Foto: Windi Listianingsih
Butuh kolaborasi pentahelix untuk mencapai target produksi udang 2 juta ton di 2024
Pangsa pasar udang Indonesia harus menjadi 7% di level global agar nilai ekspor meningkat 250%.
Pencapaian produksi 2 juta ton udang pada 2024 untuk menaikkan nilai ekspor sebesar 250% perlu mendapat dukungan semua pihak mulai dari pemerintah, pelaku usaha hulu-hilir, dan peneliti atau akademisi. Strategi apa saja yang mereka siapkan untuk mencapai gol besar itu?
Sepuluh Strategi
Pemerintah menetapkan 2 jalan menuju produksi 2 juta ton, yaitu revitalisasi dan ekstensifikasi. Prof. Rokhmin Dahuri, Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) menilai, ekstensifikasi atau pembukaan lahan baru tetap penting dilakukan karena bisa menjadi mesin percepatan ekonomi daerah yang masih miskin.
Apalagi, revitalisasi tidak bisa diterapkan di setiap tambak. “Kalau tambak sudah carut-marut secara teknis, secara sosial susah, itu tidak mungkin,” timpalnya.
Rokhmin mengusulkan sepuluh strategi mencapai target 2024. Pertama, revitalisasi dan ekstensifikasi harus sesuai rencana tata ruang wilayah yang benar dan sah.
Kedua, budidaya udang tidak melampaui daya dukung lingkungan di tingkat mikro (unit tambak) dan kawasan.
Ketiga, ekstensifikasi harus di luar lahan mangrove dan dilakukan secara ramah lingkungan.
Ia menolak pembukaan tambak diidentikkan merusak bakau. “Kita bisa di belakangnya atau dengan teknologi biofilter.
Itu nggak perlu lahan liat, lempung, di pasir pun bisa,” imbuhnya pada webinar Shrimp Talk “Support the Target of 250% Increase in Shrimp Export Value” beberapa waktu lalu.
Keempat, revitalisasi dan ekstensifikasi harus memenuhi skala ekonomi, sistem hulu-hilir terpadu, praktik budidaya yang baik, dan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Kelima, penguatan dan pengembangan industri pengolahan udang.
Keenam, penguatan dan pengembangan pasar komoditas dan produk udang di pasar lokal dan global.
Ketujuh, penguatan dan pengembangan kemitraan udang Indonesia yang saling menghormati dan menguntungkan untuk menjamin stabilitas pasokan dan harga yang menguntungkan.
“Bagaimana supaya ada pembagianmanfaat ekonomi antara pengusaha hatchery, pakan, petambak, pemasar,” jelasnya.
Kedelapan, pemerintah menjamin ketersediaan manajemen input mulai dari sarana produksi sampai regulasi harus kompetitif buat pelaku usaha.
Selanjutnya, penyediaan skim kredit khusus dengan persyaratan relatif lunak.
Terakhir, menciptakan iklim investasi dan kemudahan berbisnis yang kondusif.
Standardisasi
Tidak sekedar target 2024, Dr. Yudi Nurul Ihsan, Dekan FPIK Universitas Padjadjaran menjelaskan perlunya standardisasi menuju 100 tahun Indonesia merdeka di 2045.
Standardisasi meliputi farming (budidaya) dan balai, sumber daya manusia (SDM), induk, benih, serta pakan. Dengan membuat standardisasi, kita akan dapat memetakan permasalahan industri udang.
Ia juga menyarankan penetapan indikator lingkungan, sosial, dan ekonomi. “Budidaya udang bisa sejalan dengan lingkungan sehingga bisa dilakukan berkelanjutan. Indikator sosial: budidaya udang tidak hanya menguntungkan secara kelompok saja tapi masyarakat pesisir juga ikut sejahtera. Akhirnya, indikator ekonomi bahwa perekonomian kita semakin maju,” terang Yudi.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 326 terbit Agustus 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.