Foto: Dok. Dewi Sartiami
Ulat grayak jagung terutama menyerang saat fase vegetatif
Ulat grayak S. frugiperda menyerang hampir di semua fase pertanaman jagung, terutama fase vegetatif.
Terjangan ulat grayak Spodoptera frugiperda (fall armyworm - FAW) masih menjadi perhatian bagi petani dan penyuluh jagung di Tanah Air. Daya jelajah dan kecepatan reproduksinya yang tinggi membuat ulat grayak yang terdeteksi pertama kali di Indonesia pada Maret 2019 ini menimbulkan kerusakan cukup berat. Tak tanggung-tanggung, kerugian dari serangan FAW bisa mencapai 90%.
Frendy Tarigan, Product Manager PT Syngenta Indonesia mengingatkan, setidaknya terdapat tiga metode dalam mengidentifikasi tanaman jagung yang terserang. Pertama, terlihat serat daun polos. Kedua, terlihat serbuk gergaji pada daun. Ketiga, terlihat kumpulan telur putih pada daun.
Namun, apabila tidak terlihat gejalanya, bisa dicek titik tumbuh pada daun termuda. Adanya bekas gigitan menandakan sudah adanya serangan FAW. Untuk itu, “Pengendalian sebaiknya sejak awal. Tanam serempak bersama-sama dengan petani sekitar,” saran dia.
Kendalikan Dari Awal
FAW menyerang di semua fase pertanaman jagung. Penanaman secara serempak di skala yang luas akan menekan perkembangannya. Umumnya, serangan tinggi terjadi pada lokasi pertanaman jagung yang terlambat tanam. Sebab, tanaman jagung ini akan terlihat lebih muda dan menjadi sumber makanan FAW.
Dalam pemilihan benih, manfaatkan varietas yang memiliki daya kecambah yang baik serta bebas dari penyakit. Serangan FAW lebih banyak pada fase vegetatif.
Jadi, gunakan perlakuan benih yang tepat sebagai perlindungan awal diikuti penyemprotan 15 hari setelah tanam. Serangan pada fase generatif cenderung rendah karena hama sudah menjadi ngengat. Kesuksesan pengendalian di fase vegetatif akan mengurangi tingkat serangan pada tongkol.
Frendy mewanti-wanti, hal utama yang harus diperhatikan sebelum penggunaan insektisida adalah pembacaan label produk agar aplikasinya tepat dosis, cara, dan waktunyatepat. Untuk diingat, dalam upaya menghindari resistensi hama terhadap insektisida, lakukan rotasi produk juga dilakukan.“Perlu dilakukan rotasi penyemprotan dengan produk berbahan aktif berbeda,” ungkap dia.
Dalam mengendalikan FAW dengan insektisida, pemerintah merilis beberapa bahan aktif yang disarankan. Di antaranya, emamektin benzoat, klorantraniliprol, spinoteram, tiomektosam, dan siantraniliprol. Aplikasi insektisida tidak dianjurkan ketika tanaman sudah berbunga atau menghasilkan tongkol.
Frendy pun mengungkapkan, insektisida untuk mengendalikan FAW dipillih yang mempunyaicara kerja kontak disertai racun lambung. Dua produk Syngenta yang direkomendasikan yakni Proclaim 5SG dengan dosis aplikasi 225g/ha di awal tanam.
Kemudian, ketika serangan masih ada, petanidapat mengaplikasikan Voliam Targo 63SC dengan dosis 400 ml/ha. Proclaim 5SG berbahan aktif emmamektin benzoat, sementara Voliam Targo 63SC berbahan aktif klorantraniliprol.
Pengamatan serangan ulat grayak impor ini hendaknya dilakukan sejak tanaman berumur1-2 minggu.Sebab, pada periode tersebut ngengat mulai meletakkan telurnya di daun yang masih muda. Ketika menemukan kelompok telur, dikumpulkan dan dimusnahkan.
FAW yang masih pada masa instar 1-2 sulit ditemukan lantaran ukurannya yang kecil. Pendeteksiannya bisa dikenali dari gejala serangan. Telat dalam mendeteksi serangan awal akan membuat biaya pengendalian semakin besar. Jangan lengah!
Try Surya A, Sabrina Y.