Foto: Windi Listianingsih
Benur berkualitas aktif bergerak dan ukurannya seragam
Benur berkualitas tampak secara kasat mata. Jeli melihat agar tidak kecewa saat budidaya.
Dr. Supono, S.Pi, M.Si, Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Lampung menjelaskan, kondisi udang tidak optimal karena kualitas benur yang jelek sehingga daya tahan tubuhnya rendah.
Penyebabnya, benur tidak tersertifikasi specific pathogen resistance (SPR) dan specific pathogen free (SPF) atau benur bebas penyakit seperti WS, TSV, IMNV, IHHNV, dan MBV.
Kondisi ini biasanya diturunkan dari induk udang yang terinfeksi penyakit karena tidak bersifat SPF dan SPR. “Selalu gunakan benur SPF,” sarannya. Selain itu, bagaimana mengenali benur berkualitas?
Ciri Benur Berkualitas
Polman Siregar, Spi, MM, Tim Iptek Asosiasi Pembenih Udang (APU) Lampung menguraikan, benur sehat terlihat dari bentuk tubuhnya.
Benur yang baik biasanya memiliki bentuk tubuh lurus saat berenang, gerakannya aktif, serta ukuran normal dan seragam.
Mata benur berkualitas mengkilap, kulitnya tidak memiliki bercak, badan tidak keropos, dan ususnya terisi penuh.
Bentuk ekor benur berkualitas dan siap ditebar ke tambak adalah yang sudah membuka. Jika belum, sebaiknya tunda penebaran dan tunggu hingga ekor membuka.
“Benur vaname yang sehat akan terlihat aktif berenang serta sangat peka terhadap rangsangan dari luar. Pola berenang benur berkualitas menentang arus dan jika air diputar, maka benur akan menempel di dasar tambak,” urai Polman kepada AGRINA.
Sedangkan benur yang stres atau tidak sehat, cenderung bengkok saat benerang, ukurannya tidak seragam, dan usus terlihat kosong. Ukuran tidak seragam menandakan pertumbuhan yang tidak normal.
Jika tetap ditebar, maka panen udang tidak bisa serentak. Lalu, benur berkualitas mempunyai antena yang lengkap utuh, tidak patah, serta dapat membuka dan menutup. Jika antena selalu terbuka, dapat dipastikan benur dalam keadaan tidak sehat.
Secara visual, badannya keropos dan ususnya rusak. Jika diberi artemia, benur malas makan. Benur yang terserang cendawan, gerakannya juga tidak normal.
Suhartono Bowie, Chief Technical Officer PT Prima Aquakultur Lestari (PAL) menuturkan hal serupa. Ciri-ciri benur berkualitas, secara morfologi bagus dan tidak ada kecacatan.
“Tidak ada nekrosis atau buntung. Tidak ada deformitas atau bengkok saat berenang juga bebas dari vibrio. Pigmen bagus alias cerah dan aktif berenang serta bergerak melawan arus,” jelas Bowie, sapaannya.
Selain pengamatan visual, kualitas benur diketahui melalui uji lab. Hasil lab benur berkualitas menunjukkan kandungan cendawan, bakteri, dan virus negatif. Pengecekan ini biasanya dilakukan di Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).
Perlakuan Benur
Sebelum ditebar ke kolam budidaya, Bowie menerangkan, benur diaklimatisasi untuk menyesuaikan suhu. Plastik berisi benur diapungkan di kolam budidaya. Setelah suhu di dalam plastik dan air kolam sama, baru benur ditebar.
Ada juga yang melakukan aklimatisasi dengan memasukan benur ke bak penampungan atau pendederan dan diberi pakan artemia. “Cara ini juga betul agar ketika ada di dalam kolam, benur sudah dalam kondisi kenyang,” ucapnya.
Mantan Manajer Produksi di PT Biru Laut Khatulistiwa itu menyinggung saat ini sedang marak bakteri luminescent (berpendar) menyerang benur. Larva yang terinfeksi terlihat bercahaya pada kondisi gelap sehingga penyakit yang ditimbulkan bakteri ini disebut penyakit kunang-kunang.
Luminescence (pendaran) terjadi karena bakteri memiliki enzim luciferase yang dapat mengkatalis reaksi yang memancarkan cahaya menggunakan senyawa aldehid. “Selain itu, penyakit yang disebabkan jamur (cendawan) juga banyak,” ulasnya.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 303 yang terbit September 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/