Foto: Dok. KKP
Produksi udang ditingkatkan secara intensif untuk mencapai target 250% nilai ekspor
Kontribusi produksi udang dengan intervensi pemerintah diharapkan mencapai 800 ribu ton pada 2024.
Ada alasan kuat memilih udang sebagai program prioritas unggulan nasional dengan menaikkan target nilai ekspor menjadi 250% pada 2024. Menurut Tinggal Hermawan, udang punya nilai produksi paling besar di sektor perikanan budidaya.
Pada 2019 nilai produksinya sekitar Rp70 triliun. Sedangkan saat 2020 nilai produksi sementara udang Rp45 triliun dari total nilai produksi ikan Rp143,9 triliun. “Nilai produksi udang yang terbesar, hampir 1/3 dari total nilai produksi ikan tahun 2020,” ujar Direktur Kawasan dan Kesehatan Ikan, Ditjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu.
Alasan Kuat
Dari sisi hulu, udang sebenarnya ada di posisi keempat dengan volume produksi 17% atau 0,91 juta ton pada 2020. Posisi pertama ditempati nila dengan volume 1,24 juta ton atau 22%. “Walaupun volume udang tidak terbesar namun karena harganya cukup bagus, cukup baik, nilai produksinya jadi paling tinggi,” ulasnya pada webinar AGRINA Agribusiness Outlook 2021, Rabu (10/3).
Di samping itu, luas tambak udang yang eksis di Indonesia sekitar 862 ribu ha atau 29% dari potensi lahan. Sebarannya mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Maluku, dan Papua.
Tambak ini 88% lebih berupa tambak sederhana atau tradisional. “Hanya sekitar 1,7% tambak intensif atau tambak dengan produktivitas tinggi,” imbuh mantan Kepala Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon ini.
Luas tambak terbesar ada di Jabar, diikuti Kaltara, dan Sulsel. Sementara, produsen budidaya udang 2019 tertinggi adalah NTB, lalu Jabar dan Jatim. Produksi udang di Kaltara tidak masuk dalam 10 besar karena hampir 100% berupa tambak tradisional.
Di sisi hilir, si bongkok menjadi komoditas perdagangan dunia dengan nilai terbesar kedua setelah salmon untuk sektor perikanan sehingga pasarnya sangat besar.
Ada tujuh negara dan kawasan yang menjadi pasar utama global, yaitu China, Amerika, Jepang, Korsel, dan Inggris, serta kawasan Uni Eropa dan Timur Tengah. “Ini target negara tujuan ekspor kita dalam rangka peningkatan produksi udang sampai 250% di tahun 2024,” jelas pria kelahiran 4 Januari 1975 ini.
Target ekspor udang pada 2024 adalah 0,957 juta ton udang ekspor atau setara 1,595 juta ton bahan baku. Vaname menjadi spesies andalan untuk mendongkrak nilai ekspor 250% karena memiliki produktivitas lebih tinggi dan pasar terbesar. Sedangkan, udang windu yang produktivitasnya lebih rendah diarahkan menjadi udang premium dengan tujuan ekspor ke Jepang.
Shrimp Estate
Untuk mencapai target itu pemerintah meningkatkan produksi secara intensif. “Paling tidak di tahun 2024 bisa membuat suatu pertambakan intensif seluas 10 ribu ha dengan produktivitas yang baik. Yang selama ini produktivitas intensif rata-rata 30 ton/ha/tahun, kita akan mencoba tingkatkan dengan aplikasi teknologi, perbaikan, menjadi 80 ton/ha/tahun. Sehingga, produksi kita 2024 adalah 2 juta ton volume udang dengan intervensi pemerintah diharapkan sebesar 800 ribu ton,” urai Tinggal.
KKP merancang tigakegiatan unggulan, yaitu shrimp estate, percontohan klaster budidaya udang berkelanjutan, dan milenial shrimp farm. Dia menuturkan, shrimp estate ialah pertambakan yang berkelanjutan, menguntungkan, dan komprehensif dari hulu ke hilir.
Lokasinya ada di Aceh Timur dengan 10 ribu ha lahan disediakan pemda. Kolam produksi seluas 50% atau 5.000 ha dengan volume yang ditargetkan pada 2024 sebesar 400 ribu ton atau senilai Rp30 triliun. Satu klaster shrimp estate seluas 1.000 ha sehingga ada 10 klaster dan jarak antarklaster 10 km.
Dalam satuklaster shrimp estate ada tandon tahap 1 dan tahap 2, kolam produksi 500 ha, bak sedimentasi, IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), serta infrastruktur lain. Klaster menggunakan teknologi terbaru yang ramah lingkungan sehingga bisa berkelanjutan.
Pemerintah hadir dalam pembangunan infrastruktur dasar dan pendukung, seperti hatchery (pembenihan), pabrik pakan, dan cold storage (gudang pendingin). “Karena pakan di udang memakan biaya hampir 60% jadi pemerintah sangat concernterhadap harga pakan di pasar sehingga, pemerintah harus hadir,” serunya.
KKP menginginkan shrimp estate seperti kawasan berikat atau kawasan ekonomi khusus. “Rencananya kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah di Aceh Timur. Pengelola kawasan ini mungkin join kerja sama atau badan pengelola antara pusat dengan daerah. Isinya orang-orang profesional, bukan pemerintah tapi pemilik saham badan pengelola ini pemerintah pusat dan daerah,” terangnya.
Klaster Tambak Berkelanjutan
Mengingat 88% tambak nasional adalah tradisional dengan produktivitas rendah, 0,5 ton/ha/tahun, KKP akan merevitalisasi menjadi tambak semiintensif dengan percontohan klaster budidaya udang berkelanjutan.
Harapannya, produktivitas tambak bisa naik menjadi 10-40 ton/ha/tahun. “Dengan adanya percontohan ini masyarakat akan meniru sehingga pendapatan meningkat, produksi dan kesejahteraan masyarakat pun meningkat,” tukasnya.
Rencana lokasi percontohan klaster udang dari 2020-2024 dari mulai Aceh sampai Sulawesi. Tahun lalu percontohan ada di Aceh Timur-NAD, Lampung Selatan-Lampung, Cianjur-Jabar, Sukamara-Kalteng, Buol-Sulteng. Tahun ini percontohan klaster menuju wilayah Aceh Tamiang-NAD, Pemalang-Jateng, Sumbawa-NTB, Kukar-Kaltim, dan Takalar-Sulsel.
Peningkatan produktivitas tambak tradisional dengan penerapan teknologi inovatif dan adaptif. Desain dan tata letak tambak diatur dalam klaster yang terdiri dari petak pembesaran, tandon, dan IPAL, serta dikelola berbasis manajemen kawasan. Konstruksi tambak tradisional 10 ha dalam satu kawasan dibuat jadi 20-an petak pembesaran 2.000 m2/unit dan kedalaman 150 cm.
Pembangunan petak tandon dan IPAL seluas 1:4. Petak tambak juga dilapisi plastik low density polyethylene (LDPE) atau high density polyethylene (HDPE). Tinggal menyebut, budidaya menggunakan bahan dan sarana yang berkualitas, benih bersertifikat, dan didukung pendanaan. Sementara, pengendalian penyakit melalui sosialisasi cara budidaya udang yang baik (good aquaculture practices, GAP).
“Kita sedang menyusun aturan pertambakan harus dilakukan treatment (pengolahan) air, baik air masuk atau keluar ke perairan umum. Saya harap itu segera keluar sehingga pertambakan yang baru dibuat harus mengikuti aturan pola-pola budidaya yang baik,” ulasnya. Ditambah, perbaikan infrastruktur di tambak tradisional bekerjasama dengan Kementerian PUPR.
MSF
Tinggal melanjutkan, millennial shrimp farm (MSF) merupakan tambak model baru menggunakan kolam bundar dilengkapi teknologi 4.0 yang bekerja sama dengan startup. Aplikasi teknologi 4.0 akan menarik minat anak muda atau kaum milenial untuk bekerja di tambak udang karena bisa dikelola dengan baik, terkini, dan tidak ketinggalan zaman.
“Kita kepengen menarik anak-anak muda, fresh graduate (baru lulus) dari berbagai macam perguruan tinggi untuk bisa berkecimpung dalam produksi udang nasional,” jelasnya.
Percontohan MSF telah dibangun di Situbondo, Jatim dan Jepara, Jateng. Diameter kolam MSF 20 m dan ketinggian 1,5 m dengan padat tebar 200 ekor/m2.
Teknologi 4.0 yang diterapkan antara lain automatic feeder (mesin pakan otomatis), water quality monitoring (monitor kualitas air), dan nanobubble (pembuat gelembung air berukuran nano) yang dilengkapi aplikasi budidaya berbasis data (smart farming).
Di tiap lokasi MSF, 20 orang milenial dilatih selama tigasiklus untuk disebar menjadi pengusaha di berbagai daerah.
Bagaimana cara mengikuti MSF? “Kalau milenial ini tertarik, bisa datang ke Balai UPT kita di Jepara atau Situbondo. Nanti tiap tahun ada duapercontohan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Ini akan melibatkan para milenial seperti konsep awal. Ini tidak dipungut biaya,” ungkap Tinggal. Tahun ini MSF akan dilaksanakan di Pesawaran-Lampung dan Tuban-Jatim.
Windi Listianingsih dan Try Surya Anditya