Sabtu, 7 September 2019

Hidup Itu Benar Dulu, Baru Berkah

Hidup Itu Benar Dulu, Baru Berkah

Foto: Syatrya Utama
Kiri ke kanan: Reza Palevi (PT Prima Agro Tech atau PAT), Jimmy Lie (PAT), Syafrudin (PAT), Usin Santosa, dan Tria Laga (PAT) di depan mesin pengering vertikal

Tanpa kombinasi pupuk organik dan hayati dengan pupuk anorganik, tidak ada ceritanya Indonesia swasembada pangan.
 
Waktu itu tahun 2009. “Hidup itu benar dulu, baru berkah,” kata Usin Santoso, menirukan ucapan kakak kandungnya, Eman Rohatim. Usin pernah menjadi kepala keamanan diskotik. Punya uang puluhan juta per bulan, tapi hidupnya tidak tenang. Uangnya habis buat foya-foya.
 
Waktu itu, putra bungsu dari dua bersaudara anak Hj. Eem dan H. Ali Sukarna, ini tinggal di rumah kakaknya, petani padi, di Subang, Jawa Barat. “Kalau kesuksesanmu masih di bawah aku, berarti perilaku hidupmu belum benar,” pesan kakaknya yang selalu terngiang di hati Usin.
 
“Kita sama-sama lulusan SD. Kalau kau mau mengikuti saranku, bertanilah sambil berdagang. Kau lebih lincah dari aku. Wawasan kau lebih luas dari aku,” saran Eman kepada adiknya, Usin.
 
 
Bertani di Rantau
 
Jauh sebelumnya, Usin banyak belajar ilmu dagang waktu ikut Rinjani Sanjaya (Lie Liong Tek) di Bandung. “Kalau kau tidak memulai, kapan beraninya,” kata Lie kepada Usin.
 
Ayah lima anak ini pernah disuruh ke Nurtanio (kini PT Dirgantara Indonesia) di Bandung untuk suatu bisnis. “Saya disuruh ke Nurtanio untuk urusan bisnis. Ko Lie tinggal di mobil di parkiran,” kata Usin.
 
Usin sadar. Persaingan di Jawa Barat relatif tinggi. Ia memenuhi saran kakaknya merantau ke Kalimantan atau Sumatera. Ia memutuskan bekerja di kebun kelapa sawit di Sumatera Selatan.
 
Sebagai lulusan SD, ia sadar tidak akan pernah menjadi pimpinan perusahaan. Setahun setelah bekerja di perkebunan kelapa sawit, suami Tati ini memilih bertani padi dengan menyewa lahan.
 
“Sampai sekarang saya belum punya lahan sendiri. Saya menyewa lahan dengan bagi hasil,” aku Bendahara Kelompok Tani Satan Makmur I di Muara Beliti, Kecamatan Air Satan, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan ini. Selain bertani, ia juga menjadi distributor pupuk bersubsidi.
 
Di samping itu lelaki kelahiran Subang, Jawa Barat, 15 Juni 1976 ini memiliki kios pupuk, pestisida, dan sarana lain di rumahnya, Muara Beliti. “Tanpa kombinasi pupuk organik dan hayati (dengan pupuk anorganik atau sintetis), nggak ada ceritanya Indonesia swasembada pangan,” katanya.
 
Ia berpengalaman menggunakan pupuk organik di Subang, Jawa Barat. Pada 2005 ia bisa menghasilkan 19,2 ton GKP (gabah kering panen) per hektar. “Itu di musim kelima dengan pupuk organik. Tidak murni pakai pupuk organik tapi kombinasi (dengan anorganik),” katanya.
 
 
Kios Sarana Pertanian
 
Waktu tim PT Prima Agro Tech, yaitu Jimmy Lie, Reza Palevi, dan Tria Laga menawarkan untuk memasarkan Decoprima, Huma Top, Metarizep, dan sebagainya yang berbasis organik dan hayati, Usin menantang mereka menjelaskan keunggulannya. Dan membuktikannya di lapangan.
 
 
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 303 yang terbit September 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain