Jumat, 2 Oktober 2020

PETERNAKAN : Pemasaran Unggas Perlu 9P

PETERNAKAN : Pemasaran Unggas Perlu 9P

Foto: Infografis : Ditjen PKH
Prognosis daging ayam surplus 792.301 ton pada 2020

Dengan pasokan yang melimpah, konsumsi daging ayam nasional perlu didongkrak lebih masif.
 
Jauh sebelum terjadi pandemi Covid-19, konsumsi daging ayam ras (broiler) di dalam negeri selalu diupayakan mengalami pertumbuhanmelalui berbagai promosi oleh swasta dan pemerintah.
 
Tahun ini, konsumsi daging ayam secara nasional sebesar 12,79 kgartinya naik dari 2019 yang berjumlah 11,96kg/kapita/tahun. Dari besaran tersebut, sebanyak 42,8% atau 5,47 kg merupakan konsumsi rumah tangga.
 
Fini Murfiani, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan,Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan,Kementan, menyayangkan, pandemi saat ini menggerus tingkat konsumsi daging ayam sebanyak 29% atau menjadi 9,08 kg/kapita/tahun.
 
“Walaupun produk-produk pertanian lebih tinggi permintaannya, tapi tetap berimbas juga karena turunnya daya beli,” ujar Fini.
 
 
Bakal Surplus
 
Fini mengulas, kondisi perunggasan dalam negeri kurang kondusif pada awal 2020. Berlebihnya produksi sempat memicu harga livebird (ayam hidup) anjlok ke angka Rp10ribu/kg. Menyikapi hal tersebut, pemerintah menggandeng 22 perusahaan swasta dan BUMN guna menyerap ayam hidup di tingkat peternak UMKM.
 
Secara neraca, prognosis ketersediaan dan kebutuhan daging ayam 2020 akan surplus 792.301 ton. Saat ini, terdapat 19 provinsi surplus dan 15 provinsi yang mengalami defisit daging ayam ras.
 
Dari situ, terdapat 10 provinsi dengan kebutuhannyatertinggi:Jabar(493ribu ton), Jatim(418ribu ton), Jateng (304ribu ton), Jakarta (176ribu ton), Banten (128ribu ton), Sumut(107ribu ton), Riau (69ribu ton), Sumsel(67ribu ton), Yogyakarta (60ribu ton), dan Sumbar(57ribu ton).
 
 
Meningkatkan Konsumsi
 
Kendati ketersediaan melimpah, konsumsi daging dan telur ayam ras Indonesia masih saja jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga. Malaysia menempati posisi 10 besar dunia dengan tingkat konsumsi 48,3 kg/kapita/tahun.
 
Sedangkan posisi Indonesia, di tingkat Asia Tenggara masih di bawah Filipina dengan 13,7 kg/kapita/tahun dan Vietnam 16,5 kg/kapita/tahun.
 
Pemerintah, imbuh Fini, mendorong diversifikasi dan inovasi produk unggas agar nilai konsumsi bisa meningkat lagi. Melalui peran industri olahan, ia meyakini, cita rasa, citra produk, gizi dan kepraktisan konsumsi akan bertambah.
 
Di samping peningkatan mutu dan keamanan produk, promosi dan perluasan juga dilakukan. “Akses pemasaran kini sudah bisa melalui media online. Promosi terkait konsumsi daging ayam juga disebarkan melalui berbagai media,” ulas Fini.
 
Sementara itu, Heri Setiawan, Perwakilan Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) mengutarakan, konsumsi daging ayam ras di tingkat rumah tangga turun menjadi 3,88 kg/kapita/tahun. Sementara konsumsi di rumah makan yang semula 5,66 kg/kapita/tahun atau mengambil 44,3% dari porsi nasional, kini menjadi 4,02 kg/kapita/tahun.
 
Kepala Departemen Public Relation PT Wonokoyo Jaya Corp. itu menyebut, faktor penentu konsumsi broiler di Indonesia adalahpendapatan per kapita. Setelah itu, barulah pola pikir, protein hewan belum menjadi prioritas, serta harga karkas yang kerap berfluktuasi.
 
“Perlu roadmap untuk mendongkrak permintaan dan konsumsi broiler jangka panjang. Bauran pemasaran yang tadinya 4P (product, price, place, promotion) dirancang menjadi 9P dengan tambahan people, process, physical evidence, political power, dan public opinion,” saran dia.
 
 
 
Try Surya Anditya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain