Kamis, 2 Juli 2020

Menumbuhkan Pangan di Perkotaan

Urban farming kembali booming di Indonesia kala pandemi Covid-19. Hal ini tidaklah mengherankan karena lamanya berdiam diri di rumah membuat orang butuh kegiatan baru buat mengusir rasa bosan.
 
Urban farming alias pertanian perkotaan menjawab kebutuhan itu. Selain menghadirkan aspek keindahan, kegiatan ini juga mendatangkan kesehatan lingkungan hingga kesehatan pendapatan para pegiatnya.  

Jika menilik sejarah, urban farming sebenarnya warisan kuno nenek moyang manusia, jauh sebelum gerabah ditemukan di abad ke-2 Sebelum Masehi (SM).
 
Adalah penduduk Mesopotamia yang pertama kali mempraktikkan urban farming pada 3500 SM. Saat itu para petani menyisihkan sebidang kecil tanah untuk pertanian di dalam tembok kota.
 
Bahkan, banyak bukti menunjukkan, Taman Gantung Babilonia, salah satu dari 7 keajaiban dunia kuno yang dibangun sekitar 600 SM, memadukan taman-taman luas dan sistem irigasi ke beberapa benteng Mesopotamia.

Masuk ke abad Masehi, pada 1100 M suku Aztek di Meksiko membangun sebuah taman kompleks dan sistem kanal terikat dengan irigasi saluran air yang disebut chinampa.
 
Chinampa awalnya ialah taman apung skala kecil yang menjadi skala besar di perkotaan untuk menopang kehidupan Kerajaan Aztek. Tanaman utama yang dibudidaya berupa jagung dan kacang-kacangan lalu kentang, alpukat, tomat, jambu biji, bayam, dan bunga.

Urban farming terus melaju di era modern. Pendahulu pertanian perkotaan di abad 21 adalah enclosure movement (pergerakan pagar) di Inggris yang membanyangi revolusi industri.
 
Gerakan ini mengambil alih tanah milik bersama untuk umum menjadi tanah milik pribadi yang dibatasi dengan pagar dan dinding.
 
Pemerintah Inggris bahkan melegalkan The General Enclosure Act of 1845 dengan alasan membuat pemeliharaan tanaman dan hewan ternak lebih baik daripada dipelihara di publik.

Setelah periode panjang industrialisasi, London menjadi sarang daerah kumuh, kemiskinan, dan ketidaksetaraan. Masyarakat miskin pun terlantar.
 
Pemberontakan Midland dan Newton yang menentang enclosure movement mendorong keluarnya beberapa izin, seperti allotment yaitu area publik di kota yang digunakan untuk produksi pangan.  

Allotment garden (kebun publik) sangat populer di Eropa pada 1800-1900. Kota-kota seperti London, Paris, dan Stockholm menggunakan kebun publik untuk membantu kaum miskin menyediakan pangan sendiri.
 
Kebun publik atau kleingarten di Jerman diawali oleh Pergerakan Schreber yang bertujuan mempertahankan ruang hijau untuk taman bermain.
 
Gerakan ini lantas berotientasi pada budidaya tanaman pangan di area kota. Peran kleingarten semakin penting saat Perang Dunia (PD) I dan II karena kebutuhan.

Pemenuhan pangan menjadi prioritas utama setiap rumah di seluruh negara selama PD I dan II.
 
Untuk mendorong suplai pangan selama masa perang, banyak negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Australia mempromosikan Victory Garden atau War Garden atau kebun yang ditanam oleh masyarakat di tanah pribadi atau umum.
 
Victory Garden juga dinilai sebagai bentuk dukungan moral dan patriotisme.

Di era industri 4.0, urban farming semakin canggih dengan perangkat smart farming (pertanian pintar) berbasis internet. Jepang salah satu negara yang dikenal pesatnya adopsi urban farming di gedung-gedung bertingkat.
 
Pertanaman padi, sayur dan buah, serta ternak hewan di atap rumah bahkan di dalam gedung pencakar langit merupakan hal biasa.

Sementara Indonesia, urban farming mulai tampak selepas krisis ekonomi 1997-1998. Kegiatan ini semakin masif seiring munculnya gerakan Jakarta Berkebun yang digagas Ridwan Kamil pada 2011 dan meluas ke seluruh Indonesia melalui Indonesia Berkebun.
 
Selain Jakarta, urban farming juga mendapat tempat di Surabaya, Jatim dan Bandung, Jabar berkat dorongan pimpinan daerah.  

Abad demi abad berlalu. Urban farming membuktikan peran pentingnya sebagai lumbung pangan wilayah dan perbaikan lingkungan.
 
Semakin banyak penduduk yang tinggal di perkotaan pun menjadi alasan kuat penerapan urban farming dalam rencana pembangunan kota.
 
Tentu peran pemerintah didukung swasta dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan pertanian perkotaan mewujudkan ketahanan pangan, kesejahteraan lingkungan, dan perputaran ekonomi agribisnis di perkotaan.



Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain