Minggu, 6 Oktober 2019

Keterlacakan Jawab Kontroversi Minyak Sawit

Keterlacakan Jawab Kontroversi Minyak Sawit

Foto: Peni Sari Palupi
Deforestasi global bukanlah semata-mata disebabkan kebun kelapa sawit

“Dewasa ini konsep keterlacakan (traceability) di dalam produksi minyak sawit merupakan kunci penting sebagai wujud keterbukaan informasi dan kemudahan akses bagi yang membutuhkannya. Sekaligus menjawab mereka yang kontra terhadap minyak sawit,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancara AGRINA. 
 
 
Apakah minyak sawit sudah mengganggu pangsa pasar minyak nabati lain?
 
Produksi minyak sawit mengalami pertumbuhan yang cepat dalam dua dekade terakhir. Pada  1980 produksi minyak sawit dunia masih sekitar 4,8 juta ton meningkat menjadi 70,3 juta ton pada 2018. Peningkatan produksi tersebut terutama berasal dari Indonesia yang bertumbuh cepat dari 0,75 juta ton menjadi 39,5 juta ton.
 
Peningkatan pertumbuhan produksi minyak sawit dunia yang demikian itu telah membawa perubahan dalam pasar minyak nabati utama dunia. Pangsa minyak sawit meningkat cepat dari sekitar 26% pada 1980 menjadi sekitar 41% pada 2018.
 
Sebaliknya, minyak kedelai yang telah lama menguasai pasar minyak nabati dunia mengalami penurunan pangsa dari sekitar 53% menjadi 32% pada periode yang sama. 
 
Minyak rapeseed yang merupakan minyak utama di Eropa, dalam periode yang sama pangsanya masih meningkat, yakni dari 13% menjadi 16%.
 
Demikian juga minyak bunga matahari meningkat dari 8% menjadi 11%.
 
Namun cepatnya pertumbuhan pangsa minyak sawit tampaknya mengkhawatirkan produsen minyak rapeseed dan bunga matahari.
 
Peningkatan pangsa minyak sawit tersebut menunjukkan minyak sawit lebih kompetitif dibandingkan minyak nabati dunia.
 
Dalam produktivitas minyak per hektar misalnya, berdasarkan data 2000 – 2017 (USDA, 2018) produktivitas minyak sawit mencapai 3,5 ton/ha, jauh di atas minyak rapeseed (0,7 ton/ha), bunga matahari (0,5 ton/ha) dan kedelai (0,4 ton/ha).
 
Keunggulan produktivitas itu dicerminkan oleh harga minyak sawit yang lebih kompetitif dibandingkan harga minyak nabati lainnya. 
 
 
Apa alasan mereka dan bagaimana solusinya?
 
Peningkatan produksi minyak sawit dunia memunculkan kontroversi atau pro-kontra di kalangan masyarakat internasional.
 
Peningkatan produksi minyak sawit dinilai terkait dengan deforestasi, ancaman kehilangan biodiversitas (keanekaragaman hayati) maupun emisi.
 
Perluasan kebun sawit dinilai terkait langsung dengan konversi hutan menjadi kebun kelapa sawit sehingga mengorbankan hutan, biodiversitas, dampak iklim dan emisi.
 
Mengaitkan ekspansi sawit dan deforestasi global mengandung berbagai ketidakpastian dari (a) periode analisis (b) definisi hutan dan deforestasi dan (c) kebijakan nasional.
 
Artinya deforestasi global bukanlah semata-mata disebabkan kebun kelapa sawit.
 
Ketidakpastian tentang hutan dan deforestasi juga berimplikasi pada ketidakpastian emisi dan biodiversitas.
 
Deforestasi tidak selalu berimplikasi pada hilangnya biodiversitas maupun peningkatan emisi.
 
Konversi semak belukar menjadi kebun sawit justru menyerap karbon dioksida karena karbon stok kebun sawit lebih tinggi daripada semak belukar. 
 
 
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 304 yang terbit Oktober 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain