Foto: Dok. Puslitbangtan
Varietas Unggul Baru padi dipilih yang toleran cekaman fisik dan produktivitas tinggi
Agar pengembangan lumbung pangan (food estate) sukses, Badan Litbang Pertanian meracik teknologi yang paling tepat di kawasan pusat keunggulan (center of excellence) di Kalteng.
Lahan rawa di Kalimantan Tengah (Kalteng) terdiri dari lahan rawa pasang surut dan lahan rawa lebak yang dibentuk oleh tanah mineral dan gambut. Kawasan food estate diprioritaskan di lahan rawa bertanah mineral.
Lahan rawa di Kalimantan Tengah (Kalteng) terdiri dari lahan rawa pasang surut dan lahan rawa lebak yang dibentuk oleh tanah mineral dan gambut. Kawasan food estate diprioritaskan di lahan rawa bertanah mineral.
Sebagian lahan tersebut sudah dimanfaatkan untuk lahan pertanian khususnya padi sejak 1980-an. Sebagian lainnya belum dimanfaatkan terhampar di Kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) dan Area Penggunaan Lain (APL).
Lahan rawa yang sesuai untuk pengembangan tanaman pangan di seluruh Kalteng seluas 2,34 juta ha. Yang 0,77 juta ha berada di kawasan eks-Proyek Lahan Gambut (PLG) satu juta ha pada 1995 dan 1,57 juta ha di luar PLG.
Lahan rawa yang sesuai untuk pengembangan tanaman pangan di seluruh Kalteng seluas 2,34 juta ha. Yang 0,77 juta ha berada di kawasan eks-Proyek Lahan Gambut (PLG) satu juta ha pada 1995 dan 1,57 juta ha di luar PLG.
Kawasan food estate yang disepakati bersama empat lembaga, yakni Kementerian PUPR, Kementan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Agraria/Badan Pertanahan Nasional seluas 770 ribu – 800 ribu ha.
Kurun 2020-2021 dilakukan intensifikasi pada sawah yang sudah ada (existing) seluas 30 ribu ha, yakni di Kabupaten Pulang Pisau 10 ribu ha dan Kabupaten Kapuas 20 ribu ha.
Kurun 2020-2021 dilakukan intensifikasi pada sawah yang sudah ada (existing) seluas 30 ribu ha, yakni di Kabupaten Pulang Pisau 10 ribu ha dan Kabupaten Kapuas 20 ribu ha.
Pada 2021 dilakukan intensifikasi dan rehabilitasi ringan pada sawah yang ditinggalkan para petaninya seluas 55 ribu ha sekaligus melakukan SID di areal baru 47.500 ha. Dan pada 2020 SID di lahan baru seluas 32 ribu ha. Jadi, totalnya 164.500 ha.
Potensial tapi Masih Rendah Produktivitas
Menurut Priatna Sasmita, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan), Kementan, lahan untuk food estate terdiri dari lahan rawa dengan pilihan utama tanah mineral.
“Di kawasan food estate itu kita tidak mulai dari nol. Di sana petaninya sudah ada. Di daerah yang sudah dikelola secara intensif, petaninya sudah maju, ketersediaan saprodi ada, produktivitas padi bisa 5 ton, tapi secara umum 3-4 ton saja per hektar,” ungkap Priatna kepada AGRINA.
Produktivitas padi di sana lebih rendah dari rata-rata nasional yang sebesar 5,14 ton gabah kering panen (GKP)/ha lantaran petani belum mampu mengendalikan cekaman fisik dan biofisik.
Potensial tapi Masih Rendah Produktivitas
Menurut Priatna Sasmita, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan), Kementan, lahan untuk food estate terdiri dari lahan rawa dengan pilihan utama tanah mineral.
“Di kawasan food estate itu kita tidak mulai dari nol. Di sana petaninya sudah ada. Di daerah yang sudah dikelola secara intensif, petaninya sudah maju, ketersediaan saprodi ada, produktivitas padi bisa 5 ton, tapi secara umum 3-4 ton saja per hektar,” ungkap Priatna kepada AGRINA.
Produktivitas padi di sana lebih rendah dari rata-rata nasional yang sebesar 5,14 ton gabah kering panen (GKP)/ha lantaran petani belum mampu mengendalikan cekaman fisik dan biofisik.
“Padahal lahan cukup potensial. Lahan sudah dibuka. Ketersediaan air juga cukup karena itu kan di kawasan Sungai Kapuas dan Kahayan. Cuma lahannya masam, cekaman pirit dan sulfat tinggi, harus dikendalikan dengan teknologi. Kemudian pengelolaan tata air mikronya. Bukan hanya menjamin ketersediaan air sepanjang pertumbuhan tanaman tapi juga membuat kualitas air yang bagus sesuai kebutuhan tanaman,” ulas mantan Kepala Balai Besar Penelitian Padi tersebut.
Karena itulah Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) membuat peta kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan, dan kehutanan, mulai dari tingkat kesuburan, kedalaman pirit (FeS2), pH tanah, sampai penataan biofisik hamparan.
Karena itulah Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) membuat peta kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan, dan kehutanan, mulai dari tingkat kesuburan, kedalaman pirit (FeS2), pH tanah, sampai penataan biofisik hamparan.
Jadi, “Nanti pengembangan food estate akan dilakukan secara bertahap mengacu pada peta kesesuaian lahan termasuk untuk komoditas apa saja di sana,” lanjut alumnus IPB itu sembari menambahkan peta tersebut didetailkan lagi per rei (2,5 km2).
Andalkan RAISA
Dalam kerja besar food estate kali ini, empat institusi dalam Kementan, yakni Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Ditjen Tanaman Pangan, Balitbangtan, dan Badan Pengembangan SDM Pertanian mendapat peran dan fungsi yang berbeda.
Andalkan RAISA
Dalam kerja besar food estate kali ini, empat institusi dalam Kementan, yakni Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Ditjen Tanaman Pangan, Balitbangtan, dan Badan Pengembangan SDM Pertanian mendapat peran dan fungsi yang berbeda.
“Kami diberi tugas membuat percontohan 1.000 ha di Kapuas dan 1.000 ha di Pulang Pisau. Itu diharapkan menjadi center of excellence. Kami memiliki teknologi tanaman padi untuk lahan rawa yang disebut RAISA (Rawa Intensif Super dan Aktual). Paket teknologi ini untuk peningkatan produktivitas menjadi 6-7 ton/ha dan kenaikan Indeks Penanaman (IPB),” beber Priatna yang didampingi Agus Wahyana Anggara (Kabid Seksi Pendayagunaan Hasil Penelitian) dan Andi Wijanarko (Kabid Program dan Evaluasi).
Percontohan di Pulang Pisau terhampar di Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu. Sementara yang di Kapuas berlokasi di Desa Terusan Mulya dan Desa Terusan Karya, Kecamatan Bataguh. Menurut Agus, petani yang jumlahnya 1.300 orang di kedua wilayah percontohan tersebut akan mendapatkan bantuan sarana produksi.
Percontohan di Pulang Pisau terhampar di Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu. Sementara yang di Kapuas berlokasi di Desa Terusan Mulya dan Desa Terusan Karya, Kecamatan Bataguh. Menurut Agus, petani yang jumlahnya 1.300 orang di kedua wilayah percontohan tersebut akan mendapatkan bantuan sarana produksi.
Mereka juga akan mendapat pendampingan untuk mencapai produksi yang optimal dan perbaikan kesejahteraan. “Dalam tiga tahun, kami harapkan para petani bisa mandiri,” ujar peneliti madya bidang hama penyakit tanaman tersebut.
Komponen RAISA terdiri dari introduksi Varietas Unggul Baru (VUB) spesifik lokasi yang toleran lahan rawa dengan potensi hasil tinggi. VUB yang diintroduksi adalah Inpari 30 Sub1 (tahan rendaman pada fase vegetatif selama 15 hari), Inpari 32 HBD (tahan penyakit hawar daun bakteri strain III), Inpari 42 Agritan GSR, Inpari 43 Agritan GSR (green super rice, ramah lingkungan), Inpari Nutri Zinc (kaya unsur seng), dan varietas hibrida Hipa 18 dan Hipa 19. “Introduksi VUB-VUB tersebut di Belanti Siam di lahan petani existing terbukti mampu beradaptasi,” ucap Priatna, alumnus S1 Unpad 1989.
Doktor keluaran IPB tersebut menambahkan, Inpari 42 dan 43 GSR adalah varietas yang responsif terhadap low input, adaptif terhadap lahan suboptimal.
Komponen RAISA terdiri dari introduksi Varietas Unggul Baru (VUB) spesifik lokasi yang toleran lahan rawa dengan potensi hasil tinggi. VUB yang diintroduksi adalah Inpari 30 Sub1 (tahan rendaman pada fase vegetatif selama 15 hari), Inpari 32 HBD (tahan penyakit hawar daun bakteri strain III), Inpari 42 Agritan GSR, Inpari 43 Agritan GSR (green super rice, ramah lingkungan), Inpari Nutri Zinc (kaya unsur seng), dan varietas hibrida Hipa 18 dan Hipa 19. “Introduksi VUB-VUB tersebut di Belanti Siam di lahan petani existing terbukti mampu beradaptasi,” ucap Priatna, alumnus S1 Unpad 1989.
Doktor keluaran IPB tersebut menambahkan, Inpari 42 dan 43 GSR adalah varietas yang responsif terhadap low input, adaptif terhadap lahan suboptimal.
“Diharapkan tidak terlalu banyak menggunakan bahan kimia, baik yang bersumber dari pupuk maupun yang bersumber dari pestisida. Kita juga introduksi padi hibrida dan ternyata petani di sana sudah ada yang tanam hibrida tetapi belum banyak. Hasilnya cukup baik 5-6 ton/ha,” kata doktor alumnus Universitas IPB itu.
Selain varietas rakitan pemerintah, pihak swasta juga sudah mencoba menanam padi hibrida di lokasi food estate. Ayub Darmanto, Direktur Utama PT Agrosid Manunggal Sentosa, menyatakan, varietas hibrida andalannya untuk lahan rawa adalah Supaddi 89. “Saya sudah di sana empat tahun. Produksinya 8-9 ton/ha. Kalau hasilnya nggak mantap, masa petani mau beli,” cetusnya bangga.
Komponen RAISA lainnya adalah pengelolaan lahan dengan cara olah tanah minimum dan pengelolaan tata air mikro sesuai kebutuhan tanaman. Tantangan terkait lahan juga pH tanah yang rendah dan cekaman pirit serta sulfat.
Selain varietas rakitan pemerintah, pihak swasta juga sudah mencoba menanam padi hibrida di lokasi food estate. Ayub Darmanto, Direktur Utama PT Agrosid Manunggal Sentosa, menyatakan, varietas hibrida andalannya untuk lahan rawa adalah Supaddi 89. “Saya sudah di sana empat tahun. Produksinya 8-9 ton/ha. Kalau hasilnya nggak mantap, masa petani mau beli,” cetusnya bangga.
Komponen RAISA lainnya adalah pengelolaan lahan dengan cara olah tanah minimum dan pengelolaan tata air mikro sesuai kebutuhan tanaman. Tantangan terkait lahan juga pH tanah yang rendah dan cekaman pirit serta sulfat.
“Nilai pH dinaikkan dengan dolomit. Kandungan bahan organik yang banyak tetapi belum tersedia bagi tanaman sehingga perlu pembenah tanah. Benih juga perlu diperlakukan dengan pupuk hayati untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman pangan,” lanjut Priatna.
Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dilakukan secara terpadu dengan mempertimbangkan faktor ekologis. Komponen terakhir, penggunaan alsintan, mulai dari olah lahan, tanam, panen, sampai pascapanen.
Untuk meningkatkan pendapatan petani, Agus menimpali, di lokasi saat ini sudah terdapat penggilingan padi (Rice Milling Unit-RMU) mini milik swasta. Di Belanti sudah ada bantuan dua unit RMU modern berkapasitas 1,5 ton/jam yang belum beroperasi maksimal.
Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dilakukan secara terpadu dengan mempertimbangkan faktor ekologis. Komponen terakhir, penggunaan alsintan, mulai dari olah lahan, tanam, panen, sampai pascapanen.
Untuk meningkatkan pendapatan petani, Agus menimpali, di lokasi saat ini sudah terdapat penggilingan padi (Rice Milling Unit-RMU) mini milik swasta. Di Belanti sudah ada bantuan dua unit RMU modern berkapasitas 1,5 ton/jam yang belum beroperasi maksimal.
Selain menerima gabah dari petani, RMU modern ini pun akan mengolah beras pecah kulit dari RMU setempat. Ke depan diharapkan kelompok tani bisa memiliki RMU modern dan memproduksi beras premium serta mendapatkan nilai tambah dari produk samping penggilingan padi.
Peni Sari Palupi
Peni Sari Palupi