Foto: Windi Listianingsih
Persiapan tambak yang matang akan menghasilkan panen udang secara optimal
Kunci sukses budidaya udang adalah meminimalkan limbah.
Budidaya udang tidak saja dibalut penyakit yang makin sulit dikendalikan, tetapi belakangan ini tren penurunan harga si bongkok ikut membuat pusing pengelola tambak.
Persiapan budidaya yang matang untuk mencegah kehadiran penyakit dan menghasilkan produksi optimal sangat diperlukan.
Meski begitu, Grin Swangdacharuk, MS, Aquaculture Technical Marketing Manager Lanxess Regional Asia Pacific mencatat, ekspor udang Indonesia terus menguat bersama India dan Ekuador.
Tahun lalu kita mengekspor 196,9 ribu ton udang atau naik 9,3% dibandingkan 2017. India mengeskpor 617,4 ribu ton pada 2018 atau naik 7,2% daripada 2017 dan Ekuador naik menjadi 508,9 ribu ton pada 2018.
Pabrik pakan India juga ikut mengolah udang beku untuk ekspor sehingga bisa memicu stabilnya harga udang di pasar dunia. Karena pasar udang kecil sudah dikuasai India, Grin menyarankan pembudidaya Indonesia memproduksi udang ukuran besar.
Namun, ia menyebut, sejumlah penyakit, seperti myo (IMNV), White Feces Disease (WFD), Enterocytozoon Hepatopenaei (EHP), hingga mati pelan-pelan (MPP) yang disebabkan virus nonenveloped, masih menghantui.
Itu semua menyebabkan panen jadi lebih lama. Lantas, bagaimana mempersiapkan budidaya udang yang baik?
Biosekuriti
Untuk mencegah serangan penyakit udang, ungkap Setiawan, Techincal Marketing Executive Lanxess Regional ASEAN, pembudidaya harus menjalankan biosekuriti secara ketat.
Biosekuriti dilakukan dengan mencegah masuknya patogen melalui penghalang fisik, filtrasi, dan disinfeksi air masuk. Penghalang fisik berupa jaring penghalang burung dan pagar jaring di sekitar kolam untuk mencegah masuknya kepiting serta kekerangan.
Lalu, pembersihan dan disinfeksi tambak serta fasilitas produksi.
Kemudian, hilangkan atau kurangi patogen dengan desinfeksi rutin. Amankan seluruh material yang memungkinkan sebagai vektor, seperti sistem perpipaan, sepatu bot, dan truk pengangkut post larvae (PL) sebelum masuk area tambak.
Perbaiki kolam yang terjangkit penyakit melalui aplikasi bahan kimia guna pengendalian kualitas air, seperti pH dan amonia, serta mengurangi patogen.
Lalu, aplikasi probiotik untuk meningkatkan komunitas bakteri bermanfaat dan lakukan pengurangan sediman dan TOM (Total Organic Matter), mengatur pakan, dan menambah kincir.
Dua minggu sebelum tebar, lakukan perbaikan kolam dan eliminasi inang dan siput. Seminggu berikutnya aplikasi klorin dan mineral lalu desinfeksi kolam sebelum tebar benur.
Rudi Hartono, Shrimp Technical Team PT Suri Tani Pemuka (STP) menambahkan, beberapa hal yang harus dipahami dalam prinsip biosekuriti, yakni target dan diagnosis penyakit, kontrol induk dan benih, kontrol lingkungan dan best management practices (BMPs) serta program eradikasi patogen.
BMPs biosekuriti diterapkan dengan membatasi pengunjung dan lalu lintas kendaraan; desinfeksi kendaraan, kaki dan tangan sebelum masuk lingkungan budidaya; serta membangun pagar untuk mencegah masuknya karier (kepiting).
Khusus untuk sumber air, harus disaring dengan filter berukuran 300 mikron. Kegiatan BMPs lainnya berupa aplikasi sistem budidaya mulai dari persiapan lahan, resirkulasi, probiotik, aerasi tinggi, pemantauan penyakit dan didesinfeksi dengan klorin.
Persiapan Tambak
Menjalankan budidaya secara baik, ungkap Dr. Supono, S.Pi, M.Si, Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Lampung, dimulai dari persiapan tambak, penebaran benur hingga proses budidaya.
Persiapan tambak diawali dengan pemasangan peralatan biosekiriti, seperti crab protection device (CPD) guna mencegah masuknya kepiting ke tambak dan bird scaring device (BSD) untuk menakuti burung.
Lalu, gunakan saringan ukuran 300-1.000 mikron saat air masuk. Lakukan sterilisasi air dari udang, kepiting, dan hewan liar lainnya dengan obat yang sesuai dan dosis yang tepat. Aplikasi pengobatan dilakukan dalam kondisi kincir hidup.
Dalam penebaran benur, pilih benur berkualitas yang bebas penyakit (specific pathogen free, SPF). “Sebelum penebaran, lakukan aklimatisasi suhu dan salinitas. Penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari untuk menghindari benur stres. Perlu diingat bahwa kepadatan penebaran sesuai daya dukung tambak,” tegasnya.
Kemudian, cukupi kincir sesuai kebutuhan biomassa udang dan atur posisinya dengan benar. Kincir 1 HP hanya mampu mencukupi 300-500 kg biomassa. Pastikan oksigen terlarut minimal 4 mg/l.
Kandungan oksigen rendah menyebabkan nafsu makan udang turun dan mudah terserang penyakit lalu terjadi kematian. Jika oksigen terlarut di bawah 4 mg/l, perlu melakukan panen parsial.
Grin menuturkan, kunci sukses budidaya udang adalah meminimalkan limbah. “Keringkan dan bersihkan kolam dengan benar sebelum penebaran benur. Fokus selama persiapan kolam hingga limbah di kolam benar-benar bersih,” ia mengingatkan.
Kolam tanah dikeringkan selama 10-15 hari. Kolam lapisan plastik PE harus dibersihkan dari limbah, didesinfeksi, dan dikeringkan secara optimal. Pastikan tidak ada lubang pada PE yang rusak dan periksa sedimen di balik plastik. Tidak lupa, hilangkan biofilm sebelum penebaran.
Petambak juga harus memastikan air tersedia dan bersih. Mengurangi ukuran dan jumlah tambak serta membangun tandon yang cukup bisa menjamin ketersediaan dan kebersihan air yang akan digunakan.
Sebelumnya, lakukan sedimentasi air tandon, filtrasi, klorinasi pada dosis 20-50 ppm, minimalkan bahan organik dalam air, desinfeksi sebelum tebar benur, dan aplikasi probiotik.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 303 yang terbit September 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/