Foto: Windi Listianingsih
“Ternyata berbisnis itu tidak mudah. Perlu kejujuran dari semua pihak.”
Pelaku usaha dan pemerintah bergandeng tangan mencari terobosan untuk menghilangkan hambatan.
Pembawaannya tenang. Pola kerja terstruktur. Tetapi, siapa sangka “nahkoda” industri hilir sawit ini telah merambah berbagai bidang usaha bahkan bertani.
Pembawaannya tenang. Pola kerja terstruktur. Tetapi, siapa sangka “nahkoda” industri hilir sawit ini telah merambah berbagai bidang usaha bahkan bertani.
Dialah Rapolo Hutabarat, Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN). Bagaimana sepak terjang pria yang sempat beternak bebek dan bertani kentang ini memimpin industri oleokimia berbasis sawit terbesar di dunia?
APOLIN
Menurut Rapolo, APOLIN menjadi salah satu industri hilir sawit di Indonesia yang berkontribusi sangat besar terhadap investasi, serapan tenaga kerja dan devisa, hingga transfer teknologi mutakhir. Dibentuk pada 1995 oleh 6 pendiri, APOLIN kini beranggotakan 11 perusahaan oleokimia berbasis sawit yang tersebar di Sumut, Kepri, Riau, Jatim, Jabar, dan Banten.
“Tujuan pembentukan untuk menyerap dan menyampaikan aspirasi anggota kepada pemerintah. Hal-hal yang dibutuhkan industri supaya terjadi investasi, kebijakan yang “berpihak” kepada industri. Artinya, ada jaminan atau kepastian investasi jangka panjang, tersedia bahan baku di dalam negeri, dan infrastruktur yang memadai,” ulasnya.
Dalam 3-4 tahun terakhir, pria kelahiran Medan, 4 Maret 1965 itu menilai, industri oleokimia tumbuh 10%-12% untuk pasar lokal dan 17%-24% pasar ekspor. “Ada investasi baru, terutama setelah dikeluarkan peta jalan (roadmap) bahwa (sawit) harus hilirisasi,” katanya. Ia merinci investasi Rp4,3 triliun pada 2017, tahun 2018 senilai Rp1,3 triliun, dan Rp0,8 triliun di 2019. Tahun lalu di tengah cekaman Covid-19 pun ada investasi meski nilainya belum dirilis.
Rapolo menekankan pentingnya konsistensi regulasi agar iklim usaha kondusif. Seperti, kebijakan hilirisasi sehingga menjamin ketersediaan sawit untuk bahan baku dan penetapan harga gas untuk industri. “Terbukti ada investasi, itu karena konsistensi regulasi. Itu sudah kita nikmati,” cetusnya. Ia berharap pasar oleokimia tahun ini tumbuh dengan volume 165-168 ribu ton/bulan untuk lokal dan ekspor 364-379 ribu ton/bulan. “Artinya, lokal 1,98-2,02 juta ton selama 2021 dan ekspor menjadi 4,34-4,55 juta ton,” tukasnya.
Hub Internasional
Lulusan Pascasarjana IPB ini menjelaskan, pihaknya gencar mencari terobosan demi memperkuat daya saing industri oleokimia. Salah satunya, optimalisasi pelabuhan hub internasional Kuala Tanjung, Sumut. “Mengapa kita dorong pemerintah, karena kongesti di Pelabuhan Belawan (Medan, Sumut) sudah sangat tinggi. Itu ‘kan jadi biaya. Alangkah baiknya sebagian dialihkan ke Kuala Tanjung sehingga tidak ada demurrage cost (biaya berlabuh),” urainya.
Rapolo menegaskan, penetapan hub internasional ini mendesak dari sisi ekonomi nasional. “Yang bisa memanfaatkan hub internasional bukan hanya sawit. Ada peternakan, karet, hortikultura, kemudian ekspor-impor. Jadi sangat mendesak. Kalau boleh, jadi prioritas pemerintah,” pintanya.
Penetapan ini tentu bisa mengangkat ekonomi daerah lewat kenaikan Pendapatan Asli Daerah. Namun, Pemda Prov. Sumut serta Kabupaten/Kota Batubara, Serdang Bedagai, Simalungun, Lubuk Pakam, Tebing Tinggi, dan Pematang Siantar juga harus bekerja sama mengembangkan kawasan industri dengan berbagai fasilitas yang mengakomodasi kebutuhan industri jangka panjang.
APOLIN dengan perguruan tinggi juga meriset pitch glycerine menjadi produk bernilai tambah. Meski kadarnya cuma 1% bahan baku, pitch glycerine salah satu bahan beracun berbahaya (B3) menurut PP No. 101/2014. “Di negeri kita kalau sudah limbah B3, sudah berhenti aja, nggak ada upaya bersama. Tapi, kami tidak berhenti di situ. Kami cari terobosan,” cetusnya.
Menganut hukum kekekalan energi, limbah bisa diolah menjadi hal bermanfaat. “Ternyata bisa. Setelah 2 tahun lebih cari infromasi, akhirnya ketemu. Mudah-mudahan tahun ini ada hasil, akan menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat bahkan bernilai tinggi,” ujar pria yang gemar olah raga ini penuh semangat.
Agar industri berjalan baik, APOLIN pun berkoordinasi dengan pemangku industri sawit hulu-hilir dan pemerintah baik di dalam maupun luar negeri. “Karena kita yang paling hilir, kalau ada yang terganggu ke arah hulunya, kita juga terganggu,” sambung Corporate Affairs Manager PT Musim Mas itu. Ia bahkan menjalin hubungan dengan pejabat Kedutaan Besar Indonesia di berbagai negara untuk memperkuat pasar oleokimia.
“Sampai hari ini ada rasa optimis bahwa hambatan yang kita hadapi mudah-mudahan ada jalan keluarnya. Pelaku usaha dan pemerintah bergandengan tangan mencari terobosan, semua hambatan itu sedapat mungkin dihilangkan,” tandasnya.
Ternak hingga Politik
Sebelum mengelola hilir sawit, ungkap Rapolo, ia sempat beternak dan bertani buat mengumpulkan modal menjadi politikus. Awal bekerja disambi merintis usaha ternak bebek di Bogor, Jabar bersama teman. Usaha ini gagal karena ada yang berdusta.
APOLIN
Menurut Rapolo, APOLIN menjadi salah satu industri hilir sawit di Indonesia yang berkontribusi sangat besar terhadap investasi, serapan tenaga kerja dan devisa, hingga transfer teknologi mutakhir. Dibentuk pada 1995 oleh 6 pendiri, APOLIN kini beranggotakan 11 perusahaan oleokimia berbasis sawit yang tersebar di Sumut, Kepri, Riau, Jatim, Jabar, dan Banten.
“Tujuan pembentukan untuk menyerap dan menyampaikan aspirasi anggota kepada pemerintah. Hal-hal yang dibutuhkan industri supaya terjadi investasi, kebijakan yang “berpihak” kepada industri. Artinya, ada jaminan atau kepastian investasi jangka panjang, tersedia bahan baku di dalam negeri, dan infrastruktur yang memadai,” ulasnya.
Dalam 3-4 tahun terakhir, pria kelahiran Medan, 4 Maret 1965 itu menilai, industri oleokimia tumbuh 10%-12% untuk pasar lokal dan 17%-24% pasar ekspor. “Ada investasi baru, terutama setelah dikeluarkan peta jalan (roadmap) bahwa (sawit) harus hilirisasi,” katanya. Ia merinci investasi Rp4,3 triliun pada 2017, tahun 2018 senilai Rp1,3 triliun, dan Rp0,8 triliun di 2019. Tahun lalu di tengah cekaman Covid-19 pun ada investasi meski nilainya belum dirilis.
Rapolo menekankan pentingnya konsistensi regulasi agar iklim usaha kondusif. Seperti, kebijakan hilirisasi sehingga menjamin ketersediaan sawit untuk bahan baku dan penetapan harga gas untuk industri. “Terbukti ada investasi, itu karena konsistensi regulasi. Itu sudah kita nikmati,” cetusnya. Ia berharap pasar oleokimia tahun ini tumbuh dengan volume 165-168 ribu ton/bulan untuk lokal dan ekspor 364-379 ribu ton/bulan. “Artinya, lokal 1,98-2,02 juta ton selama 2021 dan ekspor menjadi 4,34-4,55 juta ton,” tukasnya.
Hub Internasional
Lulusan Pascasarjana IPB ini menjelaskan, pihaknya gencar mencari terobosan demi memperkuat daya saing industri oleokimia. Salah satunya, optimalisasi pelabuhan hub internasional Kuala Tanjung, Sumut. “Mengapa kita dorong pemerintah, karena kongesti di Pelabuhan Belawan (Medan, Sumut) sudah sangat tinggi. Itu ‘kan jadi biaya. Alangkah baiknya sebagian dialihkan ke Kuala Tanjung sehingga tidak ada demurrage cost (biaya berlabuh),” urainya.
Rapolo menegaskan, penetapan hub internasional ini mendesak dari sisi ekonomi nasional. “Yang bisa memanfaatkan hub internasional bukan hanya sawit. Ada peternakan, karet, hortikultura, kemudian ekspor-impor. Jadi sangat mendesak. Kalau boleh, jadi prioritas pemerintah,” pintanya.
Penetapan ini tentu bisa mengangkat ekonomi daerah lewat kenaikan Pendapatan Asli Daerah. Namun, Pemda Prov. Sumut serta Kabupaten/Kota Batubara, Serdang Bedagai, Simalungun, Lubuk Pakam, Tebing Tinggi, dan Pematang Siantar juga harus bekerja sama mengembangkan kawasan industri dengan berbagai fasilitas yang mengakomodasi kebutuhan industri jangka panjang.
APOLIN dengan perguruan tinggi juga meriset pitch glycerine menjadi produk bernilai tambah. Meski kadarnya cuma 1% bahan baku, pitch glycerine salah satu bahan beracun berbahaya (B3) menurut PP No. 101/2014. “Di negeri kita kalau sudah limbah B3, sudah berhenti aja, nggak ada upaya bersama. Tapi, kami tidak berhenti di situ. Kami cari terobosan,” cetusnya.
Menganut hukum kekekalan energi, limbah bisa diolah menjadi hal bermanfaat. “Ternyata bisa. Setelah 2 tahun lebih cari infromasi, akhirnya ketemu. Mudah-mudahan tahun ini ada hasil, akan menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat bahkan bernilai tinggi,” ujar pria yang gemar olah raga ini penuh semangat.
Agar industri berjalan baik, APOLIN pun berkoordinasi dengan pemangku industri sawit hulu-hilir dan pemerintah baik di dalam maupun luar negeri. “Karena kita yang paling hilir, kalau ada yang terganggu ke arah hulunya, kita juga terganggu,” sambung Corporate Affairs Manager PT Musim Mas itu. Ia bahkan menjalin hubungan dengan pejabat Kedutaan Besar Indonesia di berbagai negara untuk memperkuat pasar oleokimia.
“Sampai hari ini ada rasa optimis bahwa hambatan yang kita hadapi mudah-mudahan ada jalan keluarnya. Pelaku usaha dan pemerintah bergandengan tangan mencari terobosan, semua hambatan itu sedapat mungkin dihilangkan,” tandasnya.
Ternak hingga Politik
Sebelum mengelola hilir sawit, ungkap Rapolo, ia sempat beternak dan bertani buat mengumpulkan modal menjadi politikus. Awal bekerja disambi merintis usaha ternak bebek di Bogor, Jabar bersama teman. Usaha ini gagal karena ada yang berdusta.
“Ternyata berbisnis itu tidak mudah. Perlu kejujuran dari semua pihak. Kami berempat, ada yang nggak jujur. Kami sepakat beli bebek yang belum bertelur. Ternyata dibeli yang sudah bertelur setahun. Lah kok nggak bertelur-bertelur. Ternyata ada masa rontok bulu setelah bertelur. Ya sudahlah bubar,” urai pria yang senang beternak ini tertawa.
Masih di sela bekerja, ia juga bertani kentang di Garut, Jabar sebagai mitra Indofood. Usahanya berhasil dengan menggarap 2 ha menjadi 6 ha lahan selama 2 tahun lebih. “Jadi, cita-cita saya kerja di swasta dalam kurun waktu tertentu karena saya bercita-cita jadi politikus. Tapi nggak kesampean dan ternyata cukup besar modal untuk itu. Makanya saya rintis dengan petani kentang bisa punya modal, jadi pengusaha terus masuk ke politik,” bukanya.
Rapolo terpaksa berhenti bertani karena waktunya tidak mencukupi. Namun, ia jadi paham kesulitan pengusaha yang sering diteror pungutan liar. “Saya nggak punya modal. Saya berusaha menjadi pengusaha yang baik. Jadi seperti tempat kami bekerja ini, para pemiliknya betul-betul orang yang luar biasa, memikirkan puluhan ribu karyawan, nggak gampang. Nggak semua orang bisa seperti itu,” papar anak kedua dari lima bersaudara itu.
Meski begitu, Rapolo berupaya memberi yang terbaik pada peran apapun yang dijalani. “Karyawan juga punya kontribusi harus memberikan yang terbaik terhadap perusahaan di mana dia bekerja. Nilai itu yang selalu saya bawa, sedapat mungkin memberikan yang terbaik bagi diri sendiri, keluarga, dan lingkungan,” ulasnya yang pernah merintis pasar lelang beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta ini.
Ia juga bersyukur menjalani berbagai kondisi hidup. “Apapun yang terjadi, syukuri. Kondisi apapun syukuri. Tiap sesuatu yang terjadi itu ada aja hikmahnya,” ucapnya memandang pandemi. Biasanya Rapolo olah raga saat akhir pekan saja. Hikmah pandemi bagi ayah 2 anak ini membuatnya rutin olah raga jalan kaki 5 km setiap hari. Dengan begitu, “Turun lo berat badan. Makan nggak dikurangi, biasa saja,” pungkas penikmat menu masakan ikan dan sayur ini takjub.
Windi Listianingsih dan Brenda Andriana
Masih di sela bekerja, ia juga bertani kentang di Garut, Jabar sebagai mitra Indofood. Usahanya berhasil dengan menggarap 2 ha menjadi 6 ha lahan selama 2 tahun lebih. “Jadi, cita-cita saya kerja di swasta dalam kurun waktu tertentu karena saya bercita-cita jadi politikus. Tapi nggak kesampean dan ternyata cukup besar modal untuk itu. Makanya saya rintis dengan petani kentang bisa punya modal, jadi pengusaha terus masuk ke politik,” bukanya.
Rapolo terpaksa berhenti bertani karena waktunya tidak mencukupi. Namun, ia jadi paham kesulitan pengusaha yang sering diteror pungutan liar. “Saya nggak punya modal. Saya berusaha menjadi pengusaha yang baik. Jadi seperti tempat kami bekerja ini, para pemiliknya betul-betul orang yang luar biasa, memikirkan puluhan ribu karyawan, nggak gampang. Nggak semua orang bisa seperti itu,” papar anak kedua dari lima bersaudara itu.
Meski begitu, Rapolo berupaya memberi yang terbaik pada peran apapun yang dijalani. “Karyawan juga punya kontribusi harus memberikan yang terbaik terhadap perusahaan di mana dia bekerja. Nilai itu yang selalu saya bawa, sedapat mungkin memberikan yang terbaik bagi diri sendiri, keluarga, dan lingkungan,” ulasnya yang pernah merintis pasar lelang beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta ini.
Ia juga bersyukur menjalani berbagai kondisi hidup. “Apapun yang terjadi, syukuri. Kondisi apapun syukuri. Tiap sesuatu yang terjadi itu ada aja hikmahnya,” ucapnya memandang pandemi. Biasanya Rapolo olah raga saat akhir pekan saja. Hikmah pandemi bagi ayah 2 anak ini membuatnya rutin olah raga jalan kaki 5 km setiap hari. Dengan begitu, “Turun lo berat badan. Makan nggak dikurangi, biasa saja,” pungkas penikmat menu masakan ikan dan sayur ini takjub.
Windi Listianingsih dan Brenda Andriana