Sabtu, 30 Oktober 2021

Petani Sawit Pertanyakan Kenaikan Harga Pupuk Non Subsidi Hingga 120%

Petani Sawit Pertanyakan Kenaikan Harga Pupuk Non Subsidi Hingga 120%

Foto: Istimewa/Dok. BPDPKS
APKASINDO sebut kenaikan harga pupuk bisa ganggu program peremajaan sawit

Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Kenaikan harga kelapa sawit rupanya tidak dinikmati petani kelapa sawit di Tanah Air. Pasalnya, margin penjualan yang diperoleh petani sawit justru cenderung mengecil.
 
Gulat ME Manurung, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengatakan, pupuk melonjak 120 persen sejak bulan Juni 2021. Keadaan ini, menurut Gulat membuat pendapatan petani turun hingga Rp800 ribu/bulan.
 
Ia menyoroti, petani sawit justru tidak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga jual tandan buah segar (TBS) sawit. Padahal, harga TBS tengah naik menjadi Rp3.000/kg.
 
“Kami petani sawit tidak pernah menuntut pupuk subsidi, tapi pupuk (non-subsidi) naik langsung 120%,” jelas Gulat dalam diskusi secara daring bersama Forum Wartawan Pertanian (Forwatan), (29/10).
 
Ia membeberkan, kontribusi pupuk dalam produksi sawit mencapai 58% atau komponen produksi terbesar. Gulat merinci, harga pokok produksi (HPP) sudah Rp1.300/kg. 
 
“Kalau dihitung rata-rata pendapatan sawit hari ini hanya Rp800 ribu/ bulan. Jangan sampai kenaikan harga pupuk yang tak wajar malah mengancam kesuksesan program peremajaan kelapa sawit (replanting) yang dicanangkan Presiden Jokowi,” tandasnya. 
 
Berdasarkan rencana anggaran biaya (RAB) belanja pupuk dalam program itu hanya dianggarkan Rp4.500/kg. Di sisi lain, Gulat berujar, pupuk hingga saat ini paling murah dibanderol Rp6.000/ kg.
 
Atas dasar ini, ia meminta, agar para produsen pupuk ‘pelat merah’ atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersedia menurunkan harga pupuk. Sebelum kenaikan harga, imbuh Gulat, petani sawit bisa mengantongi pendapatan hingga Rp4,6 juta/bulan dari luas lahan 4,8 ha. “Harga pupuk yang dijual perusahaan negara malah naik lebih dulu dibandingkan dengan pupuk swasta,” keluhnya.
 
Gulat menyadari, setidaknya terdapat tiga komponen produksi yang mempengaruhi harga jual pupuk. Pertama, nilai dollar terhadap rupiah, kemudian transportasi, dan harga bahan baku dari negara asal. Anehnya, menurut Gulat secara internasional harga masih terpantau stabil saat ini.
 
Ia pun menyoroti, produsen pupuk BUMN dalam laporannya malah mengalami kenaikan laba sangat besar pada kuartal III 2021. Sebut saja Pupuk Kaltim yang pada kuartal III untung Rp4,19 triliun atau naik 282%.
 
Try Surya A
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain