Foto: Windi Listianingsih
Cacing siap dipanen setelah 4 bulan budidaya
Panen pertama bisa balik modal lalu diikuti panen selanjutnya yang berlangsung setiap bulan.
Asal jeli melihat, kotoran pun bisa menjadi lahan usaha yang sangat berharga. Begitulah yang dirasakan Miselan, peternak inovatif dari Desa Gadingkulon, Kec. Dau, Kab. Malang, Jawa Timur.
Limbah kotoran ternak yang membludak, “disulap” menjadi sumber pendapatan yang menggiurkan sekaligus berbagai pangan kaya gizi. Penasaran mencoba?
Panen Selamanya
Saat memelihara 18 ekor pedet, Miselan mengaku mengalami masalah pembuangan kotoran sapi yang cukup banyak. Jika kotoran sapi tidak ditangani dengan baik, tentu akan mencemari lingkungan tempat tinggal.
Apalagi, setiap orang yang memelihara sapi pasti belakang rumahnya kumuh. Lalu terlintas di benaknya untuk memelihara cacing dari limbah kotoran sapi sebagai media budidaya dan sumber makanan cacing.
“‘Kan cacing hidup di tempat yang kumuh, ternyata keuntungannya tinggi juga,” ujarnya kepada AGRINA.
Pak Lan, sapaannya, lalu mencari ilmu budidaya cacing dengan mengikuti pelatihan. Ia mengikuti pelatihan di perusahaan penampung cacing sehingga bisa sekalian menjual cacing yang dipanen.
Bermodal Rp1 juta, ia bisa memperoleh penghasilan Rp1 juta/bulan dari budidaya cacing tanah. “Pertama Panen di bulan keempat itu Rp1 juta, modal langsung kembali. Setelah itu bisa dipanen setiap 1 bulan sekali Rp1 juta selamanya, nggak pernah habis,” jelasnya semringah.
Modal digunakan untuk membeli 10 kg indukan cacing seharga Rp500 ribu dan paranet. Pak Lan membudidayakan cacing di lahan belakang rumah seluas 40 m2.
Lahan ini diberi atap paranet agar lebih teduh dan terhindar dari sinar matahari. Lama budidaya cacing 4 bulan/siklus.
“Masa hidup cacing dari telur sampai dewasa perlu waktu 75 hari. Tapi, saat budidaya ada masa adaptasi, ada masa kawin, ada masa bertelur, itu makanya jadi 4 bulan. Kalau belum 4 bulan, anakan pertama itu belum besar seperti induknya,” ulas Ketua Kelompok Tani Gading Mandiri ini.
Dari 10 kg cacing, Pak Lan bisa memanen 80 kg cacing. Setiap butir telur atau kokon, menghasilkan 4 ekor cacing. Cacing dewasa sebagian kecil dijadikan induk dan selebihnya dijual.
Pemilik nama ilmiah Lumbricus terrestris ini dipasarkan seharga Rp30 ribu/kg ke para pemancing ikan yang membeli langsung ke rumah dan perusahaan penampung cacing.
Kotoran Menjadi Berkah
Di awal budidaya cacing, Pak Lan mengangkut kotoran sapi dari kandang ke tempat budidaya cacing. Meski lokasinya berdekatan tetapi pekerjaan itu cukup menguras tenaga.
“Pertama, kotoran di belakang saya cangkul, saya aduk pakai drum, saya bawa pakai timba. Lama-lama kita berpikir kok sengsara begini. Akhirnya ada ide langsung mengalirkan (kotoran) ke lahan cacing jadi nyaman. Tenaga kita berkurang. Kita bersihin kandang juga beri makan cacing sekaligus,” paparnya.
Ia pun membuat parit untuk mengalirkan limbah sapi ke tempat budidaya cacing. Satu parit ini bercabang menjadi 4 parit yang memotong bedengan media hidup cacing. “Saya sambil duduk-duduk, saya tunggu kotoran sapi karena kotoran merupakan berkah, dapat duit. Jadi, sesuai kebutuhan,” ungkapnya sambil tersenyum simpul.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 311 terbit Mei 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di magzter, gramedia, dan myedisi.