Foto: Dok. Pribadi
“Dengan petani sawit berarti kami sudah ikut “berperang” dari segi ekonomi, sosial, dan ekologi. Jadi, kita “berperang” yang positif.” - Gulat ME Manurung
Berkat sawit, dunia tidak lagi melakukan deforestasi untuk pemenuhan minyak nabati.
Petani sawit memegang peran besar dalam menyumbang neraca dagang positif Indonesia karena sawit menjadi andalah pendapatan negara dari sektor pertanian. Melalui wadah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), para petani membangun kemandirian mendukung perekonomian Nusantara.
Organisasi ini makin mengokohkan diri menghadirkan kesejahteraan petani di bawah nahkoda Dr. Ir. Gulat Medali Emas Manurung, MP, CAPO. Apa yang dilakukan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APKASINDO itu untuk mewujudkan misi tersebut?
Tata Niaga
Tata niaga tandan buah segar (TBS),ucap Gulat, menjadi target utama pembenahan APKASINDO. Pasalnya, harga TBS pekebun swadaya masih timpang, 15%-25% di bawah harga TBS petani plasma. Padahal, tata niaga sudah diatur Permentan No. 1/2018.
“Hanya sekitar 25% PKS (pabrik kelapa sawit) mematuhinya. Sisanya tergantung efisiensi PKS. Semakin tidak efisien kerja PKS maka semakin tertekan harga TBS pekebun swadaya,” ulas Doktor Ilmu Lingkungan dari Universitas Riau ini.
Potongan timbangan di PKS juga mencekik petani swadaya. Survei APKASINDO di 16 provinsi, ada potongan timbangan berkisar 7%-15%. “Ini sangat luar biasa!” geramnya. Jika TBS yang ditimbang 1.000 kg maka cuma dibayar 930 kg. “Dari potongan timbangan ini PKS mengantongi keuntungan Rp4,36 miliar/bulan kapasitas 45 ton/jam, terkhusus PKS tanpa kebun,” hitungnya.
Gulat pun menyurati gubernur di 22 provinsi APKASINDO bernaung agar segera menerbitkan peraturan gubernur tentang tata niaga TBS bagi yang belum. Dan, bagi yang sudah supaya mengevaluasi penetapan harga dan memeriksa timbangan PKS. “Hasilnya selama 2 tahun saya menjadi ketua umum, potongan ini berangsur turun dan beberapa PKS sudah mau kita dekati dengan komunikasi,” jelasnya.
Tidak lupa, ia mengingatkan petani memperhatikan kualitas panen. “Kita menyadari masih banyak yang memanen mentah atau buah dura. Jadi, semua harus padu serasi menuju perbaikan,” ujar pria kelahiran Pematangsiantar, Sumut, 4 November 1972 itu.
Setara dan Kuat
“Saya menginginkan petani kelapa sawit setara dengan koorporasi. Salah satunya saat petani mampu membangun PKS sendiri,” buka Gulat yang terjun bertani sawit sejak mahasiswa. Hasrat itu terwujud. Akhir 2020 sudah berdiri dan beroperasi 1 PKS milik koperasi anggota APKASINDO di Kalsel. Produksi minyak sawitnya juga disalurkan ke salah satu perusahaan sawit terbesar di Indonesia.
Dalam waktu dekat PKS dan koperasi pemasok TBS akan mengikuti sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). “Pengurus APKASINDO sudah 16 orang yang disekolahkan BPDPKS (Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit) untuk kursus auditor ISPO dan lembaga sertifikasi sudah ber-MoU dengan DPP APKASINDO yaitu PT Mutu Internasional,” lanjutnya.
Gulat berharap pada 2022 akan berdiri PKS kapasitas 10-20 ton milik petani di Papua Barat, Riau, dan Sumbar. Pemasok TBS-nya petani peserta program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). “Harapan pendirian PKS ini bertumpu ke dana sarana-prasarana BPDPKS,” imbuh pria yang senang berbaur dengan alam itu.
Kemudian, mendirikan koperasi holding APKASINDO secara resmi pada Agustus 2021. “Koperasi ini cikal bakal kebangkitan ekonomi kerakyatan melalui sawit. Karena filosofi kelapa sawit adalah tanaman kerakyatan, beda dengan tanaman kehutanan yang hanya dikerjakan oleh perusahaan,” jelas pria yang memiliki filosofi ‘Jangan terlampau cepat memanen apa yang kita tanam. Tapi, panenlah ketika saatnya tiba maka generasi sukses berikutnya akan datang’.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 327 terbit September 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.