Foto: Try Surya Anditya
“Ayam itu kebutuhan pokok, permintaannya besar, prospeknya bagus.” - Sandi Pranata
Dua aspek utama berbisnis ayam itu sinergi otot dan otak.
Bau apak, panas, jorok, dan sumpek. Mungkin itu yang terlintas dalam benak mayoritas orang ketika membayangkan kandang ayam. Persepsi tersebut tidak sepenuhnya benar lo! Sandi Pranata merasakan perubahan persepsi saat melihat kandang ayam modern.
“Pikiran pertama ‘kan peternakan ayam kandang open manual. Ternyata, pas masuk perlu disemprot dulu udah kayak pabrik. Keren banget. Berubah semua persepsi saya,” katanya terkejut. Setelah mempelajari peluang bisnis ayam, pemuda asal Indramayu, Jabar ini memutuskan menjadi peternak broiler.
Prospek Bagus
Sewaktu mau memulai bisnis, Sandi mengunjungi kandang ayam milik teman di Sukabumi, Jabar. “Ternyata kandang closed house-nya wow banget. Ekspekstasinya ‘kan kandang ayam nggak begitu. Nggak tahunya sudah otomatis. Bagus banget,” serunya.
Ia pun mempelajari modal pembuatan kandang tertutup (closed house), cara panen, hingga potensi profit. “Ternyata bisa. Dengan kemitraan, lebih terjamin,” ujarnya yang mulai beternak ayam dengan bermitra.
Menurut Sandi, prospek bisnis protein hewani berbasis ayam bagus sekali asal fokus dan konsisten. “Saya cari tahu, prospeknya bagus, ya sudah mantap jalanin langsung,” akunya. Pria kelahiran 22 Mei 1984 ini mengamati, mulanya profesi peternak ayam banyak digeluti orang berusia matang bahkan sebagai usaha pensiunan.
“Tapi ‘kan saya lihat ayam itu kebutuhan pokok, permintaannya besar, prospeknya bagus.Saya cari tahu dulu awalnya, nggak langsung terjun karena bikin closed house aja biayanya nggak murah,” ulasnya.
Walau banyak anak muda terjun ke bisnis startup, Sandi tidak mau asal mengekor. “Saya lihat yang kebutuhan pokok itu ayam dan profitnya juga lebih gede dibandingkan startup,” imbuh pebisnis kapal penangkapan ikan ini kepada AGRINA.
Ia mengamini Covid-19 membuat bisnis broiler cukup terdampak meski tidak separah usaha lain yang sampai hancur. “Kemarin saya merasa nggak bagus. Pas awal PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) sama PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) aja turun, selebihnya naik. Sampai sekarang bagus lagi bahkan kontrak kita lebih naik. Dampak ada tapi kecil. Mungkin karena kebutuhan pokok,” urainya.
Sistem kemitraan, katanya, merasakan pula imbas pandemi sehingga kadang mundur panennya. Namun, peternak lebih aman terhadap fluktuasi harga. “Kalau kita ‘kan memang sudah ada kontrak harga. Mau naik atau turun nggak efek. Tapi kalau naik, ada bonus pasar. Jadi, memang sudah bagus ikut kemitraan. Dapat jaminan harga dan jaminan pasar,” dia menambahkan.
Manajemen Kandang dan SDM
Setelah 7 tahun berternak, pemiliki 5 unit closed house kapasitas 45 ribu ekor ini berencana mendirikan kandang baru. “Kemarin tertunda karena bikin kapal lagi. Modal 1 kapal itu bisa bikin 4 kandang,” katanya tertawa. Kandang yang sudah dibangun berbahan baja ringan seharga Rp4 miliar/unit. Modalnya memang besar tapi hasilnya presisi.
Sandi menguraikan, sistem kemitraan mengharuskan indeks performance (IP) ayam yang tinggi. Ini bisa dicapai dengan manajemen kandang dan sumber daya manusia (SDM) yang baik. “Intinya bisnis ayam itu gimana bikin manajemen kandang yang baik. Manajemen baik pasti hasil baik. Kalau manajemen amburadul, ya hasilnya amburadul,” sahut bungsu tiga bersaudara itu.
Ia mengaku susah mendapat SDM yang bagus. “Tantangan di budidaya itu tiap periode penyakit bisa berbeda-beda. Kepala kandang nggak pernah boleh merasa pintar karena tiap periode masalahnya bisa beda-beda. Periode sekarang sama depan masalahnya, penyakitnya bisa beda. Tapi, SDM yang proper (bagus) bisa mengatasi itu, tahu harus ngapain penyakit itu sebelum menyebar,” jelas penggemar olahraga menembak dan bela diri ini.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 328 terbit Oktober 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.