Jumat, 24 Desember 2021

Biodiesel Penyelamat Industri Sawit

Tren bisnis sawit masih akan terus melangit. Bagaimana tidak, produksi minyak nabati dunia, menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), sebesar 206,45 juta ton pada 2020/2021 dengan komposisi terbanyak, sekitar 81,27 juta ton (39,37%) dipenuhi oleh sawit (crude palm oil, CPO dan palm kernel oil, PKO). Pangsa Indonesia dalam pasar minyak sawit dunia itu mencapai 58%.

 

USDA memprediksi produksi minyak nabati global akan mencapai 214,97 juta ton pada 2021/2022 dengan suplai sawit sebesar 76,54 juta ton CPO dan 8,79 juta ton PKO. Produksi ini mencukupi kebutuhan minyak nabati dunia yang sebanyak 211,15 juta ton.

 

Salah satu produk hilir sawit bernilai ekonomi tinggi adalah biofuel (bahan bakar nabati), khususnya biodiesel. Biodiesel di Indonesia adalah alternatif biofuel yang berasal dari CPO dalam bentuk fatty acid methyl ester (FAME).

 

Indonesia mulai mengimplementasikan penggunaan biodiesel pada 2006 dengan mengeluarkan Perpres No. 5/2006 tentang Kebijaksanaan Energi Nasional. Kebijakan ini bertujuan mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri dengan sasaran elastisitas energi kurang dari 1 dan terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada 2025. Dalam aturan itu peranan biofuel diharapkan lebih dari 5% konsumsi energi nasional.

 

Tahun 2008 pemerintah menerapkan kewajiban B2.5 (biodiesel 2.5% dalam campuran solar) melalui Peraturan Menteri ESDM No. 32/2008. Serapan biodiesel dinaikkan menjadi 7,5% atau B7.5 pada 2010 dan menjadi B10 di tahun 2013. Perlahan, mandatori biodiesel terus diangkat menjadi B15 di 2015, B20 pada 2016-2018, dan B30 pada 2019-2020. Targetnya, tahun 2025 Indonesia mengonsumsi biodiesel sebanyak 40% (B40) sebagai campuran bahan bakar minyak. 

 

Program mandatori biodiesel membuahkan hasil cukup menggembirakan. Menurut laporan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), sejak Agustus 2015 hingga Oktober 2021 sebanyak 31,40 juta kl biodiesel yang digunakan bisa menghemat Rp176 triliun devisa karena penurunan impor solar dan memasukkan pajak ke kas negara senilai Rp8,99 triliun.

 

Benefit berikutnya yaitu stabilisasi harga CPO dengan membaiknya standar deviasi harga dari US$138,11/ton jadi US$94,3/ton. Hal ini berdampak positif pada peningkatan pendapatan petani. Lalu, peningkatan nilai tambah industri hilir sawit sebesar Rp45,53 triliun, penyerapan tenaga kerja on farm sebanyak 3,92 juta orang dan off farm 29.617 orang, serta mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 46,95 juta ton C02eq.

 

Bicara keberlanjutan yang kerap digaungkan negara barat, biodiesel sawit terbukti paling berkelanjutan dibanding minyak nabati lainnya. Sebab, emisi kebun sawit lebih rendah daripada emisi kebun minyak nabati lain. Kehilangan karbon per ton minyak nabati mencapai 2.500 MgC/ha per Mg minyak/ha/tahun di kedelai, 2.000 MgC/ha per Mg minyak/ha/tahun untuk kacang tanah dan rapeseed, 1.500 MgC/ha per Mg minyak/ha/tahun pada bunga matahari. Sedangkan, emisi sawit cuma 1.000 MgC/ha per Mg minyak/ha/tahun.

 

Pun, kehilangan keanekaragaman hayati pada kebun sawit lebih kecil dari kebun minyak nabati lainnya. Hilangnya kekayaan spesies per ton minyak mencapai 1.000 kehilangan lokal per Mg minyak/ha/tahun pada rapeseed, kedelai, bunga matahari, kacang tanah tapi hanya sekitar 800 kehilangan lokal per Mg minyak/ha/tahun dari sawit.

 

Minyak sawit Indonesia juga berpeluang menjadi net-zero carbon emission dengan emisi karbon yang dihasilkan 0,43 ton CO2eq/ton untuk CPO dengan methane capture daripada minyak kedelai 2,85 ton CO2eq/ton, rapeseed 2,47 ton CO2eq/ton, dan bunga matahari 1,18 ton CO2eq/ton. Ini sesuai target Net Zero Emission pada 2060 yang digagas dalam KTT Perubahan Iklim PBB Conference of the Parties 26 (COP26) di Glasgow, Skotlandia pada 31 Oktober – 12 November 2021. Jadi, tidak ada alasan menolak biodiesel ataupun biofuel berbahan baku sawit.

 

Kita perlu menjaga keberlanjutan mandatori biodiesel karena berpengaruh penting pada daya saing hilir sawit Indonesia. Apalagi, pengembangan biofuel ke depan juga bisa dilakukan dengan bioetanol, HVO (Hydrotreated Vegetable Oil), palm-based gasoline, dan bioavtur yang ke semuanya berbahan baku sawit.

 

Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain