Foto: Syafnijal Datuk Sinaro
Supardi, pupuk subsidi jenis SP-36 tidak pernah sampai ke petani
Selain alokasi pupuk subsidi 2021 lebih rendah daripada 2020, harga pupuk subisidi juga naik. Produksi padi terancam turun?
Sarwo Edhy, Dirjen Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian menjelaskan, anggaran pupuk subsidi tahun ini berjumlah Rp25,273 triliun atau turun dari tahun lalu yang sebesar Rp29,6 triliun.
Sarwo Edhy, Dirjen Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian menjelaskan, anggaran pupuk subsidi tahun ini berjumlah Rp25,273 triliun atau turun dari tahun lalu yang sebesar Rp29,6 triliun.
Pupuk subsidi tahun ini berdasarkan Permentan No. 49/2020 Tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021 tertanggal 30 Desember 2020, terdiri atas urea 4,17 juta ton, SP-36 640.812 ton, ZA 784.144 ton, NPK 2,67 juta ton, NPK formula khusus 17 ribu ton, organik granul 770.850 ton, dan organik cair 1,5 juta ton.
HET pupuk subsidi di 2021 juga naik dibadingkan tahun lalu. Pupuk urea dibanderol Rp2.250/kg, SP-36 Rp2.400/kg, ZA Rp1.700/kg, NPK Rp2.300/kg, NPK formula khusus Rp3.300/kg, organik granul Rp800/kg, dan organik cair Rp20 ribu/l. Sementara, tahun lalu HET urea Rp1.800/kg, SP-36 Rp2.000/kg, ZA Rp1.400/kg, NPK Rp2.300/kg, NPK formula khusus Rp3.000/kg, dan pupuk organik Rp500/kg.
Jika sebelumnya pupuk subsidi dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) berupa Urea, SP-36, ZA, NPK, dan organik, maka di 2021 ada dua pilihan. Pertama, pupuk majemuk dengan jenis pupuk subsidi Urea dan NPK. Kedua, pupuk tunggal dengan jenis pupuk subsidi Urea dan SP-36.
Suara Petani
Supardi, Ketua Kelompok Tani Budi Santoso di Kec. Pekalongan, Kab. Lampung Timur, Lampung mengaku, RDKK selama ini masih banyak persoalan di lapang.
HET pupuk subsidi di 2021 juga naik dibadingkan tahun lalu. Pupuk urea dibanderol Rp2.250/kg, SP-36 Rp2.400/kg, ZA Rp1.700/kg, NPK Rp2.300/kg, NPK formula khusus Rp3.300/kg, organik granul Rp800/kg, dan organik cair Rp20 ribu/l. Sementara, tahun lalu HET urea Rp1.800/kg, SP-36 Rp2.000/kg, ZA Rp1.400/kg, NPK Rp2.300/kg, NPK formula khusus Rp3.000/kg, dan pupuk organik Rp500/kg.
Jika sebelumnya pupuk subsidi dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) berupa Urea, SP-36, ZA, NPK, dan organik, maka di 2021 ada dua pilihan. Pertama, pupuk majemuk dengan jenis pupuk subsidi Urea dan NPK. Kedua, pupuk tunggal dengan jenis pupuk subsidi Urea dan SP-36.
Suara Petani
Supardi, Ketua Kelompok Tani Budi Santoso di Kec. Pekalongan, Kab. Lampung Timur, Lampung mengaku, RDKK selama ini masih banyak persoalan di lapang.
Di antaranya, hanya 60% dari usulan RDKK yang direalisasikan sehingga petani terpaksa membeli kekurangannya dengan harga non-subsidi. Belum lagi keterlambatan distribusi sehingga padi telat dipupuk dan berdampak rendahnya produksi.
“Dan lebih tragis, SP-36 yang selalu diisi petani di RDKK hampir dipastikan pupuknya tidak pernah sampai. Sementara, ZA dan NPK hanya kadang-kadang saja tersedia,” ujar Pardi, panggilan akrabnya saat ditemui AGRINA.
Pardi menanam padi varietas Ciherang di lahan 0,5 ha. Ia menstok pupuk sejak musim gadu (April-Juli) karena distribusi pupuk untuk musim rendeng (November-Maret) belum turun. Di musim gadu banyak petani padi yang menanam palawija dan hortikultura sehingga pupuk subsidi tersedia cukup melimpah.
Saat itulah Pardi bersama kawan-kawan membeli pupuk subsidi agar di musim rendeng tidak kesulitan pupuk. Ia menstok urea 100 kg, SP-36 50 kg dan pupuk non-subsidi Phosgro 100 kg untuk lahan 0,5 ha. “Selama ini meski tercantum di RDKK dengan harga subsidi tetapi karena tidak pernah tersedia maka petani membeli pupuk SP-36 dan ZA non-subsidi di luaran,” keluhnya.
Pardi mengajukan usul ekstrim, yaitu subsidi pupuk dihapus dan diganti subsidi gabah atau beras. “Di luar negeri, termasuk di Thailand, tidak ada subisidi pupuk bagi petani. Yang ada subsidi untuk produk hasil panen sehingga harga gabah atau komoditas lain tidak jatuh saat musim panen,” tuturnya.
Usulan ini ia sampaikan mengingat terlalu banyak persoalan pupuk subsidi di lapang. Sedangkan, petani dituntut memproduksi gabah setinggi mungkin. “Ini ‘kan kontraproduktif. Kebutuhan petani tidak dipenuhi sementara produksi gabah dituntut naik,“ tegasnya.
Kustur, Ketua Gapoktan Desa Pekalongan, Kec. Pekalongan berharap, alokasi pupuk subsidi tetap seperti sebelumnya dengan catatan SP-36 dan Za atau Phonska tersedia di kios. “Persoalan selama ini ‘kan lebih banyak SP-36 dan Phonska tidak tersedia sehingga terpaksa petani menggantinya dengan pupuk non-susidi,” ungkapnya.
Menurut Ketua Gapoktan yang membawahi 12 kelompok tani beranggota 249 petani dengan luas lahan sawah 113 ha itu, petani menuntut pemerintah menyediakan kedua pupuk tersebut dengan harga subsidi.
“Dan lebih tragis, SP-36 yang selalu diisi petani di RDKK hampir dipastikan pupuknya tidak pernah sampai. Sementara, ZA dan NPK hanya kadang-kadang saja tersedia,” ujar Pardi, panggilan akrabnya saat ditemui AGRINA.
Pardi menanam padi varietas Ciherang di lahan 0,5 ha. Ia menstok pupuk sejak musim gadu (April-Juli) karena distribusi pupuk untuk musim rendeng (November-Maret) belum turun. Di musim gadu banyak petani padi yang menanam palawija dan hortikultura sehingga pupuk subsidi tersedia cukup melimpah.
Saat itulah Pardi bersama kawan-kawan membeli pupuk subsidi agar di musim rendeng tidak kesulitan pupuk. Ia menstok urea 100 kg, SP-36 50 kg dan pupuk non-subsidi Phosgro 100 kg untuk lahan 0,5 ha. “Selama ini meski tercantum di RDKK dengan harga subsidi tetapi karena tidak pernah tersedia maka petani membeli pupuk SP-36 dan ZA non-subsidi di luaran,” keluhnya.
Pardi mengajukan usul ekstrim, yaitu subsidi pupuk dihapus dan diganti subsidi gabah atau beras. “Di luar negeri, termasuk di Thailand, tidak ada subisidi pupuk bagi petani. Yang ada subsidi untuk produk hasil panen sehingga harga gabah atau komoditas lain tidak jatuh saat musim panen,” tuturnya.
Usulan ini ia sampaikan mengingat terlalu banyak persoalan pupuk subsidi di lapang. Sedangkan, petani dituntut memproduksi gabah setinggi mungkin. “Ini ‘kan kontraproduktif. Kebutuhan petani tidak dipenuhi sementara produksi gabah dituntut naik,“ tegasnya.
Kustur, Ketua Gapoktan Desa Pekalongan, Kec. Pekalongan berharap, alokasi pupuk subsidi tetap seperti sebelumnya dengan catatan SP-36 dan Za atau Phonska tersedia di kios. “Persoalan selama ini ‘kan lebih banyak SP-36 dan Phonska tidak tersedia sehingga terpaksa petani menggantinya dengan pupuk non-susidi,” ungkapnya.
Menurut Ketua Gapoktan yang membawahi 12 kelompok tani beranggota 249 petani dengan luas lahan sawah 113 ha itu, petani menuntut pemerintah menyediakan kedua pupuk tersebut dengan harga subsidi.
Apalagi, naiknya harga pupuk subsidi tentu akan menambah beban petani dengan meningkatnya biaya produksi padi. “Pupuk subsidi harus mencukupi kebutuhan petani untuk mendongkrak produksi. Kalau dibatasi, kasihan petani, hasil panennya mungkin akan berkurang,” paparnya.
Oleh karena itu, ia setuju jika subsidi pupuk dialihkan ke subsidi hasil panen dengan melibatkan Gapoktan. Karena, Gapoktan yang paling tahu produksi padi di lapang sesuai luas lahan garapan. Dengan demikian, subsidi benar-benar dinikmati petani berdasarkan produksi gabah yang dihasilkan.
Agar Terpenuhi
Rizki, PPL Kec. Pekalongan mengaku sudah memotivasi petani untuk sungguh-sungguh menanam padi agar produksinya meningkat. Namun, upaya itu terkendala pupuk subsidi yang sering tidak tersedia cukup dan tepat waktu, seperti SP-36 dan Ponzka.
Oleh karena itu, ia setuju jika subsidi pupuk dialihkan ke subsidi hasil panen dengan melibatkan Gapoktan. Karena, Gapoktan yang paling tahu produksi padi di lapang sesuai luas lahan garapan. Dengan demikian, subsidi benar-benar dinikmati petani berdasarkan produksi gabah yang dihasilkan.
Agar Terpenuhi
Rizki, PPL Kec. Pekalongan mengaku sudah memotivasi petani untuk sungguh-sungguh menanam padi agar produksinya meningkat. Namun, upaya itu terkendala pupuk subsidi yang sering tidak tersedia cukup dan tepat waktu, seperti SP-36 dan Ponzka.
Akibatnya, petani membeli pupuk non-subsidi sesuai kemampuan keuangan dan bukan sesuai dosis yang dibutuhkan tanaman sehingga berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas padi.
“Saya berharap kebutuhan pokok petani, yaitu pupuk baik itu urea, ponzka, ZA terpenuhi sehingga produktivitas yang diminta bisa terpenuhi. Sehingga, petani juga ke depan bisa lebih makmur,” katanya.
Apalagi, mulai tahun ini petani harus menggunakan kartu tani buat menebus pupuk. Kalau di Lampung, lanjut Rizki, namanya Kartu Petani Berjaya (KPB). Dengan kartu ini alokasi pupuk untuk petani A tidak bisa ditebus petani B sehingga setiap petani harus menebus pupuk yang sudah dialokasikan.
Menurut Kabid. Produksi Tanaman Pangan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, Herlin Retnowati, petani yang memiliki KPB bisa memasukan kebutuhan pupuk non-subsidi dalam Rencana Usaha Tani (RUT). Hal ini agar kebutuhan pupuk subsidi dan non-subsidi terpenuhi serta tidak mengalami kesulitan saat musim tanam.
“Petani kita bermacam-macam, ada petani padi, jagung, dan hortikultura sehingga kebutuhan pupuknya pun beragam dan tentu tidak semuanya terpenuhi oleh pupuk subsidi. Jadi, silakan masukkan kebutuhan pupuk non-subsidi ke dalam RUT agar semua kebutuhan pupuk petani bisa dipenuhi,” tuturnya.
Sarwo Edhy menjelaskan, meski anggaran pupuk subsidi tahun ini turun, Kementan akan mengajukan tambahan anggaran saat pupuk diprediksi berkurang atau stoknya mulai habis. “Jadi, tidak perlu khawatir dengan pupuk subsidi sepanjang petani sudah menyusun e-RDKK,” ujarnya menenangkan.
Syarat mendapatkan pupuk subsidi, ulas Dirjen, tergabung dalam kelompok, punya KTP, dan memiliki lahan yang diupayakan dalam bentuk sewa atau hak milik maksimal 2 ha untuk petani sedangkan petambak ikan maksimal 1 ha. Pupuk subsidi hanya didistribusikan buat petani yang tergabung dalam kelompok. “Artinya, korporasi ini penting. Petani yang tidak bergabung dalam kelompok tani tidak akan dapat pupuk bersubsidi,” tandasnya.
Syafnijal Datuk Sinaro (Lampung) dan Windi L.
“Saya berharap kebutuhan pokok petani, yaitu pupuk baik itu urea, ponzka, ZA terpenuhi sehingga produktivitas yang diminta bisa terpenuhi. Sehingga, petani juga ke depan bisa lebih makmur,” katanya.
Apalagi, mulai tahun ini petani harus menggunakan kartu tani buat menebus pupuk. Kalau di Lampung, lanjut Rizki, namanya Kartu Petani Berjaya (KPB). Dengan kartu ini alokasi pupuk untuk petani A tidak bisa ditebus petani B sehingga setiap petani harus menebus pupuk yang sudah dialokasikan.
Menurut Kabid. Produksi Tanaman Pangan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, Herlin Retnowati, petani yang memiliki KPB bisa memasukan kebutuhan pupuk non-subsidi dalam Rencana Usaha Tani (RUT). Hal ini agar kebutuhan pupuk subsidi dan non-subsidi terpenuhi serta tidak mengalami kesulitan saat musim tanam.
“Petani kita bermacam-macam, ada petani padi, jagung, dan hortikultura sehingga kebutuhan pupuknya pun beragam dan tentu tidak semuanya terpenuhi oleh pupuk subsidi. Jadi, silakan masukkan kebutuhan pupuk non-subsidi ke dalam RUT agar semua kebutuhan pupuk petani bisa dipenuhi,” tuturnya.
Sarwo Edhy menjelaskan, meski anggaran pupuk subsidi tahun ini turun, Kementan akan mengajukan tambahan anggaran saat pupuk diprediksi berkurang atau stoknya mulai habis. “Jadi, tidak perlu khawatir dengan pupuk subsidi sepanjang petani sudah menyusun e-RDKK,” ujarnya menenangkan.
Syarat mendapatkan pupuk subsidi, ulas Dirjen, tergabung dalam kelompok, punya KTP, dan memiliki lahan yang diupayakan dalam bentuk sewa atau hak milik maksimal 2 ha untuk petani sedangkan petambak ikan maksimal 1 ha. Pupuk subsidi hanya didistribusikan buat petani yang tergabung dalam kelompok. “Artinya, korporasi ini penting. Petani yang tidak bergabung dalam kelompok tani tidak akan dapat pupuk bersubsidi,” tandasnya.
Syafnijal Datuk Sinaro (Lampung) dan Windi L.