Rabu, 2 Desember 2020

Menikmati Kekuatan Chickenomics

Menikmati Kekuatan Chickenomics

Foto: https://freepikpsd.com
Volume dan nilai ekspor unggas terus naik tapi kurang kompetitif di pasar global

Sumber kekuatan itu bernama ayam. Kekuatan bagi tubuh manusia, keluarga, komunitas, hingga negara. Selama masa pandemi Covid-19, menu telur dan daging ayam yang kaya protein diandalkan sebagai penguat imun tubuh penderita Covid-19 di RS, puskesmas, atau tempat karantina.
 
Dalam kondisi normal, sumber protein yang sangat terjangkau ini baik dikonsumsi untuk memenuhi nutrisi, meningkatkan kecerdasan, dan mencegah stunting.
 
Ayam tidak diragukan lagi kekuatannya sebagai pencetak uang. Lihat saja Kentucky Fried Chicken (KFC), jaringan restoran ayam goreng cepat saji. Resto ini menjamur di Indonesia dan dikunjungi balita sampai manula. Jangan lupakan layanan pesan antar yang telah lama ada untuk memudahkan order saat malas ke luar atau ketika harus tinggal di rumah selama pandemi.
 
Pada 2019 waralaba asal Amerika ini punya 24.104 restoran di 150 negara. Bisa terbayang betapa gurih dan renyah kekuatan ekonomi ayam (chickenomics). Tak berlebihan kita menyebut ayam punya kekuatan super buat menopang ekonomi negara.
 
Mari kita tengok penguasa perdagangan daging ayam dunia. Brasil adalah eksportir utama ayam beku dunia. Tahun lalu ekspor ayam bekunya senilai US$6,3 miliar atau mencapai 38,6% dari total ekspor ayam beku dunia. Amerika di urutan kedua dengan nilai US$2,7 miliar atau 16,4%. Kemudian, Belanda senilai US$1,2 miliar dan Polandia sebesar US$806,7 juta.
 
Eksportir utama ayam segar,yaitu Belanda, Polandia, Belgia, dan Amerika. Pada 2019 nilai ekspor Belanda US$1,5 miliar atau 21,9% dari total ekspor ayam segar dunia. Polandia mengekspor US$1,3 miliar, Belgia US$669 juta, dan Amerika US$566 juta. Secara keseluruhan penjualan global ayam segar sebesar US$6,7 miliardan ayam beku US$16,4 miliar.
 
Bagaimana dengan Indonesia? Pemerintah mengklaim, kita sudah swasembada daging dan telur ayam ras sejak 2010. Kita juga telah mengekspor daging ayam meski dalam jumlah kecil. Yang terbaru, ekspor daging ayam ke Jepang, Timor Leste, dan Papua Nugini pada April 2020 serta ekspor olahan daging ayam ke Jepang padaSeptember 2020.
 
Volume dan nilai ekspor ini sebenarnya bisa terus naik. Sayang, produk kita kurang kompetitif di pasar global. Harga karkas ayam Indonesia lebih tinggi daripada negara berkembang lainnya. Harga karkas kita Rp32 ribu,padahal di Turki Rp12 ribu, Brasil dan Argentina Rp16 ribu, serta Malaysia Rp23 ribu per kg. Kita pun kalah dari negara maju seperti Amerika yang harganya hanya Rp25 ribu dan Uni Eropa Rp29 ribu.
 
Persoalan di dalam negeri tak kalah ruwet. Peternak mengeluh harga ayam anjlok sejak Agustus 2018 dan harga pakan justru menanjak. Harga mulai bergairah setelah Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan,mengeluarkan Surat Edaran tentang pengurangan day old chick (DOC) final stock (FS) ayam ras pada 18 September 2020 dan 19 Oktober 2020.
 
Produsen pakan kesulitan bahan baku sebab suplai dan harganya fluktuatif. Sebagian besar bahan baku ini mengandalkan impor sehingga mengacu harga internasional dan kurs dolar. Jagung pakan lokal harganya terlalu tinggi, sementara impor tidak diizinkan.
 
Rantai pasar terlalu panjang dan pembagian margin tidak merata. Alhasil, daya saing ayam nasional cukup rendah. Belum lagi ancaman produk impor dari Brasil dan Amerika akibat kekalahan kita di WTO.
 
Bukan berarti kekuatan chickenomics tidak tampak di Indonesia. Industri unggas ini beromzet Rp500 triliun dan menyerap 13 juta tenaga kerja. Kontribusi peternakan dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian kuartal III 2020 sebesar 1,73%. Sebanyak 62% PDB dari peternakan itu ditopang subsektor unggas dan hasil-hasilnya.
 
Banyak hal yang harus dibenahi bersama agar industri ayam nasional semakin berdaya dan kita benar-benar menikmati kekuatan chickenomocis.
 
Perlu penguatan data hulu-hilir secara real time dan online, membuat stok penyangga jagung agar terjamin suplai dan harganya, mendorong modernisasi industri, promosi konsumsi, dan peningkatan ekspor. Penting juga memberi insentif kepadapelaku usaha, seperti kemudahan izin dan pelonggaran impor untuk memperkuat ekspor.
 
 
 
Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain