Foto: Windi Listianingsih
Jagung mengambil porsi 45% dalam formulasi pakan unggas
Berbagai upaya dilakukan perusahaan pakan ternak dalam meningkatkan produksi 5% per tahun, termasuk berinvestasi di sentra-sentra produksi jagung.
Awal 2022 aktivitas masyarakat mulai berangsur meningkat. Hal ini menjadi sinyal positif bagi semua pelaku industri di dalam negeri, tak terkecuali industri peternakan. Mulai dari dibukanya hotel, restoran, dan katering (horeka) diharapkan mendongkrak kembali angka konsumsi protein hewani yang sempat anjlok selama pandemi.
Membuka semester pertama 2022, varian baru Covid-19 Omicron muncul kepermukaan. Desianto Budi Utomo, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) melihat2022 masih menjanjikan meskipun masih dalam situasi tidak pasti. Ia mengakui, hadirnya pandemi memberikan tekanan yang besar termasuk dalam hal penurunan daya beli masyarakat.
Ia mengulas, keberadaan perusahaan pakan ternak sangat bergantung pada industri perunggasan nasional. Dari 110 pabrik pakan berskala besar yang tersebar di 10 provinsi di Indonesia, mayoritas atau sebanyak 90% memproduksi pakan unggas.
Saatawal pandemi 2020, kinerja perusahaan pakan terkontraksi. Alih-alih tumbuh 5-6% malah turun hampir 10%. Pada 2021 terjadi kenaikan, tetapi belum kembali normal. Berdasarkan target produksi bibit ayam (dayold chick-DOC) yang mencapai 2,7 miliarekor, Desianto mengukur, kemungkinan kebutuhan pakannya juga meningkat pada 2022.
“Walaupun mayoritas sebanyak 64% sumber protein hewani kita berasal dari unggas, angka konsumsi masih rendah dibandingkan negara tetangga terdekat. Ada titik terang kalau ekonomi bisa tumbuh 5-6% di 2022. Kita berharap produksi pakan naik 5-6% menjadi 20,4 juta ton,” bahas dokter hewan lulusan Universitas Airlangga ini.
Naiknya Bahan Baku dan Ongkos Angkut
Lebih lanjut Desianto berujar, bahan baku memberikan kontribusi dalam struktur biaya pakan hingga 80-85%. Dengan naiknya harga bahan baku, praktis harga pokok produksi (HPP) pakan juga akan naik. Kondisi tahun lalu diperparah dengan kelangkaan kontainer dalam mendatangkan bahan baku pakan impor.
“Dulunya US$300 per kontainer, sekarang menjadi US$1.200 per kontainer. Naik empat kali lipat cost shipping-nya. Tahun lalu, harga bahan pakan baik lokal seperti jagung dan internasional seperti bungkil kedelai (soybean meal – SBM) dan tepung daging dan tulang (meat & bone meal– MBM) mengalami kenaikan yang signifikan. Belum lagi pengenaan PPN atas impor bahan pakan,” beber Vice President Feed Technology PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk.ini.
Naiknya beban biaya bahan baku (raw material), menurut Desianto, diteruskan oleh formulator pakan. Walhasil, harga pakan naik seiring naiknya biaya logistik dan harga bahan baku. “Naiknya HPP pakan memang terasa, sementara harga hasil produksi ayam sangat berfluktuasi. Apalagi, secara general setahun dianggap panen 6-7 kali,” urainya.
Naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 332 terbit Februari 2022. Dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di e-Agrina secara gratis atau berlangganan di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.