Agribisnis semakin diandalkan menjadi lokomotif ekonomi Indonesia. Pasalnya, sektor inilah yang menunjukkan taji saat menghadapi badai pandemi Covid-19. Saat sektor lainnya “keok”, agribisnis meliputi pertanian, kehutanan, dan perikanan, tetap tumbuh 1,75% pada 2020.
Kontribusi pendapatan domestik bruto (PDB) agribisnis dalam ekonomi nasional mencapai 13,7%. Nilai ini tertinggi di antara sektor informasi dan komunikasi, jasa kesehatan dan kegiatan sosial, serta jasa keuangan dan asuransi yang juga tumbuh positif. Pemerintah pun menargetkan sektor penyedia pangan ini bisa tumbuh di atas 3% di 2021.
Perekonomian Indonesia juga dipengaruhi situasi ekonomi global, khususnya Amerika Serikat (AS) dan China. Secara umum, Bank Dunia memprediksi ekonomi global tumbuh 4% tahun ini dengan asumsi vaksinasi telah menyebar luas sepanjang tahun. Ekonomi AS diramalkan positif 3,5%, Uni Eropa 3,6%, dan Jepang 2,5%.
Perekonomian negara berkembang, termasuk China akan tumbuh 5% di 2021. Tanpa menghitung PDB China, pertumbuhan ekonomi negara berkembang hanya 3,4%. Sementara, ekonomi negara tirai bambu itu sendiri diproyeksi mencapai 7,9% tahun ini.
Di tengah geliat pergerakan positif ekonomi global, Bhima Yudhistira Adinegara, Peneliti INDEF memperingatkan kita akan komitmen Presiden AS, Joe Biden pada isu lingkungan. Isu ini bisa menghambat ekspor minyak sawit (crude palm oil, CPO) ke negara adikuasa itu dengan hambatan nontarif berupa sertifikasi lingkungan hingga keberlanjutan.
Demikian pula China, si raksasa ekonomi itu sedang aktif menyerap hampir semua komoditas agribisnis, salah satunya kedelai. Tentu ini akan mengerek harga komoditas lainnya. Di satu sisi menjadi nilai plus bagi produk agribisnis Indonesia yang diekspor ke China, yaitu CPO dan udang. Di lain pihak, menjadi saingan besar dalam “perebutan” komoditas impor, seperti kedelai. Sanggupkah kita?
Membahas kinerja perdagangan global, sepanjang 2020 ekspor agribisnis meningkat 14,03% atau mencapai US$4,12 miliar dari US$3,61 miliar. Syukurlah, capaian positif tersebut masih terus berlanjut di awal tahun ini. Kinerja ekspor agribisnis pada Januari 2021 sebanyak US$ 0,34 miliar dan naik 14,92% daripada Januari 2020 (year on year, yoy). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor agribisnis Januari-Februari 2021 sebesar US$0,65 miliar atau 8,81% yoy.
Menilik program nasional, pemerintah tengah fokus pada ketahanan pangan melalui food estate (lumbung pangan). Food estate tahap I periode 2020-2021 untuk petani skala kecil atau korporasi sedangkan tahap II yang dimulai pada 2022 untuk investor nasional dan multinasional. Yang sudah dan sedang berjalan adalah food estate untuk padi, jagung, dan bawang.
Selain itu, pengembangan komoditas hortikultura berorientasi ekspor menjadi perhatian untuk mendukung peningkatan devisa. Juga, program peremajaan sawit rakyat (PSR) seluas 540 ribu ha hingga 2022 untuk mengangkat produktivitas sawit rakyat sekaligus menyelesaikan persoalan legalitas lahan. Namun, masalah kelembagaan petani serta alih fungsi dan kepemilikan lahan masih menjadi PR yang harus diselesaikan.
Di subsektor perunggasan, pemerintah melakukan stabilisasi unggas melalui pengendalian produksi anak ayam umur sehari (day old chick, DOC). Diikuti, kewajiban memotong ayam hidup bagi pelaku usaha skala menengah – besar, kepemilikan rumah potong hewan unggas (RPHU) dan rantai dingin buat perusahaan pembibitan grand parent stock (GPS).
Ada juga program peningkatan konsumsi unggas lewat promosi atau kampanye sadar gizi. Sayang, belum terlihat signifikan dampak upaya tersebut dalam mendorong serapan pasar lokal yang lebih besar. Perlu pula dobrakan program agar konsumsi protein hewani yang sangat terjangkau ini lekas meninggi. Program konsumsi telur dan daging ayam seminggu sekali pada anak usia TK hingga SD misalnya, bisa menjadi pilihan.
Udang menjadi unggulan di subsektor perikanan budidaya. Pemerintah mendorong target kenaikan nilai ekspor udang 250% dengan shrimp estate, model klaster budidaya, dan millennial shrimp farm (MSF). Pembenahan infrastruktur, pengendalian penyakit, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) wajib diperhatikan.
Windi Listianingsih