Foto: Dok. AGRINA
Selain energi, sapi membutuhkan mineral sebagai regulator dan penunjang
Di samping asupan pakan, sapi memerlukan penunjang imbuhan berbagai aktivitas pentingnya.
Tujuan beternak adalah memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian. Kekeliruan pada manajemen di periode kritis,baik pada sapi potong ataupun sapi perah, akan membuat berahi dan kebuntungan tertunda. Akibatnya, produksi tidak optimal dan puncak produksi jadi terhambat.
“Cara memperlakukan sapi pada periode kritis akan menentukan sakit atau sehat, bahkan untung atau ruginya dari produksi,” tutur Deddy Fachruddin Kurniawan, CEO Dairy Pro Indonesia.
Pahami Periode Kritis Sapi
Lebih lanjut peternak sapi kawakan asal Kota Batu, Jawa Timur,tersebut menjabarkan, setidaknya ada lima periode kritis yang menentukan nilai ekonomis pada budidaya sapi. Kelima periode kritis itu adalah tiga minggu sebelum melahirkan, tiga minggu setelah melahirkan, saat melahirkan, proses menuju kebuntingan, dan masa kering kandang.“Ketika prosedur manajemen titik kritisnya tidak dilakukan dengan baik, otomatis dampaknya ke ekonomi sangat signifikan,” bahasnya.
Ia menjabarkan, sapi yang sudah pernah melahirkan masa transisinya berdurasi 2minggu, berbeda dengan yang belum pernah, memiliki masa transisi 2-4 minggu. Kemudian, masa kering kandang sering tidak dianggap serius oleh peternak. Padahalpada periode ini sapi mengalami kondisi fisik yang berbeda.
Di samping itu, Deddy mengingatkan, peternak perlu memahami indikator kunci performa (key performance indicator)lantaran akan mempengaruhi kondisi medis (medical emergency) sapi. Parameternya berdasarkan jumlah komposisi populasi sapi yang produktif dan tidak, reproduksi days in milk (DIM), kesehatan metabolik, mastitis, dan pincang.
DIM merupakan periode atau jumlah hari sapi yang diperah untuk menghasilkan susu sejak sapi melahirkan. Kemudian ada istilah DIM Average atau rata-rata lama pemerahan. DIM rata-rata, menurut dokter hewan lulusan IPB University ini, menentukan seberapa bagus produksi. Menjaga DIM rata-rata ibarat menjaga aarus kas (cashflow)karena lama pemerahan menjadi terjaga.
“DIM average terbaik 150-180 artinya kalau Anda punya peternakan sapi perah kemudian Anda ukur DIM sapi 150-180 maksimal 6 bulan, itu akan buat cashflow peternakan Anda bagus,” tuturnya.
Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Jawa Timur ini mewanti-wanti, manajemen yang keliru akan membuat berahi sapi tertunda. Normalnya,sapi mampu berahi pada 40 hari pascamelahirkan. Namun, disarankan inseminasi buatan (IB) pada 60-80 hari pascamelahirkan. “Ketika berahi tidak tertunda tapi sapi mengalami masalah di periode kritis ini, kemungkinan sapi kekurangan tenaga (energi) dan mineral,” terangnya.
DIMFB (DIM IB pertama), menurut Deddy, idealnya berada pada masa 60-80 hari. Lebih dari 80 hari akan membuat semakin kecil kemungkinan sapi bunting. Hal ini praktis membuat calving interval (jarak kelahiran) pedetnya menjadi sangat rendah. Padahal, jarak melahirkan sapi hingga melahirkan berikutnya paling lambat 13,5 bulan (400 hari).
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 327 terbit September 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.