Foto: Dok. PTPN X
Swasembada gula membutuhkan dukungan dan kemauan politik pemerintah
“Setiap impor,kenakanlah dana untuk memperbaiki seluruh tanaman tebu, dikembalikan ke petani tebu,” kata Soemitro Samadikun.
Menggemaskan! Indonesia menjadi importir gula terbesar dunia mengalahkan China dan Amerika. Laporan USDA Mei 2021 menyebut, tahun lalu negara ini mengimpor gula mentah (raw sugar) sebanyak 5,2 juta ton.
Jauh di atas impor China yang 4,9 juta ton dan Amerika 2,86 juta ton. Padahal, Indonesia pernah menjadi eksportir gula dunia. Swasembada gula pun bisa diwujudkan menilik pengalaman yang ada dan mengikuti jurus ampuh PTPN X yang bisa menghasilkan hablur 10 ton/ha.
Kebutuhan dan produksi
H. Bagus Hudoro, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Kementerian Pertanian menyebut, produksi gula nasional pada 2020 sebesar 2,18 juta ton dan kebutuhan gula konsumsi 2,8 juta ton. Karena itu, ada defisit produksi gula 620 ribu ton. Sementara, permintaan gula industri mencapai 3,2 juta ton.
Kementan menargetkan swasembada gula konsumsi pada 2023. Maka, sejak tahun lalu dilakukan percepatan pemenuhan gula konsumsidengan peningkatan ratoon sekitar 10ribu ha. Lalu, targetperbaikan di hulu seluas 250ribu ha.
Menurut Bagus, sapaannya, dua carayang dilakukan. Pertama, peningkatan produktivitas (intensifikasi) melalui rawat ratoon 125ribu ha danbongkar ratoon 75ribuha. Kedua, perluasan area di luar Jawa sebanyak 50ribuha.Target ini untuk mewujudkan pemenuhan 676 ributon gula konsumsi.
Program dilengkapi pembangunan sumber air dan kebun benih. Infrastruktur air yang disiapkan berupa irigasi tetes panel surya, embung, sumur dalam, serta pompanisasi. Sementara dalam pembiayaan, pemerintah menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta investasi dalam dan luar negeri.
Benih yang digunakan memiliki produktivitas tebu 83 ton/ha dan rendemen 8,54%.Bagus mengaku, penyiapan benih untuk penanaman secara luas butuhwaktu panjang.Ini diamini Eka Nuryanto, Kepala Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia(P3GI). Idealnya perlu waktu 2 tahun buat menyiapkan benih tebu siap tanam.
“Kalau pesan tidak ada kontrak, tidak bisa disiapkan. Iya kalau jadi beli, kalau nggak? Kami sudah ngalami itu, bablas, berapa miliar kami habis, terbuang,” bukanya kepada AGRINA. Namun, ia menyatakan, P3GI siap menyediakan benih berkualitas pendukung swasembada.
Insentif
Di hilir, Kementerian Perindustrian mencoba menarik minat investasi dan pengembangan perkebunan tebu dengan menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 10/2017. Aturan ini memberikan kemudahan pabrik gula (PG) baru memenuhi bahan baku dengan mengimpor raw sugar dalam jangka waktu tertentu.
Supriadi menjelaskan, paling lama impor 7tahun bagiPG baru yang terintegrasi dengan perkebunanyang ada di luar Pulau Jawa,5tahun bagi PG baru di Jawa, dan 3 tahun bagi PG perluasan yang terintegrasi dengan perkebunan.
“Kami setiap tahun mengevaluasi bagaimana perkembangan perkebunan tebunya. Kalau sama sekali tidak berkembang, mungkin tidak akan kita berikan,” jelasnya dalam webinar Gula Tebu: Swasembada atau Impor Terus”.
Direktur Industri Makanan, Hasil Laut,dan Perikanan, Dirjen Industri Agroitu melanjutkan, ada pula insentif lain, yaitu tax allowancedan super tax deduction. Tax allowance berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 30% selama 6 tahun. Super tax deductionuntuk kegiatan vokasi serta pengembangan SDM dan R&D (research & development).
Hulu-hilir
Mendorong peningkatan produksi gula Indonesia, Soedjai Kartasasmita, Begawan Perkebunan menyarankan, perlu dukungan dan kemauan politik dari pemerintah. Kemudian, penelitian untuk kegiatan on farm dan off farm.
Ia mencontohkan, Thailand memanfaatkan ampas tebu untuk membuat bioplastik sehingga mendominasi pasarbioplastik dunia. Belanda sudah membuat ban mobil menggunakan ampas tebuyang kualitasnya lebih baik dari karet alam.
Emisi karbonnya 85% lebih rendah. “Jadi,penelitian terkait on farm maupun off farm perlu ditingkatkan baik oleh pemerintah maupun para stakeholder,” katanya.
Aris Toharisman, Direktur PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X mengupas penyebab industri gula nasional belum bersaing.
“Pertama, masih bertumpu pada monoproduk, artinya hanya bertumpu pada gula. Bandingkan di luar negeri: India, Brasil, Pakistan, diversifikasi produknya jalan. Pabrik gula itu selalu terintegrasi denganbioetanol, cogeneration, listrik, dan lain-lain,” urainya.
Kedua, keberadaan R&D lemahdan dananyaterbatas. “Padahal,fungsi keberhasilan kita di industri,harus denganR&D yang kuat. Kita punya ruang melakukan perbaikan, salah satunya memerlukan dukungan R&D yang sangat kuat denganposisi strategis sehingga memiliki kemampuan melakukan aktivitasnya dalam riset gula,” jelasnya.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 324 terbit Juni 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.