Senin, 2 Nopember 2020

PETERNAKAN : Tetap Kawal Unggas dari Serangan Penyakit

PETERNAKAN : Tetap Kawal Unggas dari Serangan Penyakit

Foto: Try Surya Anditya
Ayam sehat, Produksi terjaga

Penyakit viral dan bakterial menurunkan kualitas karkas dan produktivitas telur hingga rendahnya daya tetas dan kualitas DOC di pembibitan.


Meski pandemi, peternak tidak boleh lengah terhadap penyakit viral dan bakterial yang menyerang unggas. NLP Indi Dharmayanti, Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLivet) Balitbangtan Kementerian Pertanian mencontohkan penyakit Infectious Bronchitis (IB) yang memiliki tingkat subtitusi tinggi, antara 10-4–10-5 subtitusi/situs/tahun.

Akibatnya, virus ini mampu bermutasi tanpa gejala apapun sehingga produksi unggas cukup terdampak. Tingkat mortalitas (kematian) bisa mencapai 30% sedangkan morbiditas (angka kesakitan) 100%.


Penyakit Viral pada Unggas

Selain IB, Indi menjelaskan, masih terdapat beberapa penyakit lainnya pada unggas yang disebabkan virus ribonucleic acid (RNA) seperti Newcastle Disease (ND), Infectious Bursal Disease (IBD), dan Avian Influenza (AI). Sementara, virus deoxyribobonucleic acid (DNA) yang masih menjadi tantangan adalah marek.

Ahli virologi molekuler itu melanjutkan, kemunculan agen patogen pada unggas bisa melalui mekanisme genetik. Termasuk mutasi, rekombinasi, atau ko-evolusi dengan vaksin seperti virus penyakit marek, atau dengan obat yang digunakan semisal koksidiastat.

Adanya penyakit IB mendorong penerapan strategi vaksinasi massal secara luas yang memerlukan penyelesaian antara penerapan ideal dan aspek praktis. Pengendalian IB dapat dilakukan dengan manajemen yang baik, terutama biosekuriti dan prosedur desinfektan, kepadatan yang benar, kualitas udara, dan periode kering.

Biosekuriti memang pertahanan yang utama. Namun, tandas Indi, itu saja belum cukup tanpa vaksinasi. Untuk IB, gunakanlah vaksin dengan kombinasi strain ketimbang homolog. Vaksin tersebut harus berdasarkan data epidemiologi yang telah teruji memberikan perlindungan terhadap beberapa varian yang baru muncul.

“Varian IB sangat banyak, di Indonesia sudah ada QX like. Jadi, tidak bisa hanya dikendalikan dengan single vaksin saja,” saran Doktor bidang Biomedis Universitas Indonesia ini.

Kemudian untuk penyakit ND, ia mengimbau peternak tidak lengah sebab akan mungkin muncul generasi baru yang menyebabkan wabah serta varian baru. Sudah ada 18 varian virus ND di dunia. Setidaknya ada 4 strain yang bersirkulasi di Indonesia, salah satunya ND genotipe 7 (G7) yang tengah menjadi permasalahan di dalam negeri.

Sementara IBD, pemanfaatan analisis filogenetik bertujuan memberikan informasi tentang diferensiasi genetik virus IBD (IBDV) yang beredar. Untuk vaksinasi, saat ini banyak yang direkomendasikan mulai dari live attenuated, inactivated (killed), hingga vaksin genetically engineered. Masing-masing vaksin memberikan keunggulan yang berbeda-beda.

Penyakit akibat virus RNA lainnya adalah AI. Indi menuturkan, perkembangan penyakit yang endemis di Indonesia ini telah menunjukkan adanya pencampuran gen (reassorment) antara yang berpatogenisitas tinggi (Highly Pathogenic Avian Influenza, HPAI) dengan yang tingkat patogenisitasnya rendah (Low Pathogenic Avian Influenza, LPAI).

Pada 2019, pihaknya menemukan reassortant antara clade 2.3.2 dengan 2.1.3. Artinya, vaksinasi sudah tidak berdasarkan clade lantaran gen sudah bercampur. “Ada juga kasus H9N2 menimbulkan kematian di layer. Ternyata setelah dilakukan uji postulat koch, gennya telah tersisipi virus H5N1,” jelas Dokter hewan lulusan Unair Surabaya itu.

Kemudian, Indi mewanti-wanti adanya kemungkinan virus marek menjadi emerging disease karena sifat yang mudah bereplikasi. Sebab, marek mengakibatkan infeksius yang luar biasa dan akan sangat mempengaruhi produksi dan sangat menular. Pada ayam usia 2–5 bulan, angka kematian mencapai 80%.  


Avian Pathogenic Escherchia coli

Selain virus, dorongan bakteri juga mengakibatkan penyakit yang merugikan unggas. Prof. Michael Haryadi Wibowo, Ketua Departemen Mikroobiologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta berujar, penyakit bakterial penting pada unggas adalah Avian Pathogenic Escherchia coli (APEC).

Ia mengingatkan, peternak sebaiknya tidak menganggap E. coli hanya sebagai bakteri sekunder saja. Sebab, E. coli turut menginfeksi dan mengkomplikasi Chronic Respiratory Disease (CRD) menjadi CRD kompleks.

“Gambaran secara umum, penyakit bakterial yang cukup tinggi di industri peternakan pada 2018-2020 adalah CRD kompleks. Ini erat kaitannya dengan kolibasilosis,” terangnya.

APEC strain O1-K1, O2-K1, dan O78-K80 menyerang pada semua kelompok umur ayam dan mampu berkoloni di luar sistem pencernaan. Dengan adanya fimbria, kolonisasi bisa terjadi pada trakea (saluran respirasi bagian atas), organ internal, dan airsacc (kantung hawa).

Kerugiannya menyebabkan gangguan pertumbuhan, morbiditas, dan mortalitas. Bahkan, pada pullet ayam petelur mengakibatkan afkir hingga 40%.
 
Kualitas karkas bisa menurun akibat radang selulitis yang menjadikan kerugian pada broiler bisa mencapai 45%. Belum lagi penurunan produksi dan kualitas telur, serta penurunan daya tetas dan kualitas DOC pada pembibitan.

Kolibasilosis atau penyakit infeksius yang disebabkan E. coli ini peka terhadap antibiotik tetapi sering muncul kasus resistensi. Untuk itu, Michael menganjurkan pemanfaatan dosis dan teknis pengobatan yang tepat dalam penanganannya.
 
Jangan lupa sanitasi dan desinfeksi. Setelah pengobatan, bisa diberikan terapi pendukung berupa pemberian vitamin dan mineral serta imbuhan pakan lainnya. Lalu, lakukan juga seleksi terutama pada individu yang parah.

Faktor pendukung kasus perlu dieliminasi, contohnya mikotoksin, imunosupresi, infeksi viral, mikoplasma, serta pengaruh cuaca.
 
“Kualitas air, ventilasi, dan amonia di kandang perlu dijaga. Kemudian, kualitas liter dan tata laksana pelaksanaan ditingkatkan. Untuk vaksinasi bisa memanfaatkan baik killed vaccine maupun modified live vaccine,” pungkas Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta ini.



Try Surya Anditya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain