ha dengan perbaikan pemupukan, kultur teknis kebun sesuai Good Agricultural Practices (GAP) dan perbaikan teknologi proses pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
Strategi peningkatan produktivitas total melalui kegiatan peremajaan,yakni penggantian tanaman kelapa sawit berumur tuadan renta dengan menggunakan benih sawit varietas unggul.
Berdasarkan data PPKS (2021), luas kebun sawit tua dan renta sekitar 2,1 juta ha yang terdiri darikebun sawit rakyat seluas 929,5 ribu ha, kebun sawit PTPN seluas 207,7 ribu ha dan kebun sawit swasta seluas 1,06 juta ha. Untuk mencapai komposisi tanaman kelapa sawit nasional yang ideal diperlukanperemajaan secara teratur setiap tahun,yakni sekitar 4%dari luas areal.
Aplikasi Precision Farming pada Industri 4.0 bahkan Industri 5.0 yang memanfaatkan perkembangan teknologi seperti Big Data, Robotic, Artificial Intelligence pada strategi peningkatan produktivitas parsial maupun total juga diharapkan menjadi driver dalam peningkatan produktivitas minyak kelapa sawit menuju 2045.
Kombinasi strategi peningkatan produktivitas parsial dan strategi produktivitas total kita harapkan dilakukan secara konsisten, sehingga produktivitas sawit nasional bisa 6 ton minyak/ha sebelum 2045. Jadi, dengan luas kebun sawit nasional yang tetap,yakni 16,3 juta ha,akan diperoleh produksi minyak sawit sebesar 97,8 juta ton.
Untung Jaya