Senin, 2 Nopember 2020

PETERNAKAN : Siasat Bertahan Industri Obat Hewan

PETERNAKAN : Siasat Bertahan Industri Obat Hewan

Foto: Dok. ASOHI
Data ekspor obat hewan dari BPS

Omzet industri obat hewan tergerus pandemi tapi tetap masih ada peluang untuk tumbuh.


Pandemi Covid-19 berdampak menurunkan permintaan produk hewani di hotel, restoran, kafe (horeka) secara drastis hingga kurang lebih 40%. Ditambah lagi pendapatan masyarakat berkurang, pembelian produk ayam menurun. Industri obat hewan yang berada di hulu industri unggas pun terimbas penurunan penjualan.

Peter Yan, Corporate Communications & Marketing Distribution Director PT Medion membenarkan fakta itu. “Kalau peternakan turun, industri obat hewan juga turun,” katanya pada acara webinar Trobos Livestock, Jakarta (24/09). Bisakah industri obat hewan tetap bertahan pada masa pandemi?    


Tren Bisnis Obat Hewan

Menurut Ahmad Harris Priyadi, Sekretaris Jenderal Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), obat hewan yang dibutuhkan peternak Indonesia tahun ini kemungkinan besar 10%-20% di bawah tahun lalu. Nilai penjualan obat hewan untuk perunggasan nasional pada 2019 diestimasikan mencapai Rp11 triliun.
 
Rinciannya, biologik Rp2,60 triliun dan farmasetik Rp2,65 triliun dengan total Rp5,25 triliun. Sedangkan feed additive Rp2,47 triliun dan feed supplement Rp3,01 triliun total Rp5,48 triliun. Sisanya obat hewan kesayangan.

“Tahun ini diperkirakan omzet obat hewan menurun 20%. Kemungkinan tahun 2021 nilai pasar sedikit menyerupai 2019 karena kita kembali kepada pemulihan dibandingkan tahun ini,” harap Harris.

Pandemi virus Corona di Indonesia menjadikan industri obat hewan harus mengubah sikap dan tindakan demi perusahaan dan karyawan. Peter Yan memberikan tips kepada seluruh industri obat hewan agar tetap mampu bertahan selama masa sulit ini.
 
Pertama, mengurangi biaya produksi. Omzet turun biaya turun tidak masalah karena yang menjadi masalah adalah omzet turun biaya produksi naik.

Kedua, inovasi. Lakukan terobosan agar tetap tumbuh minimal bertahan dari kondisi pada masa pandemi. Ketiga, mencari pasar baru atau ekspor. Keempat, teknologi. Industri harus mengunakan teknologi agar pekerjaan lebih efektif dan efisien.
 
“Kelima edukasi pada peternak dalam menggunakan produk. Medion selalu melakukan edukasi pada peternak untuk mengelola usaha peternak menjadi lebih baik,” jelasnya.   

Hal yang lebih penting lagi, lanjut Peter, industri dapat mengambil peluang dalam masa pandemi dengan menjual hand sanitizer dan pet food. Kedua produk ini merupakan pasar baru yang bisa dimanfaatkan oleh industri. Hasil penjualannya dapat menutupi omzet yang hilang selama pandemi.

“Kita buat hand sanitizer langsung disetujui registrasinya oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dua bulan, ini cepat sekali. Lalu booming hewan peliharaan, kami buat pet food. Prospek ini kelihatannya bagus ke depan,” ulasnya.      


Ekspor Obat Hewan

Peter berpendapat, masa pandemi merupakan anugrah bagi industri obat hewan karena terus melakukan ekspor. Upaya ini juga merupakan bagian dari mendukung program pemerintah, yaitu Gratieks (Gerakan Tiga Kali Ekspor). Saat negara Eropa memberlakukan  penguncian wilayah (lockdown), ekspornya ke China terhenti.
 
“Suplai produk obat hewan dari Indonesia. Indonesia bisa ekspor ke China tanpa hambatan karena kita tidak lockdown. Sehingga penjualan obat herbal meningkat. Kita selalu produksi setiap hari, pesanan jalan terus tidak kelar-kelar,” ungkapnya bangga.     

Sementara itu, Ni Made Ria Isriyanthi, Kepala Subdit Pengawasan Obat Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, menjelaskan, tren ekspor obat hewan cenderung naik dari tahun ke tahun. Ekspor obat hewan Indonesia menembus 95 negara di lima benua.

Mengacu pada data yang keluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) 2016-2020, kenaikan ekspor obat hewan dirasakan pada 2019. Sementara pada 2020 ada penurunan karena efek pandemi. Rinciannya sebagai berikut: pada 2017 angka ekspor obat hewan mencapai US$10 juta, pada 2018 US$13 juta, 2019 US$14 juta naik signifikan.
 
Pada 2020 Januari hingga Agustus hanya mencapai US$10 juta. “Tahun ini memang menurun, tapi obat hewan di Indonesia sudah mampu menembus pasar internasional, sudah diakui mutu dan keamanannya,” urai Ni Made.  

Peter menilai, industri obat hewan masih ada peluang untuk tumbuh, meskipun memasuki kondisi yang sedang tidak baik. Pandemi berakhir dipastikan permintaan akan tumbuh menjadi lebih baik. “Tahun ini akan berakhir dan dipastikan akan tumbuh. Jadi siap-siap saja teman-teman industri obat hewan ini pasti akan tumbuh,” pungkas Peter optimistis.



Sabrina Yuniawati, Try Surya Anditya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain