Foto: Windi Listianingsih
Produk hortikultura premium harus memiliki keunikan dan dikemas menarik agar diterima pasar
Pasar baru ini masih dinamis tetapi stabil dan jumlahnya terus bertambah.
Meski pandemi, geliat pasar hortikultura tidak berhenti. Hal ini diakui para pelaku usaha di pasar lokal dan global.
Feri Rahman Saputra mengatakan, permintaan produk hortikultura berupa sayur dan buah meningkat 2-3 kali lipat saat awal pandemi Covid-19.
Saat ini pun kenaikan permintaan masih terjadi, minimal 130% per bulan. “Sampai hari ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan,” ucap Deputy GM Merchandising Division PT AEON Indonesiaitu.
Kebutuhan Pasar Premium
Menurut Feri, terjadi perubahan perilaku konsumen dalam 10 tahun terakhir yang mengarah pada kepedulian akan kesehatan dan lingkungan.
Seiring peningkatan pendapatan, konsumen memilih belanja ke supermarket daripada pasar tradisional karena mencari nilai lebih. “Premium itu bicara kualitas dan kenyamanan,” ulasnya di webinar Suara AGRINA “Horticulture Business: Key to Penetrate Premium Market”.
Bungaran Saragih, Pakar Agribisnis menyatakan, pasar premium akan membesar di masa datang, khususnya di Indonesia. Penduduk Jabodetabek lebih banyak dari Australia, Singapura, dan Malaysia.
Bungaran menduga, pasar premium di Jabodetabek lebih besar dari negara-negara tersebut. “Pasar yang baru ini masih dinamis, masih berubah tetapi stabil. Jumlahnya bertambah tetapi tuntutan mengenai kualitasnya juga yang lebih segar, lebih sehat, dan harga yang kompetitif,” ucapnya, Rabu (14/7).
Mendukung pasar hortikultura premium, kata pria yang 20 tahun bergelut di bisnis ritel modern itu, yang pertama adalah jasa. Kebanyakan petani hanya bisa menyupai 60%-70% kebutuhan sehingga ada peluang bisnis yang hilang.
Konsistensi standar produk, branding (upaya menciptakan sebuah merk produk), pemasaran, dan kemasan harus menjadi perhatian petani dan penyuplai pasar premium.
Agar memenangkan bisnis ini, ungkapnya, harus punya nilai tambah, pengembangan produk, dan keunikan ketimbang produk lain. “Harus memiliki keunikan masing-masing sehingga menciptakan pangsa pasar yang kompetitif, tidak saling berkanibal,” katanya.
Produk memiliki manfaat secara kesehatan, seperti kandungan nutrisi. “Premium market rata-rata orangnya edukatif. Mereka pengen tahu segalanya karena mencari value (nilai) dari sebuah produk,” terang Feri.
Lalu, mengikuti standar yang ditetapkan, misalnya sertifikasi halal, PAST (Pangan Sehat Asal Tumbuhan), dan GAP (Good Agriculture Practice). Dengan demikian, produk hortikultura dapat dilacak (traceable) aman sampai ke konsumen. “Salah satu yang menjadi value adalah kita memiliki traceable produk,” sambungnya.
Pasar Global
Welly Soegiono, Director PT Great Giant Foods (GGF) berbagi pengalaman mengekspor buah tropis, khususnya nenas dan pisang.
GGF mengolah 2.500–3.000tonnenas segar untuk dikalengkan dan diekspor ke 65 negara. Sementara, nenas segar diekspor ke China,Korea, Jepang, Timur Tengah, dan Singapura.
Pada 2019 GGF mengekspor 13 kontainer nenas kaleng dan 4.000 kontainer nenas segar senilai US$236 juta.
“Tahun 2020 karena ada pandemi,menurun menjadi cuma 15 ribu kontainer. Tapi,dari segi devisa meningkat menjadi US$296 juta. Dari sini kita lihat bahwa hortikulturatermaksukindustri pangan yang relatif tahan terhadap pandemi,” jelasnya.
Di samping bermacam audit, seperti ISO (Intenational Organization for Standardization) dan non-GMO (Genetically Modified Organism), Welly mengungkap, GGF juga melakukan 20 sertifikasi internasional agar bisa ekspor.
Mengikuti sertifikasi itu, perusahaan menerapkan kebijakan terkait carbon footprint (jejak karbon), sustainability (keberlanjutan) dan traceability (ketelusuran), serta zero waste (nol limbah) dan circular economy (ekonomi melingkar).
Penerapan zero waste dan circular economy berupa pemanfaatan kulit nenas buat makanan sapi, mengolah kotoran sapi menjadi biogas dan kompos, serta memproses batang nenas menjadi enzim bromelin untuk ekspor.
Meski sebagai eksportir utama nenas kaleng dunia, Welly menjelaskan, produk hortikultura Indonesia masih menghadapi diskriminasi. Bea masuk nenas ke Eropa 16%sedangkan nenas Filipina 0%.
“Pisang dari Indonesia masuk ke Korea kena 30%tapipisang dari Vietnam ke Koreacuma kena 15% dan menurun. Demikian juga, kami sudah masuk ke Jepang,ada perbedaan 3%dan Filipina lebih murah,” bukanya.
Karena itu, Welly menghendaki kesatuan kebijakan pemerintah hulu-hilir. Sehingga saat menghadapi kendala pasar internasional, pemerintah bisa ikut fasilitasi.
“Dengan diskriminasi 16% di Eropa, kami masih menguasai market share 23%. Apalagi kalau 0%, instan pasti meningkatnya. Ini melihatnya harus holistik dan pendekatan multidimensi,” sarannya.
Menghasilkan Produk Premium
Menjawab kebutuhan pasar premium, ulas Manuel Madani, Lead South East Asia Priva, petani harus meningkatkan kualitas dan produktivitas hortikultura dengan mengadposi teknologi ramah lingkungan, khususnya terkait perubahan iklim.
Mengandalkan big data (Cloud), akan memudahkan dalam pengumpulan data iklim, kebutuhan tanaman buah dan sayur untuk mendukung budidaya.
Priva, perusahaan high-tech terkemuka di dunia menghadirkan teknologi greenhouse (rumah kaca) terintegrasi berbasis data (Internet of Things) untuk memenuhi kebutuhan petani dan penyuplai pasar premium guna menghadapi tantangan perubahan iklim, budidaya ramah lingkungan, dan efisiensi biaya produksi.
“Cloud memungkinkan Anda bertani dan membuat keputusan lebih mudah. Teknologi sudah tersedia hanya tinggal diadopsi,” katanya.
Teknologi Priva memungkinkan setiap orang memproduksi tanaman tanpa harus memiliki ilmu pertanian. Sebab, sistem Priva terkelola secara otomatis dan memberikan rekomendasi kebutuhan tanaman secara rinci.
“Mereka bisa menciptakan iklim mikro, menanam dalam media. Kita bisa mengukur setiap detil parameter yang akan diberikan ke tanaman. Semuanya menjadi semakin sederhana sehingga tiap orang bisa bertani,” ujarnya.
Apalagi, ungkap Manuel, budidaya melalui greenhouse bisa dilakukan di dalam kota. Menghasilkan buah dan sayur dari dataran tinggi pun sangat memungkinkan.
“Kita bisa mengendalikan secara penuh greenhouse dengan sensor, sistem irigasi, iklim mikro, dan energi maka anda bisa bertanam di mana saja,” lanjutnya.
Selain optimalisasi lahan, teknologi ini mendukung kelestarian alam dengan menghemat air dan energi.
“Anda bisa menggunakan air dari sungai dikurangi bakterinya, seperti di Belanda yang semuanya terhubung. Air bisa dibersihkan dan digunakan di greenhouse. Energi juga saling terhubung sehingga makin terjangkau biaya produksi tanamannya,” urainya.
Melalui teknologi ini, Priva juga menawarkan cara baru menurunkan jejak karbon dan meningkatkan ketelusuran produk yang menjadi syarat pasar premium.
Inovasi Benih
Kebutuhan produk buah dan sayur premium yang spesifik dan unik, mengharuskan ketersediaan benih sesuai tuntutan pasar.
Menjawab kebutuhan itu, Rijk Zwaan, perusahaan benih hortikultura terkemuka dunia, menghadirkan benih mengikuti tren permintaan konsumen.
“Sifat-sifat yang diutamakan dalam pengembangan produk adalah rasa, tekstur,efisiensi,umur simpan,kualitas dan konsistensiproduk, produksidankeberlanjutan, kenyamanan, serbaguna, keamanan produk, serta kesehatan dannutrisinya,” kata Friso Klok, Area Sales Manager Rijk Zwaan.
Salah satu produk selada Rijk Zwaan yang diminati pasar ialah Salanova. Berbeda dengan selada umumnya yang kurang disukai konsumen, Salanova menghasilkan selada berdaun kecil (baby-sized leaves) yang sangat mudah digunakan cukup dengan sekali potong.
Ada 10 jenis Salanova yang ditawarkan dengan pilihan warna, bentuk, dan tekstur menyesuaikan jenis-jenis selada tradisional.
Menurut Friso, inovasi produk selada potong cukup menarik di masa mendatang karena kemudahan dan kenyamanan dalam konsumsi. Namun, salah satu masalah produk ini yaitu perubahan warna potongan selada menjadi pink dan cokelat.
“Karena itu kami mengembangkan jenis yang disebut KNOX, varietas yang menunda warna pink dan memungkinkan perpanjangan umur simpan. Ini menarik untuk pasar yang terkait pemotongan dan proses,” ulasnya.
Mengikuti tren global yang menginginkan produksi aman dan lebih bersih, pihaknya merakit produk selada yang cocok untuk hidroponik.
“Ini memungkinkan petani menjual selada hidup dengan akarnya. Sistem ini kami lihat cukup banyak berkembang di masa depan karena menawarkan perspektif ke konsumen tentang cara yang aman dalam konsumsi selada,” imbuhnya.
Selain itu, tren camilan sehat buah dan sayur juga meningkat cepat. “Di segmen snacking, kami lihat pertumbuhan dua digit dalam beberapa tahun terakhir, tidak hanya tomat tapi juga timun dan produk lain. Kami menawarkan bermacam produk dalam bentuk, warna agar bisa memenuhi kebutuhan ini,” tambahnya.
Khusus pasar Asia Tenggara, Rijk Zwaan mengembangkan melon yang memenuhi permintaan petani dan konsumen. Konsumen Asia menghendaki melon yang manis dan renyah sedangkan petani menginginkan melon yang mudah ditanam.
“Kami mulai mengenalkan jenis melon putih di Asia Tenggara yang cocok dengan iklim, contohnya Golden Emerald, melon yang manis, berair, juga renyah cocok untuk asia tenggara dan ini mudah ditanam,” serunya.
Windi Listianingsih, Brenda A, Peni SP, Sabrina Y