Foto: Galuh Ilmia Cahyaningtyas
Keberadaan pasar B30 akan menjadi kunci keberhasilan sawit di masa depan
Dengan pelaksanaan mandatori biodiesel B30 dan sejumlah faktor lainnya, akankah harga sawit melonjak? Mari kita simak prediksi para analis top dunia.
Dalam pembukaan Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2019 & Price Outlook 2020, Wakil Presiden RI, KH Ma’ruf Amin mengutarakan, sawit berkontribusi sebesar Rp270 triliun kepada devisa negara.
Dengan demikian, peran komoditas unggulan ini amatlah penting.
Di samping itu, strategi penggunaan biodiesel dalam negeri juga ditingkatkan dalam rangka menguatkan pasar domestik dan mengurangi penggunaan minyak bumi.
Senada dengan Wapres, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengungkapkan, keberadaan pasar B30 akan menjadi kunci keberhasilan sawit di masa depan.
Hal terkait instruksi Presiden Joko Widodo untuk memaksimalkan pemanfaatan minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil – CPO) sebagai bahan energi terbarukan.
Dari yang sebelumnya 20% campuran biodiesel dalam bahan bakar solar (B20) menjadi 30% campuran (B30).
Di sisi lain, harga minyak sawit dunia cenderung melemah sepanjang 2019. Hingga naskah ini diturunkan, harga berada di kisaran RM (ringgit Malaysia) 2.700/ton atau setara US$647/ton (5/12).
Sejumlah pengamat menilai, mandatori B30 yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo akan menjadi game changer (pengubah permainan) di pasar CPO global.
Direktur Godrej International Limited, Dorab E. Mistry mengatakan, implementasi kebijakan tersebut akan memicu kepercayaan diri dan menepis keraguan terhadap B30.
“Sentimen itu red hot (sangat positif),” bahasnya dalam 15th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) & 2020 Price Outlook di Nusa Dua Bali, Jumat (1/11).
Dorab mengungkapkan, di mana pun biodiesel diimpelentasikan, akan membuat pasar minyak nabati semakin ketat.
Mengutip Oil World, hampir sebanyak 46 juta ton minyak nabati akan diserap menjadi biodiesel. Sementara hampir sebanyak 17 juta ton minyak sawit diperuntukkan sebagai bahan biodiesel Palm Methyl Esther (PME).
Seiring dengan rencana dimulainya B30 pada Januari 2020, Dorab mempertanyakan kesiapan Indonesia di dalam negeri.
“Ketika harga meningkat sesuai prediksi, bagaimana pula dengan kebijakan pungutan ekspor minyak sawit Indonesia? Kemudian jika harga bergerak tinggi terlalu cepat, apakah Indonesia memiliki mekanisme self correcting untuk menahan atau mengurangi B30?,” tanya pembicara asal India itu.
Pangan dan Energi Perlu Seimbang
Dorab memprediksi, harga CPO 2020 akan berada di level RM2.700/ton. Tentunya dengan asumsi harga minyak mentah Brent sekitar US$60-US$80/barel, pengaruh kebijakan The Fed, pelemahan US$ dan politik Amerika Serikat (AS), serta implementasi B30 di Indonesia.
Karena dari itu, ia menyarankan GAPKI untuk merekomendasikan ke pemerintah terkait pentingnya mekanisme self correcting.
Hal tersebut bertujuan demi menjaga harga CPO tidak melonjak terlalu cepat. Lonjakan harga yang terlalu cepat akan mempengaruhi Indonesia sebagai pemasok CPO terbesar dan dikhawatirkan malah merugikan konsumen secara global.
Stok minyak nabati dunia akan semakin menipis mulai Maret 2020, hal inilah yang akan mendongkrak harga. Namun sektor pangan akan berhadapan dengan sektor energi ketika harga naik.
“Self correcting sangat diperlukan agar harga tetap di level moderat. Harga yang terlalu tinggi akan menekan permintaan. Ketika stok semakin ketat, tidak ada yang bisa menopang selain minyak sawit. Saya tidak yakin dengan soybean oil (minyak kedelai) dan sunflower oil (minyak bunga matahari),” bahasnya.
Untuk produksi, ia mengestimasi minyak sawit Indonesia mencapai 43 juta ton dan Malaysia 20,3 juta ton. Produksi yang tidak terlalu besar ini, jabarnya, disebabkan oleh kekeringan. Selain itu, harga CPO yang anjlok pada Agustus turut memaksa petani untuk memangkas biaya pemupukan.
“Produksi CPO Malaysia seharusnya memuncak pada September – Oktober. Produksi CPO Malaysia akan lebih rendah 1 juta ton pada semester pertama 2020 dan stagnan pada akhir semester 2020. Pun begitu dengan Indonesia, produksi 2019 hanya lebih tinggi 1 juta ton,” ulasnya.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 306 yang terbit Desember 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/