Foto: Dok. Polbangtan
Prof. Bungaran menjelaskan sistem agribisnis dimulai dari hulu hingga hilir
Bogor (AGRINA-ONLINE.COM). Perubahan telah mendorong dunia memasuki era revolusi industri yang keempat, atau disebut industri 4.0. Era ini ditandai dengan penggunaan mesin-mesin otomasi yang terintegrasi dengan jaringan internet.
Kondisi ini membuat semua sektor harus mampu beradaptasi, termasuk juga pertanian. Untuk itu, Kementerian Pertanian menyiapkan langkah antisipasi dengan memaksimalkan petani muda.
Pada acara Studium General bertajuk Agribisnis 4.0 Menuju Pertanian Maju, Mandiri dan Modern, yang diselenggarakan di Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Bogor (13/10), Guru Besar Emeritus Institut Pertanian Bogor (IPB), Bungaran Saragih, menyapa dan memotivasi generasi muda yang terdiri dari mahasiswa Politeknik di bawah naungan Kementan, siswa SMKPP Negeri lingkup Kementan serta generasi muda lainnya baik yang tergabung secara offline maupun online.
Bapak Agribisnis ini menegaskan, generasi muda harus melihat sektor pertanian dalam sudut pandang agribisnis. Menurutnya, pertanian merupakan suatu sistem dan juga ladang bisnis.
Prof. Bungaran menjelaskan sistem agribisnis dimulai dari subsistem industri hulu mulai dari pembibitan, pemupukan, pemberantasan hama, mesin-mesin dan peralatan pertanian.
Lalu dilanjutkan dengan subsistem industri hilir yakni industri grading, packaging serta pengolahan. Dan ini tidak terlepas dari subsistem jasa penunjang seperti transportasi, pemasaran, perbankan/pembiayaan, penelitian serta Pendidikan dan penyuluhan.
“Saat ini kita berada di era 4.0 yang sudah mengarah pada era 5.0 dimana sektor pertanian sudah diarahkan pada aplikasi digital. Namun, yang perlu kita ingat bahwa digitalisasi adalah metode atau alat yang kita gunakan dalam mengelola sektor pertanian, bukan tujuan utama. Tujuan utama kita tetap mengolah sektor pertanian secara berkesinambungan dan berkelanjutan demi memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia dan juga memenuhi kebutuhan pangan rakyat dunia melalui ekspor,” jelas Bungaran.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi mengungkapkan, tantangan terbesar dalam menghadapi era disrupsi adalah kualitas SDM pertanian.
“Kementan terus berupaya meningkatkan kualitas sdm pertanian. Hal ini dilakukan karena SDM yang berkualitas akan lebih mudah beradaptasi dengan teknologi baru ataupun cara-cara baru yang diterapkan untuk menghadapi kompetitor yang lebih unggul”, tegas pria yang akrab disapa Prof Dedi ini.
Ia menambahkan, SDM pertanian saat ini harus bersahabat dengan penggunaan teknologi yang lebih canggih. “Dengan penerapan IoT, Robot Construction, Artificial Intelligence untuk pengembangan AWR dan otomatisasi mekanisasi pertanian, pekerjaan bisa lebih mudah dilakukan dan menghemat waktu. SDM pertanian saat ini juga harus terus melakukan Inovasi dibarengi dengan riset yang kuat sehingga dapat mengikuti perubahan pasar yang terus berubah dari waktu ke waktu. Contohnya penerapan smart farming,” tambahnya.
Langkah nyata Kementan dalam peningkatan kualitas SDM serta mempercepat regenerasi petani telah terlihat. Beberapa program telah digulirkan oleh Kementan, seperti melalui Pendidikan, Pelatihan Vokasi Pertanian, Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP), Youth Enterpreneurship and Employment Support Services (YESS), Kostratani serta Duta Petani Milenial (DPM) dan Duta Petani Andalan (DPA).
“Hadirnya program YESS menjadi solusi dalam regenerasi petani. Karena apa? Karena program YESS menyasar generasi muda di pedesaan. Dimana pedesaan merupakan lahan utama sektor pertanian berada. Adanya pendampingan mentor, fasilitator, pelatihan, permagangan serta bantuan permodalan melalui hibah kompetitif diharapkan mampu menjadi pemacu generasi muda di pedesaan untuk Kembali ke desa dan meningkatkan pendapatannya melalui sektor pertanian,” tegas Prof Dedi.
Try Surya A