Rabu, 7 Agustus 2019

Mengantisipasi ND Datang Lagi

Mengantisipasi ND Datang Lagi

Foto: Istimewa
Tortikolis (leher terpuntir), gejala saraf umumnya penyakit ND

Penyakit newcastle disease (ND) pada unggas marak kembali. Amati perkembangan dan kenali gejala klinisnya.
 
Sepanjang 2018 hingga pertengahan 2019, kasus ND masih banyak terjadi di peternakan unggas dalam negeri. Ancaman penyakit yang populer disebut tetelo ini mampu menimbulkan mortalitas (kematian) hingga 100% terhadap unggas yang belum pernah divaksinasi.
 
Secara global, penyakit infeksius dalam industri perunggasan ini telah mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan. Selain mortalitas, ND juga menyebabkan morbiditas dan penurunan produksi. Baik perlambatan pertumbuhan pada broiler (ayam pedaging) maupun terganggunya produksi telur pada layer (ayam petelur).
 
Factory Manager PT Sanbio Laboratories, Arini Nurhandayani mengungkapkan, penyakit yang disebabkan oleh newcastle disease virus (NVD) ini merupakan penyakit strategis. Sebab, hampir semua spesies unggas dapat diinfeksi oleh virus galur virulen avian paramyxovirus type 1 (APMV-1) ini.
 
“Penularannya bisa dari burung yang bermigrasi. Kalau sudah mewabah, pasti infeksinya ganas. ND dengan virulensi rendah dikhawatirkan tetap menyebabkan infeksi pernapasan,” ungkap Arini saat dijumpai AGRINA di Wanaherang, Gunung Putri, Bogor, Rabu (24/7).
 
 
Menilik Klasifikasi Tetelo
 
Arini menjelaskan, penggolongan (genotyping) virus ND berdasarkan infeksi sel inang, dimediasi oleh dua glikoprotein, yakni gen HN (haemagglutinin - neuraminidase) dan gen F (fusion). Gen HN, imbuhnya, mampu membekukan sel darah merah. Sementara gen F, yang menginfeksi virus. Keduanya, memiliki reseptor yang nantinya berdifusi kemudian menginfeksi ayam dengan cepat.
 
Di lain kesempatan, District Assistant Manager PT Medion, Cholil menjabarkan, virus ND diklasifikasi berdasarkan tiga bagian, yaitu dari serotipe, patotipe, dan genotipe. Berdasarkan serotipe, ND hanya ada satu yakni APMV-1. Sementara berdasarkan patotipe (keganasan), terbagi menjadi velogenik, mesogenik, lentogenik, dan apathogenic enterotropic.
 
Dari genotipe yang didasarkan susunan asam aminonya, ada class 1 dengan virulensi rendah yang menyerang unggas air. Class 2 dengan virulensi rendah hingga ganas, menyerang unggas darat. Contohnya G2 (la sota) dan G7.
 
Lebih jauh Cholil merinci, velogenik ND memiliki tingkat keganasan dan kematian tinggi. Pertama, viscerotropic velogenic yang ditandai dengan pendarahan pada saluran pencernaan. Kemudian neurotropic velogenic yang ditandai dengan gejala saraf.
 
“Mesogenik tingkat keganasan sedang. Gejalanya menyerang saraf hingga kematian pada ayam muda. Lentogenik yang keganasannya rendah, menimbulkan gejala infeksi pernafasan. Sedangkan apathogenic enterotropic tidak menimbulkan gejala klinis,” jabarnya.
 
 
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 302 yang terbit Agustus 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain