Kamis, 2 Juli 2020

PETERNAKAN : Melirik Kerbau sebagai Pemasok Daging

PETERNAKAN : Melirik Kerbau sebagai Pemasok Daging

Foto: Dok. Suhubdy
Benahi budidaya kerbau agar peluang bisnisnya terbuka lebar

Kerbau berpotensi memperbesar perannya mendampingi sapi dalam memenuhi kebutuhan daging merah bagi masyarakat. Bagaimana caranya?


Di Indonesia pasokan daging merah didominasi daging sapi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, populasi ternak ruminansia berjumlah 18,82 juta ekor terdiri dari sapi potong 17,11 juta ekor, sapi perah 561.061 ekor, dan kerbau 1,14 juta ekor.

Masih dari sumber yang sama, produksi daging sapi tercatat sebanyak 490.420 ton. Sedangkan produksi daging kerbau hanya 23.971 ton. Sementara total kebutuhan daging sapi nasional mencapai 686.271 ton.
 
Jadi, kalau hanya memperhitungkan produksi daging sapi, pasokan itu hanya mampu memenuhi 71,46% kebutuhan. Kekurangan yang mendekati 300 ribu ton dipenuhi dari impor yang berupa daging sapi beku, sapi bakalan, dan dalam tahun-tahun terakhir juga masuk daging kerbau dari India.

Prof. Ir. Suhubdy Yasin, Ph.D., Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Mataram mengkritisi, selama ini pemerintah selalu melihat kurangnya kebutuhan daging merah dihitung hanya dengan memperhitungkan jumlah sapi tanpa melihat kerbau.
 
Ketika berbicara dalam acara “Belajar Beternak Kerbau” yang digelar secara virtual oleh Yayasan CBC Indonesia dan Indonesia Livestock Alliance (ILA), Jakarta (30/4), Suhubdy menyatakan, sebenarnya kerbau dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani nasional.


Kendala Ternak Kerbau

Suhubdy berpendapat, pengembangan ternak kerbau masih terhambat akibat kurangnya keberpihakan pemerintah, pebisnis, dan perbankan sebagai sumber modal. Pemerintah, menurut dia, lebih senang impor daging kerbau, padahal Indonesia memiliki kerbau yang cukup bagus.

Sampai saat ini, daerah Nusa Tenggara Barat masih menyuplai daging kerbau ke Pulau Jawa. Selain itu, masyarakat di Sumatera seperti Sumatera Barat, Bengkulu, dan Jambi juga terbiasa mengonsumsi daging kerbau layaknya masyarakat daerah lain menyantap daging sapi. Masakan rending berbahan baku daging kerbau pun tak kalah sedap.

“Namun, perhatian pemerintah masih minim terhadap kerbau. Padahal kualitas kerbau juga bagus, ini perlu didorong untuk meningkatkan produktivitas,” cetusnya.

Kendala lainnya yang menyebabkan populasi kerbau di Indonesia menurun adalah masalah klasik yang tak kunjung usai, baik dari segi breeding (pembiakan), pakan, maupun manajemen budidaya. Selain itu, kerbau juga dianggap tidak komersial.

“Akhirnya selama puluhan tahun peternak kerbau menderita karena kepopuleran kerbau berkurang atau menurun,” ujar alumnus University of Queensland, Australia, tersebut.
 
Hal ini juga tercermin dari terus menurunnya produksi daging kerbau selama lima tahun terakhir (2015-2019). Angkanya berdasarkan catatan BPS adalah 35.236, 3.403, 31.904, 29.379, 25.346, dan 23.971 ton.   

Senada dengan Suhubdy, Prof. Dr. Muhammad Rizal, Guru Besar Jurusan Peternakan, Faperta Universitas Lampung Mangkurat juga menunjukkan penurunan populasi kerbau, khususnya di wilayah Kalimantan Selatan.
 
Merujuk data BPS, populasi kerbau di wilayah itu pada 2017 hanya 23.861 ekor dan pada 2018 sekitar 16.062 ekor.

Penurunan secara drastis tersebut, lanjut dia, karena faktor budidaya kerbau. “Skala prioritas perlu dibenahi adalah cara budidaya yang baik. Baik dari sisi, masalah kesehatan, pakan, dan perkawinan,” ungkapnya.  



Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 313 terbit Juli 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain