Bisnis udang semanis rasanya. Bagaimana tidak, konsumsi udang global mencapai 13juta-15 juta ton setahun. Tidak mengherankan jika negara kita sebagai produsen udang lima besar dunia semangat sekali membuat target kenaikan nilai ekspor menjadi 250% pada2024 yang sekitar US$4,25 miliar.
Namun harus diakui, perjalanan bisnis udang tahun lalu kurang semulus 2019 gegara imbas pandemi Covid-19. Meleset pula prediksi para pakar tentang produksi udang dunia pada2020 yang akan sedikit naik dari 2019.
Dalam kondisi normal tanpa kendala berarti, Robins McIntosh, Executive Vice President Charoen Pokphand Foods, perusahaan besar berbasis di Thailand, menaksir suplai udang dunia 2020 naik 3%-4%. Nyatanya di bawah cekaman virus Corona, produksi global berkurang13%.
Penurunan produksi berbeda-beda di setiap negara produsen. India, produsen udang terbesar 2019, mengalami pengurangan suplai cukup besar, hingga 29%. China hampir sama.
Produsen kedua dunia itu produksinya melemah 20%, hanya 500 ribu ton dari sebelumnya 600 ribu ton lebih pada2019. Pelemahan produksi terjadi pula di Thailand, Bangladesh, Indonesia, termasuk Vietnam yang meski hanya turun 1%.
Ekuador justru berhasil mengangkat produksi 19% antara 2019 dan 2020. Walau terdampak Covid-19, negara ini mampu mengatasi pandemi cukup cepat. Produksi udang Ekuador yang di bawah 600 ribu ton menjadi 700 ribu ton lebih tahun lalu.
Bahkan, produksinya 100 ribu ton lebih tinggi daripada India. Kenaikan itu juga terjadi saat menghadapi masalah dagang dengan China, pasar udang utama Ekuador.
Gorjan Nikolik mengatakan, produksi udang tahun lalu turun 10% dibandingkan 2019, yaitu hanya di atas 3,5 juta ton. Pada 2021, Senior Analyst Rabobank itu memprediksi produksi akan membaik dengan pemulihan 4,8% sehingga mendekati 4 juta ton.
Melihat perdagangan internasional, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melaporkan, industri udang mengadopsi pergeseran permintaan pasar. Ini ditandai permintaan pasar ritel yang menguat,sedangkan katering (food service) melemah 70%-80% selama April-Juni 2020.
Meski bisnis food service membaik di Amerika Utara dan Eropa selama musim panas, kebanyakan resto hanya beroperasi dengan kapasitas 25%-30% mengikuti aturan jaga jarak sosial.
Terlepas dari berbagai keterbatasan, perdagangan udang global relatif stabil dengan berkurangnya suplai, khususnya dari Asia,selama April-Agustus 2020. Sepanjang semester I 2020 suplai udang meningkat dari duaeksportir utama, Ekuador dan Indonesia.
Ekuador didukung harga ekspor yang rendah dan kenaikan penjualan di Amerika Serikat (AS). Sedangkan, ekspor udang olahan Indonesia tumbuh di negeri Paman Sam. Ekspor udang laut dari Argentina justru turun 16% menjadi 45 ribu ton karena rendahnya penangkapan.
Menurut Budhi Wibowo, Ketua Umum Forum Udang Indonesia, impor breaded shrimp (udang tepung) AS dari Indonesia naik hampir duakali lipat.
Awalnya produk breaded shrimp kita menempati urutan keempat pada 2019 lalu melesat ke posisi puncak saat2020. Selain itu, produk cooked shrimp (udang masak) naik cukup besar, 37,3%.
Selama Januari-Agustus 2020, FAO menyebut, impor udang China 1,4% lebih tinggi ketimbang 2019. Pun di AS, impor udang menguat 6,5% pada periode yang sama. Sedangkan, Jepang minus 3,7% menjadi 128.215 ton. Uni Eropa juga melemah 6,3% menjadi 341.651 ton selamaparuh pertama 2020 dan membaik saat musim panas.
Kembali ke target pemerintah mengangkat nilai ekspor udang nasional 250% yang disambut optimis para stakeholder, tentu perlu perencanaan dan aksi matang serta terukur.
Kebutuhan sarana dan prasarana pendukung utama harus disiapkan, khususnya penciptaan iklim usaha kondusif dengan kebijakan yang memihak agar pelaku usaha berlomba-lomba memperluas bisnisnya. Termasuk, menghadirkan SDM terampil siap pakai dan kewaspadaan tingkat tinggi terhadap serangan penyakit yang kian mengganas.
Windi Listianingsih