Kamis, 2 September 2021

Masa Depan Sawit Indonesia di Tangan Rakyat

“Dari 1980 – 2000, melalui berbagai model PIR kerjasama petani dengan perkebunan besar telah menghasilkan 1 juta perkebunan sawit rakyat. Dalam 5 tahun berikutnya menjadi 2,2 juta ha. Dan 15 tahun kemudian sawit rakyat berkembang menjadi 6,7 juta ha pada 2020 atau 41% dari total 16 juta ha sawit Indonesia,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancara AGRINA.

 

 

 

Kenapa perluasan areal sawit rakyat terjadi begitu pesat?

 

Pertama, ada pasar dalam dan luar negeri yang bertumbuh sangat besar dan pasar ini tidak pasif melainkan bisa diciptakan. Dengan pasar yang bertumbuh, harga dan margin juga bertumbuh. Kedua, kebijakan makro yang bersahabat terhadap pertanian.
 
Di antaranya kebijakan depresiasi rupiah pada 2000 yang sesuai kekuatan pasar sehingga produk-produk pertanian lebih kompetitif dan sawitlah pelopornya. Dan kebijakan desentralisasi memudahkan pembangunan pertanian termasuk perkebunan-perkebunan sawit di daerah. Diikuti kebijakan menciptakan pasar sawit dalam negeri, yaitu keharusan biodiesel.

 

Ketiga, penciptaan model kemitraan perusahaan besar – perkebunan sawit  rakyat. Model kemitraan ini salah satu kunci bertumbuhnya sawit rakyat. Keempat, tersedianya teknologi melalui penelitian.
 
Hanya di bidang sawit Indonesia memiliki penelitian oleh negara dan swasta yang sangat bagus berlevel internasional, bahkan mengalahkan negara lain.  Dan kelima, petani sudah semakin maju dalam berorganisasi, terutama organisasi ekonomi bukan berorientasi sosial politik. Koperasi sawit rakyat berkembang walaupun masih terseok-seok.

 

 

 

Bagaimana pada masa yang akan datang?

 

Sawit telah menjadi komoditas yang sangat penting di negara kita, menciptakan new middle class terutama di daerah-daerah, mengurangi kemiskinan, mempercepat pembangunan daerah, dan penghasil devisa terbesar. Pada masa mendatang permintaan akan minyak nabati terus bertumbuh cepat.
 
Dan keunggulan sawit dalam produktivitas dan penanggulangan masalah lingkungan jauh lebih baik daripada kompetitor seperti minyak kedelai dan rapeseed. Karena itu, minyak nabati dunia didominasi minyak sawit dan akan menguasai dunia pada 2050. Kala itu diprediksi lebih dari 70% areal sawit kita ada di tangan rakyat karena perkebunan besar kesulitan mendapatkan areal baru yang cukup luas.
 
 
 
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 327 terbit September 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain