Kamis, 4 Maret 2021

Menanti Industri Hilir Padi

Indonesia menduduki peringkat keempat dunia sebagai penghasil beras. Pada 2020/2021Departemen Pertanian Amerika (USDA) memperkirakan dari 503 juta ton beras produksi global, sebanyak 34,9 juta ton dari Indonesia. Tiga negara di depan kita adalah China dengan produksi 148,3 juta ton, India 120 juta ton, dan Bangladesh 35,3 juta ton.
 
Seperti umumnya komoditas agribisnis, padi juga mengalami fluktuasi harga karena pola produksinya musiman. Musim panen raya berlangsung pada Februari – Mei. Musim panen gadu Juni – September.
 
Bulan-bulan selebihnya produksi sangat sedikit, hanya 10%produksi nasional. Naik-turunnya jumlah gabah di pasaran juga tercermin dalam harga rata-rata gabah petani yang dicatat Badan Pusat Statistik(BPS).
 
Kala musim panen raya harga biasanya merosot. Akhir Februari silam media lokal di Jawa Tengah mengabarkan anjloknya harga gabah petani. Harga tebasan gabah di sawah cuma Rp15 juta – Rp20 juta/ha. Padahal normalnya Rp30 juta – Rp35 juta/ha.
 
Beda daerah,beda cara jualnya. Di Cibuaya, Karawang, Jabar, petani menjual gabah dalam bentuk gabah kering panen (GKP). Harga GKP musim yang baru lewat, Rp5.200-Rp4.400/kg.
 
Sementara BPS mencatat, harga rata-rata GKP Februari 2021 turun 3,31% dari harga Januari 2021, yakni Rp4.758/kgdari Rp4.921/kg.
 
Fluktuasi harga itu mestinya bisa diredam dengan mengembangkan industri berbasis padi.
 
Ketua Umum Perpadi,Sutarto Alimoeso mengusulkan pembentukan klaster petani seluas 250-300 ha berintikan pabrik pengillingan padi (Rice Milling Unit-RMU) skala kecil yang sudah ada di lokasi itu.
 
Petani membentuk koperasi atau Badan Usaha Milik Desa yang memiliki saham di RMU.
 
Pemerintah memfasilitasi kredit murah senilai Rp1,5 miliar untuk RMU melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Yang Rp1 miliar untuk rehabilitasi mesin pabrik dan sisanya sebagai modal kerja buat menyerap gabah petani. Petani juga mendapatkan KUR agar usaha taninya lancar.
 
Beras dari RMU ditujukan memenuhi kebutuhan penduduk di kabupaten tersebut. Pemda menyerap produksi beras sebagai cadangan pangan. Kelebihan produksi dijual ke RMU besar yang mampu memasarkan keluar daerah.
 
RMU besar dapat memaksimalkan keuntungan melalui pengembangan produk hilir dari dedak dan bekatul. Menurut Dr. Purwiyatno Hariyadi, Dosen Fateta IPB University, jumlah bahan dedak dan bekatul cukup besar, sekitar 10% produksi gabah. Kalau tahun ini perkiraan BPS produksi gabah 55 juta ton,berarti ada 5 jutaan ton yang bisa digali nilai tambahnya.
 
Dedak padipunyapotensi gizi luar biasa. Limbah yang baru dimanfaatkan sebatas pakan ternak ini kaya vitamin (tiamin, niasin, vitamin B6), mineral (besi, fosfor, magnesium, potasium), asam amino, asam lemak esensial,dan antioksidan. Jadi, berpotensi sebagai zat gizi yang bisa mengurangi risiko terjangkiti penyakit dan meningkatkan status kesehatan tubuh.
 
Disamping itu, dedak padi merupakan ingredien bersifat hipoalergenik dan sumber serat yang baik. Dedak padi sangat berpotensi digunakan dalam berbagai industri pangan, farmasi, dan suplemen pangan. Lihat saja contoh produknya pada www.ribus.comdi Amerika.
 
Selain itu, bekatul bisa diekstrak minyaknya menjadi rice bran oil (RBO). Menurut rilis wicz.com, nilai pasar RBO global sebesar US$1,17 miliar di 2018 dan akan meningkat jadi US$1,48 miliar pada 2025. Saat ini produsen RBO adalah India, China, Jepang, dan Thailand.
 
India juga menjadi konsumen utama. Pasar konsumsi China sangat besar tapibelum berkembang sepenuhnya. Sementara,riset dan pengembangan RBO di Jepang sudah berjalan lama.
 
Tridge.com memasukkan Indonesia dalam 20 importir RBO dengan volume 15,85 ribu ton senilai US$3,55 juta. Volume dan nilai ini naik terus dalam 3 tahun, 2016-2019.
 
Di Indonesia, khususnya lapak digital, RBO dipasarkan sebagai minyak goreng sehat yang dibanderol Rp60 ribu-Rp70 ribu/l dan juga dijual sebagai serum wajah awet muda, Rp20 ribu/100 ml.  
 
Bahan baku bekatul yang melimpah di sini butuh teknologi dan modal untuk memanen nilai tambahnya.
 
 
 
Peni Sari Palupi

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain