Rabu, 2 Juni 2021

Septian Jasiah Wijaya, Fokus dan Konsisten hingga Akhir

Septian Jasiah Wijaya, Fokus dan Konsisten hingga Akhir

Foto: Windi Listianingsih
“Ini membutuhkan integrasi antara universitas, pemerintah, peternak, dan industrinya. Saling mendukung agar pertanian dan peternakan Indonesia semakin kuat.”

Peternak harus mempunyai mental yang kuat serta didukung manajemen dan strategi marketing yang mumpuni.


Ketersediaan susu segar dalam negeri (SSDN) masih sangat terbatas. Selama ini demi mencukupi kebutuhan susu lokal, Indonesia masih mengandalkan bahan baku impor sebanyak 78%. Sementara, peternak sapi perah dalam negeri hanya mampu berproduksi sisanya atau sebanyak 22%.

Menurut Septian Jasiah Wijaya, CEO PT Waluya Wijaya Farm, peternakan sapi perah di Cimande, Jawa Barat, hal tersebut menjadi tantangan sekaligus sebuah peluang. “Peluangnya adalah produknya. Susu merupakan produk pangan yang bernutrisi baik. Ini yang menjadi peluang bisnis,” alasan yang mendorong pemuda kelahiran 16 September 1993 ini menjadi peternak.


Menikmati Proses

Tian, sapaan akrabnya, memulai bisnis ternak pada 2009. Diawali 6 ekor sapi pemberian orang tua, ia sukses mengelola peternakan sapi perah modern berkapasitas 600 ekor. Hasil yang kini ia nikmati merupakan buah konsistensi dan menikmati setiap proses usaha yang ditekuni.

Ia bercerita, beternak dimulai dengan ilmu yang sangat minim. Kemudian, pada 2010-2012 Tian beternak secara sederhana dan berjalan dengan baik namun mengalami kegagalan pertama di 2013. Selanjutnya, pada 2014 ia mencoba kembali meski gagal kedua kali.

“Pada 2016 mulai lagi dan berjalan lancar. Akan tetapi, pada 2017 terpaksa harus kehilangan aset. Akhirnya, pada 2018 bikin dari awal hingga akhirnya membangun peternakan sapi perah berkonsep modern seperti sekarang,” tuturnya detail.

Untuk menguatkan citra usahanya, lulusan Teknologi Manajemen Ternak Sekolah Vokasi IPB University ini menamai peternakannya dengan Waluya Wijaya Farm secara resmi pada 2014. Waluya berasal dari singkatan ‘waktu perlu, aya’ (ketika dibutuhkan tersedia). Kemudian, Wijaya adalah nama keluarga sedangkan Farm menandakan sebuah peternakan.

“Saat ini kita masih jual susu segar langsung ke beberapa pengolahan kecil. Ada juga susu pasteurisasi, mozarella, dan butter. Rencana ke depan juga es krim,” harapnya ketika berbincang santai dengan AGRINA.

Dengan luas lahan peternakan mencapai 5,6 ha, sapi perah dibudidayakan secara freestall barn agar sapi-sapi tidak terkekang dan merasa nyaman. Pemerahan susu pun dilakukan dengan milking parlour (mesin pemerah susu). Ia meyakini, peternak juga mampu memiliki farm yang lebih modern, bukan melulu hanya perusahaan besar.

Tian juga berpendapat, seorang peternak harus mempunyai mental yang kuat untuk mencapai tujuannya. Lalu, didukung manajemen yang baik dan harus menyiapkan nilai tambah produk, serta strategi marketing yang keren. “Jangan lupa untuk terus belajar dari siapapun agar semakin baik,” bahas anak pertama dari dua bersaudara ini.

Asa untuk sukses di dunia peternakan diakuinya muncul sejak di bangku SMA. Profesi peternak yang identik dengan keadaan kotor dan tidak menguntungkan, tidak berlaku bagi dirinya. Justru, Tian bertekad ingin membuktikan bahwa bisnis sapi perah sangat prospektif.

“Dulu sempat terpikir jadi pegawai bank. Setelah sadar saya tidak bisa melakukan aktivitas yang sama setiap hari, akhirnya mantap jadi peternak,” ujarnya sembari berkelakar.


Mengoptimalkan Produksi dan Bekerja Sama

Ketua Perhimpunan Peternak Muda Indonesia (Perpami) ini mengulas, caranya beternak mulai berubah setelah mengkombinasikan ilmu di dunia perkuliahan dan hasil beasiswa magang beternak sapi perah di Selandia Baru pada 2016. Yang semula pemberian pakan masih terbilang asal, sekarang sudah melalui formulasi dengan campuran ransum secara ad libitum atau sekenyangnya.

Berkat menimba ilmu di negeri kiwi, ia mendapatkan kedisplinan dan mempelajari teknologi baru. Bukan bermaksud meninggalkan hal tradisional dalam beternak sapi perah tapi demi memproduksi susu yang lebih efisien, bersih, dan higienis. Hasilnya, saat rata-rata produksi susu nasional masih 8-13 l/ekor/hari, Waluya Wijaya Farm sukses menghasilkan 22-25 l/ekor/hari. Kendati demikian, Tian tetap menargetkan sapi-sapinya mampu memproduksi susu 30-35 l/ekor/hari.

Tian mengungkap, peternak kadang tidak menyadari ketika sapi sudah tidak produktif. Sebab, sapi yang masih mengeluarkan susu dianggap masih menghasilkan. Padahal kalau dihitung secara biaya, bisa saja justru tidak menguntungkan. Sapi yang tidak produktif bisa dilihat dari produksi susu dan bobot badannya.



Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 324 terbit Juni 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain