Sektor pertanian tubuh positif 16,24% pada kuartal II 2020 ketika sektor lain bertumbangan sampai pertumbuhannya minus.
Para petani tak kenal lelah terus berproduksi selama masa pandemi virus Corona yang sudah berlangsung tujuh bulan di Tanah Air. Di sisi lain kendala distribusi dan permintaan yang mungkin tidak sebanyak biasanya lantaran masyarakat mengetatkan ikat pinggang, menyebabkan beberapa jenis hasil panen petani tak laku. Bukan tidak ada yang beli sama sekali tetapi permintaan berkurang banyak sehingga harga anjlok sampai bikin miris.
Petani komoditas hortikultura seperti cabai, tomat, dan buah naga pernah mengalaminya. Saking putus asanya ada di antara mereka yang membuang hasil panennya atau membiarkan buah-buah membusuk di kebun. H. Winarno Tohir, Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional sempat mengungkapkan hal tersebut dalam diskusi publik bertema Upaya Menjadikan Sektor Pertanian Sebagai Penyelamat Ekonomi (14/8). Dia mencontohkan wortel hanya dihargai Rp2.000/kg.
Karena itu, petani membutuhkan fasilitasi pemasaran karena selama ini pemasaran produk pertanian seperti autopilot saja. Bukannya tidak bersyukur buruh tani dan petani kecil anggotanya mendapat bantuan tunai Rp600 ribu/orang sebanyak 2,7 juta orang, tetapi jumlah petani sekitar 33 juta orang. Masih banyak yang membutuhkan bantuan. Namun, bukan bantuan uang. Fasilitasi pemasaran bagi produk-produk petani selama masa pandemi bakal terasa seperti gelontoran bantuan.
Untuk sementara petani melakukan pengurangan produksi guna menyesuaikan diri dengan keadaan. Tentu itu tidak cukup. Memang, Kementerian Pertanian sudah berupaya menyerap hasil produksi petani melalui Toko Tani Indonesia yang berjumlah 1.322 unit tersebar di 32 provinsi. Menggandeng transportasi daring dengan promosi bebas ongkir, konsumen diharapkan membeli barang berkualitas dengan harga bersahabat. Rantai pemasaran dari petani langsung ke konsumen sehingga petani menikmati harga lebih baik.
Namun, perlu dukungan dalam bentuk lain. Pemerintah sebaiknya memfasilitasi dan menghubungkan dengan industri terkait agar mereka mau menggunakan bahan baku produk petani lokal. Tentu saja petani pun perlu diarahkan untuk memproduksi bahan baku berkualitas baik sesuai kebutuhan industri dan harga wajar tapi menguntungkan petani.
Sejak dari hulu, kementerian terkait bisa mengoptimalkan jejaring di seluruh wilayah Indonesia melalui teknologi informasi yang bersifat real time tentang kebutuhan komoditas, wilayah potensial untuk berproduksi, luas tanam, fase tanaman di lapang, jumlah produksi, dan sebagainya.
Dibentuk klaster-klaster dengan luasan tertentu yang memenuhi syarat terbangunnya industri olahan padi dan jagung misalnya. Dua komoditas pangan utama ini sebenarnya bisa menjadi bahan baku berbagai produk. Selama ini kebanyakan penggilingan beras hanya menghasilkan beras premium dan bekatul. Padahal, masih ada produk rice brand oil, tepung beras, bihun, sementara sekamnya bisa dibuat bahan bangunan, absorbent, dan sebagainya.
Jagung juga termasuk komoditas dengan pohon industri lengkap. Mulai dari daun, batang, biji, tongkol, hingga klobot bisa diolah menjadi produk bernilai tambah. Daun dan klobot untuk pakan sapi dan kompos. Batang untukbahan pulp, kertas, dan bahan bakar. Biji selama ini hanya berhenti sampai pakan ternak, tepung jagung, bihun, gula, dan minyak jagung. Tongkol yang banyak terbuang baru sedikit termanfaatkan menjadi bahan bakar, pengganti bahan plastik, juga kerajinan.
Cabai dan tomat, keduanya potensial menjadi bahan baku industri saus. Industri pengolah membutuhkan cabai dan tomat dengan spesifikasi khusus. Tomat contohnya, untuk dapat layak dibuat saus, perlu dipilih yang kadar airnya sedikit agar efisien. Cabai pun tidak semua varietas cocok dibuat saus. Selain saus, cabai dapat diolah menjadi cabai kering, cabai bubuk, cabai beku, hingga cabai kalengan seperti di China yang menjadi komoditas global.
Semua itu butuh koordinasi dan sinergi, baik pemerintah dari kementerian terkait, perbankan, pemerintah daerah, pelaku industri sarana produksi maupun industri pengguna dan juga petani. Semua perlu membangun komitmen untuk membangun industri pertanian yang kuat dan berdaya saing.
Peni Sari Palupi